Nanggap wayang dengan dalang Ki Seno Nugroho adalah kenangan tak terlupakan. Banyak yang menjadi penyebab kenangan itu, akan lestari hingga nanti. Selain sebagai kado ulang tahun pernikahan, wayangan tanggal 12 Juni 2019 itu, menampilkan Ki Seno yang sedang berada di puncak karir.
Jadi yang ikut bangga malam itu, bukan hanya saya tapi seluruh warga Nganjir, dusun di punggung gunung tempat saya lahir dan besar. Yang juga sangat mengesankan, nyaris sepekan persiapan dilakukan. Lalu di hari H, warga adang gedhe (masak aneka makanan layaknya orang sedang hajatan besar).
Seperti orang-orang jaman dahulu, saat ada hajatan besar, nanggap wayang adalah ucapan syukur sekaligus memberi hiburan secara cuma-cuma pada masyarakat. Sekali lagi wayang sebagai tontonan dan tuntunan, bahkan tatanan.
Sementara saya nitip kepada Ki Seno untuk menyampaikan beberapa pesan pentingnya perlindungan jaminan sosial. Melalui wayangan saya juga ingin mengucap syukur dan berbagi buku biografi (berjudul NKS) untuk memberi semangat kawula muda dan penonton wayang untuk sungguh-sungguh meraih masa depan yang lebih baik.
Ki Seno Nugro memang dalang kawentar. Kondang sebagai dalang muda yang memiliki banyak penggemar. Ia bahkan mampu mengajak banyak orang menikmati pergelarannya, termasuk yang ada di rumah melalui live streaming. Sungguh layak jika Ki Seno disebut rajanya live treaming.
Sebelum pandemi, komunitas pecinta wayang yang diwadahi dalam Penggemar Wayang Ki Seno (PWKS) setia menontonnya. Dan, hari itu PWKS wilayah Kulon Progo dibentuk dengan saya didapuk sebagai salah satu dewan pembina PWKS Kulon Progo.
Pertalian saya dengan PWKS dan Ki Seno, memang dimulai saat nanggap wayang 12 Juni 2019. Tapi sebagai penggemar wayang, saya mengikuti perjalanan karir beliau. Jadi, Ketika mendengar kabar Ki Seno sedo, luka di hati saya menganga seketika.
Sungguh, saya belum mampu berkata apa-apa, kecuali terdiam seribu bahasa saat mendengar kepergian Ki Seno. Tulisan ini, sudah saya siapkan beberapa hari sebelum Ki Seno pergi, tapi baru selesai sepekan setelah Pak Seno sudah di sisi Illahi.
Kesedihan saya yang bertubi-tubi itu, terutama karena persis satu minggu sebelumnya di hari Rabu, 28 Oktober 2020 siang, saya bertamu menemui Ki Seno Nugroho di rumah beliau di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saya ditemani Deputi Direktur Wilayah Jateng dan DIY Pak Suwilwan ‘Willy’ Rachmat, Asdep dari Kantor Pusat Pak Dian Seno, Kabid dari Cabang Jogja Pak Adi, awalnya kami ditemui oleh Mas Gunawan yang sejak beberapa hari sebelumnya sudah terhubung melalui telepon. Mas Gunawan merupakan orang penting dalam menetapkan jadwal ki dalang.
Dari Mas Gunawan, saya paham betapa padatnya jadwal Ki Seno Nugroho. Tidak hanya cerita tentang padatnya jadwal saja, Mas Gunawan cerita tentang banyak hal mengenai dalang milenial ini. Dalang yang banyolannya sangat khas yang membuatnya terkenal saat menampilkan panakawan (Semar, Garèng, Pétruk, Bagong) dengan guyonan yang spontan, kontekstual, aktual, cerdas dan memang lucu.
Mas Gunawan juga menceritakan bahwa Ki Dalang saat memainkan peran Bagong, ia benar-benar seolah nyawiji. Karakter Bagong di tangan Ki Seno, begitu menyatu sehingga Bagong terasa nyata. Banyak orang yang ingin belajar menirukan suara Bagong yang demikian khas.
Obrolan sedikit terhenti saat sajian teh manis panas dihidangkan di tengah-tengah asyiknya pembicaraan tentang ki dalang. Tak lama setelah itu, Ki Dalang Seno Nugroho dengan mengenakan kaos merah berkenan menemui kami. Perkenan Ki Dalang menemui saya sebagai fans dan anggota PWKS wilayah Kulon Progo, tentu membuat bungah membuncah.
Saat bertemu, saya mencoba memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud hati. Saya mengunggah ingatan Ki Dalang bahwa sebelumnya beliau pernah kami undang untuk mendalang di kampung halaman, Nganjir. Kedatangan saya serombongan ingin kembali meminta Ki Seno mendalang di hari ulang BPJAMSOSTEK.
Dalam skenario yang saya coba rancang, ketika tanggal 5 Desember 2020 malam, bertepatan dengan hari ulang tahun lahirnya jaminan sosial ketenagakerjaan ke-44, Ki Seno ngudal piwulang (membeberkan ilmu) tentang pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan.
Saya berkeyakinan bahwa melalui seni wayang dengan bahasa yang sederhana, masyarakat terutama pekerja mandiri lebih bisa menyerap pesan yang disampaikan. Melalui wayang, saya ingin memberikan tontonan sekaligus tuntunan yang mengajak masyarakat menuju kehidupan yang lebih sejahtera dengan mengikuti program dari BPJS Ketenagakerjaan. Semua upaya untuk mengajak pekerja Indonesia lebih sejahtera mesti dilakukan, termasuk mengajak milenial lewat media youtube atau medsos lainnya.
Ki Seno sepakat di tanggal 5 Desember 2020 mendalang virtual. Lalu saya meminta Pak Dian untuk segera mematangkan konsep dan mencari artis sebagai bintang tamu yang mendukung acara supaya lebih meriah. Sementara saya mencoba mengepaskan lakon sesuai tema ulang tahun. Rasanya lakon Gatutkaca Lahir sangat pas. Walaupun Gatutkaca berotot kawat dan bertulang besi, ia juga butuh perlindungan diri. Dan, jaminan sosial ketenagakerjaan adalah kunci.
Namun, rencana wayangan dengan dalang kondang Ki Seno itu kini tinggal kenangan. Dalang kehidupan yang sejati adalah Tuhan yang mengatur bumi dan seisinya. Dan, kita manusia (termasuk Ki Seno) adalah wayang yang tak punya kuasa apa-apa.
Tuhan, Sang Sejatinya Dalang, meminta Ki Seno menghadapnya begitu mendadak. Dan, Ki Seno hanyalah wayang yang tak kuasa untuk menolak.
Sebuah pelajaran atas peristiwa “dalang dan wayang” yang mesti kita pahami dan dalami. Kita seolah diingatkan agar melakukan penyiapan diri. Dalang yang memainkan wayang ternyata di mata Tuhan hanyalah wayangnya saja. (tamat)
(Al Fatihah untuk Ki Dalang Kondang Seno Nugroho.)
Depok, 11.11.2020. Salam NKS – Ndongake Ki Seno