Jakarta,Koranpelita.com
Kurangnya perhatian keluarga terhadap kecukupan gizi bagi balita bisa menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka stunting di Indonesia yang pada 2019 masih mencapai 27,7 persen atau sebanyak 7 juta balita mengalami stunting. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak.
Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, kemiskinan kian bertambah, angka pengangguran dan tingkat pendidikan rendah. Keluarga dan anak-anak yang jatuh miskin dalam waktu singkat akan mengalami dampak berat dalam hal keamanan pangan rumah tangga.
Hasil survei FOI (Agustus 2020 di 14 kota), 27% balita ke sekolah dengan perut kosong karena tidak makan hingga siang hari. Bahkan di daerah padat perkotaan,angkanya mencapai 40-50%.
Jika kelaparan terjadi dalam jangka panjang, terdapat kemungkinan gizi buruk yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada balita.
Bincang Media yang diinisiasi FOI merupakan usaha untuk mengajak media ikut secara aktif mengedukasi masyarakat terhadap isu kelaparan pada balita melalui aksi nyata, dan edukasi kepada para bunda dan pengasuh anak-anak untuk membangun narasi pangan yang baik untuk balita.
Pangan lokal bisa jadi pilihan yang baik demi masa depan Indonesia merdeka 100% dari rasa lapar. Sebelum pandemi COVID-19, Indonesia memiliki 7 juta balita yang mengalami stunting.
Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak (Riskesdas 2018). Pada sebuah keluarga, balita memanglah kelompok yang paling rentan dalam hal distribusi makanan.
Mereka sangat tergantung orang tua untuk pemenuhan gizinya, dan kebutuhan ini seringkali tergeser oleh kebutuhan keluarga yang lain. Bahkan menurut penelitian FOI, ada sekitar 27% persen anak usia dini atau balita di Indonesia mengalami kelaparan pada saat pagi hingga siang hari.
Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19, kemiskinan yang bertambah, angka pengangguran, dan tingkat pendidikan yang rendah. Keluarga dan anak-anak yang jatuh miskin dalam waktu singkat akan mengalami dampak berat dalam hal keamanan pangan rumah tangga dan keterbatasan terkait akses, ketersediaan, dan keterjangkauan bahan makanan sehat. Peluang generasi yang hilang dalam situasi pandemi Covid-19 semakin terbuka,seperti yang terjadi pada rentang 1997 dan 1998 saat terjadinya krisis ekonomi Tentunya masalah ini harus mendapat perhatian dari berbagai pihak tak terkecuali peran media.
Sesuai dengan Pasal 72 ayat (5) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Peran media dalam perlindungan anak dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan
materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
Untuk memperingati hari Sumpah Pemuda 2020, FOI mengadakan acara Bincang Media untuk mengajak media ikut secara aktif mengedukasi masyarakat terhadap isu kelaparan pada balitamelalui aksi nyata dan bangkit kembali ke pangan lokal demi mewujudkan Indonesia merdeka
100% dari rasa lapar.
Bincang media ini dibuka oleh Dekan FTP UGM dan menghadirkan narasumber pakar dan multi stakeholder dari Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak,KPPPA, akademisi, dunia usaha yang diwakili oleh Frisian Flag yang memaparkan peran media di lintas sektor tersebut. Melalui kampanye Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia Seri Ikan untuk Anak, FOI bersama Beejay Seafood akan memberikan ikan untuk 20 ribu anak di 7 Provinsi di Indonesia sebagai aksi nyata kembali ke pangan lokal.
Menurut Hendro Utomo selaku founder FOI, menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan upaya FOI agar terus bergerak memerangi kelaparan pada balita untuk mencapai impian Indonesia merdeka. Hendro berharap, melalui kegiatan ini media dapat mengedukasi masyarakat untuk melalui narasi pangan yang baik demi mendukung balita yang merupakan masa depan Indonesia.
“Media bisa melakukan banyak hal untuk membantu anak-anak balita demi masa depan Indonesia dengan cara membangun kesadaran, mengangkat pentingnya narasi pangan yang baik untuk anak-anak dan mengubah perilaku yang menyebabkan 27% anak-anak balita kita masih menderita kelaparan,” jelas Hendro.
Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Lenny N Rosalin mengungkapkan, dalam hal tumbuh kembang anak, media juga berperan penting mengedukasi orang tua dan mengangkat isu pemenuhan hak anak atas pangan “Mari kita bersinergi memerangi kelaparan balita, demi kepentingan terbaik bagi 80 juta anak Indonesia yang kita cintai. Mereka masa depan kita, mereka generasi penerus bangsa”, ungkap Lenny.
Menurut Wartawan Kompas, Andreas Maryoto, bahwa media mempunyai peran menjadi motor untuk mengajak masyarakat memerangi kelaparan pada balita. “Media mempunyai peran penting dalam masyarakat, sebagai fungsi pendidikan, media harus secara aktif melakukan edukasi untuk mewujudkan Indonesia Merdeka dari rasa lapar,” Jelas Maryoto.
Semoga generasi yang hilang dapat diantisipasi pemerintah dan industri swasta. Sehingga, anak-anak Indonesia tetap dapat mengakses pangan bergizi di tengah kesulitan ekonomi yang kini melanda negara kita. (Vin)