Capres Peroleh Suara Terbanyak Menjadi Pemenang Adalah Hasil Pemilu Tahap Kedua
Jakarta, Koranpelita.com
Perdebatan yang menarik setelah Pemilihan Presiden adalah kriteria Pasangan Calon Presiden yang disebut sebagai pemenang/terpilih, apakah peraih suara terbanyak semata atau ada syarat lainnya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita kembalikan pada ketentuan UUD 1945 dan UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.Benarkah?
“Jika memperhatikan poin pokok pengaturan pemenang pilpres maka rumusan ketentuan pada UU Pemilu sama dengan ketentuan pada UUD 1945, ketentuannya merumuskan sebagai berikut :
Pasal 6A UUD 1945
ayat (3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ayat (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden,”ujar Hermawanto Selaku Direktur Sekolah Konstitusi Indonesia.Seperti release yang diterima redaksi KORANPELITA.COM, di Jakarta, Senen (22/04/2019)
Menurut Hermawanto Pasal 416 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Penetapan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden
1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1⁄2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
5) Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang
Berdasarkan rumusan ketentuan diatas pada UUD 1945 dan UU Pemilu maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Pemenang Pasangan Capres Terpilih adalah Pasangan Capres yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1⁄2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. (Pasal 6A ayat (3)UUD)
2) Hal ini menegaskan sistem pemilu kita tidak menganut sistem Popular Vote secara murni yang hanya didasarkan pada one man one vote, namun Indonesia menganut sistem campuran, termasuk mengakomodasi sistem Electoral College yang menganut sistem keterwakilan/representasi daerah dalam menentukan pemenang Capres.
3) Pilihan sistem campuran adalah untuk mengakomodasi kepentingan politik pemilih luar pulau Jawa, karena jika hanya menggunakan Popular Vote maka kemenangan Capres hanya ditentukan oleh pemilih pulau Jawa, sebagaimana kita ketahui pemilih di pulau Jawa sejumlah 57, 29% pemilih atau sekitar 110.686.810 orang dari total 192.866.254 orang pemilih. Jumlah ini tersebar di enam provinsi dengan rincian DKI Jakarta 7.761.598, Jawa Barat 33.270.845, Jawa Tengah 27.896.902, Daerah Istimewa Yogyakarta 2.731.874, Jawa Timur 30.912.994 dan Banten 8.112.477. (CNN Indonesia, selasa 16/04/2019).
4) Sistem Popular Vote jika secara murni diterapkan dampaknya secara politik sangat buruk, yakni diskriminasi politik pada pemilih luar Jawa yang hampir dapat dipastikan tidak akan bisa menjadi presiden, diabaikan sebagai pemilih karena tidak berdampak apa-apa dalam pemilihan presiden, dan dampak jangka panjang kepada calon terpilih tidak mendapat legitimasi para pemilih luar jawa.
5) Penerapan sistem campuran dalam pilpres menegaskan Capres peroleh suara terbanyak tidak menjamin akan ditetapkan sebagai pemenang dan dilantik sebagai Presiden, namun perlu dipastikan Capres tersebut juga mendapatkan minimal 20% suara pada 17 Provinsi, untuk ditetapkan sebagai pemenang pilpres.
6) Lalu bagaimana kalau tidak ada yang memenuhi ketentuan 50% + 1 dan perolehan 20% suara di 17 provinsi, maka dilakukan pemilu putaran kedua (second around) dan pemenangnya ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, hal ini sesuai Pasal 6A ayat (4) UUD Jo. 416 ayat (2) UU Pemilu.
7) Berdasarkan hal tersebut, ketentuan peroleh suara terbanyak sebagai pemenang Pilpres adalah manakala dilakukan putaran kedua pemilihan presiden. Jika hanya terjadi satu putaran maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan limitatif sebagaimana Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 Jo. Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu.
Dikatakan Hermawanto Berdasarkan hal tersebut, maka seyogyanya kita semua menghormati proses yang masih terus berjalan di Lembaga Penyelenggara Pemilu – KPU dan Bawaslu. Serta terus mengawal proses Pemilu Jurdil.
“Dan siapapun Capres yang nantinya memenuhi ketentuan Pasal 6A UUD 1945, kita harus hormati dan dukung sebagai Capres terpilih,”tandasnya.( han)