Jakarta, Koranpelita.com
Wacana amandemen UUD 1945 belum meredup khususnya terkait dengan amandemen terbatas dan mendorong untuk lahirnya kembali GBHN.
Terkait hal tersebut MPR RI membuka ruang konsultasi seluas- luasnya untuk seluruh elemen masyarakat termasuk dari kalangan kampus seperti dengan kampus Universitas Krisna Dwipayana Jakarta, atau Unkris.
Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono M SIP dalam acara Focus Group Discusion dengan MPR pada Selasa (8/12) di Kampus Unkris berpendapat seharusnya ada penataan yang lebih beradab untuk keanggotaan di MPR dengan unsur parpol, adat dan budaya (kerajaan), pertahanan dalam hal ini TNi/Polri, intelektual dan rohaniawan.
“Sementara GBHN sangat diperlukan namun GBHN yang tepat menjunjung tinggi kearifan budaya lokal dan GBHN dari hasil diskusi musyarawah,” kata Ayub.
Sementara itu Plt Dekan Fakultas Hukum UNKRIS Dr Drs R.H Muchtar H.P. B. Ac., S.H. M.H. berpendapat GBHN perlu dihidupkan kembali sebagai pedoman rencana pembangunan pemerintah yang berkelanjutan. Selain itu usulan pemberlakuan GBHN kembali harus dikritisi karena akan mengancam hubungan yang demokratis yang sudah terbangun antara lembaga eksekutif dan legislatif setelah era reformasi.
“GBHN adalah instrumen konstitusional bagi MPR RI untuk mengawasi kinerja Presiden,” ujar Muchtar.
Pada kesempatan yang sama guru besar Fakultas Hukum UNKRIS Prof. Gayus Lumbuun menyatakan perlu memberikan catatan penting yakni gagasan untuk menghidupkan kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan RI perlu memperhatikan legitimasi secara filosofis, sosiologis dan yuridis.
“Secara filosofis jelas dimaksudkan agar GBHN merupakan bagian dari upaya negara untuk mewujudkan tujuan bernegara yakni menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera,” ucap Gayuus.
Selain itu, lanjut Gayuus secara sosiologis dimaksudkan untuk memperbaiki dan memberikan solusi terhadap masalah yang ada dalam praktek ketatanegaraan dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
“Sementara dari aspek yuridis perlunya legitimasi dalam bentuk landasan hukum yang kuat, baik dalam UUD 1945 maupun dalam UU yang mengatur secara tersendiri mengenai MPR RI,” tutup Gayuus.(ay)