Sejarah Lisan dalam Menulis Buku Biografi B.M. Diah

Oleh Dasman Djamaluddin

” Sejarah Lisan atau Narasi berhasil membangun pemahaman yang lebih baik mengenai masa lampau dengan cara menyediakan pandangan dan kisah yang makin luas bagi generasi mendatang. Kemungkinan yang demokratis yang dibuka oleh sejarah narasi terletak pada keanekaragaman pandangan yang dapat disediakan. Sejarah narasi dapat membebaskan peneliti dari kendala-kendala definisi tradisional dan politis mengenai siapa yang membuat sejarah dan apa yang disebut sumber sejarah”

— Hong Lysa (History Department and the Southeast Asian Studies, National University of Singapore)

Sejarah Lisan atau Narasi, itulah sebenarnya yang saya kerjakan ketika menulis biografi Burhanudin Mohamad (B.M) Diah (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman) dan selesai tahun 1992, diterbitkan Pustaka Merdeka, Jakarta, 553 halaman + xxxviii.

Peluncuran buku ini diselenggarakan di Kantor Grup Merdeka, Jl. A.M. Sangaji 11, Jakarta Pusat, pada tanggal 1 Oktober 1992, tepat di Hari Ulang Tahun Harian “Merdeka,” ke – 47.

Pada tanggal 17 Agustus 2020, nama B.M. Diah kembali disebut. Presiden RI Joko Widodo menghargai sekali jasa-jasa B.M. Diah, yang telah menyelamatkan teks asli Proklamasi tulisan tangan Presiden Soekarno. Teks asli tersebut diikut seratakan ketika upacara Hari ulang tahun kemerdekaan ke-75 di Istana.

Naskah asli teks proklamasi itu adalah tulisan tangan langsung oleh Soekarno, Bapak Proklamator Indonesia, sekaligus Presiden Pertama RI. Teks ditampilkan dalam upacara peringatan HUT ke-75 RI di Istana Merdeka, Senin, 17 Agustus 2020.

Dokumen tersebut diletakkan di mimbar kehormatan, yang terletak di halaman Istana Merdeka, saat upacara berlangsung. Penyerahan dokumen dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) kepada Sekretariat Presiden dilakukan di Gedung O, ANRI, Jakarta Selatan, Minggu, 16 Agustus 2020. ”

ANRI yang telah menyimpan, merawat, dan menyelamatkan arsip negara berupa tulisan tangan Bapak Ir. Soekarno mengenai pernyataan proklamasi pada saat ini diserahkan kepada kami, Sekretariat Presiden, untuk bersama-sama kita tampilkan di mimbar kehormatan,” ujar Deputi Bidang Administrasi dan Pengelolaan Istana Sekretariat Presiden, Rika Kiswardani, melalui keterangan tertulis, Minggu, 16 Agustus 2020.

Sebelumnya, dokumen tersebut diselamatkan dan disimpan oleh tokoh pers dan pejuang kemerdekaan, B.M. Diah.

Naskah kemudian diserahkan kepada Presiden Kedua RI Soeharto, di Bina Graha, Jakarta, tanggal 19 Mei 1992. Kemudian konsep asli itu diteruskan kepada Menteri Sekretaris Negara periode 1988-1998, Moerdiono. ANRI kemudian menyimpan naskah tersebut sejak diterima dari Moerdiono di tahun 1992 tersebut. Pada bagian inilah yang menjadi tonggak penting sejarah kemerdekaan Indonesia, karena Presiden RI Jokowi menampilkan teks tersebut di acara Kemerdekaan ke-75, 17 Agustus 2020.

B.M. Diah memang telah meninggal dunia pada 10 Juni 1996 di Rumah Sakit Jakarta. Tetapi, pada 17 Agustus 2020, jasa tokoh pers B.M. Diah, kembali dikenang.

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, B.M. Diah dirawat di Rumah Sakit Siloam Gleneagles, Tangerang, sejak April 1996.

Di usia 79 tahun, B.M. Diah meninggalkan alam yang fana ini menuju keharibaan sang pencipta. Tidak seorang pun menduga, betapa cepatnya ia berlalu, karena di usia 75 tahun, saya sering melakukan wawancara untuk buku sejarah hidupnya, hampir tiga kali seminggu. Pada waktu itu, kondisinya terlihat baik-baik saja. Di sinilah kelebihan beliau, bisa menyimpan rasa sakit.

Waktu itu, menurut sekretaris pribadinya, Eveline, saat habis wawancara dengan saya, diam-diam meluncur ke rumah sakit.

Ketika pemakaman B.M. Diah, banyak tokoh-tokoh penting yang hadir di rumah duka di Jalan Patra X, Kuningan, Jakarta Selatan, seperti Presiden Soeharto, Wapres Try Sutrisno, Menpen Harmoko, sejumlah menteri, Mochtar Lubis, Roeslan Abdulgani,SK Trimurti, konglomerat Liem Sioe Liong, keluarga dan kerabat almarhum.

Saya pribadi tidak hadir di acara pemakaman almarhum B.M. Diah itu, tetapi menulis sebuah komentar di Harian “Merdeka,” edisi 11 Juni 1996 dengan judul: “Selamat Jalan Bapak B.M. Diah.”

Saya bergabung dengan Kelompok Grup Merdeka, Majalah Berita “Topik” tahun 1983 sebagai Redaktur Pelaksana. Kemudian setelah buku “Butir-Butir Padi BM Diah,” selesai tahun 1992, saya menjadi Redaktur Luar Negeri  Harian “Merdeka.”

Harian “Merdeka,” memiliki ciri khas, yaitu berkop warna merah darah. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, 17 Agustus 1945. Harian ini terbit 1 Oktober 1945, hanya satu setengah bulan setelah bangsa Indonesia tengah berjuang merebut kemerdekaan.

Harian “Merdeka,” kemudian mengembangkan sayapnya. Pada tahun 1948, terbit “Mingguan Merdeka.” Selanjutnya “Indonesian Observer,” dan Majalah “Topik, ” pada 24 Januari 1972. Tetapi setelah B.M. Diah meninggal dunia, berangsur-angsur kelompok Merdeka runtuh.

_Sejarah Lisan_

Wawancara lisan itulah yang saya lakukan dalam rangka menulis buku: “Butir-Butir Padi B.M. Diah” (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman). Itu sebabnya di cover buku ditulis: “Diungkapkan kepada Dasman Djamaluddin.”

Sejarah lisan merupakan salah satu dari sumber sejarah, yang dapat digunakan sah sebagai penulisan sejarah. Sejarah lisan ini dibedakan dengan Tradisi lisan, yang mempunyai arti yang jauh berbeda. Bila tradisi lisan itu mempunyai arti : “Ceritera rakyat yang diungkapkan melalui lisan dan dikembangkan secera beruntun juga melalui lisan. Si pelisan
(pengungkap ceritera) tidak terikat oleh peristiwanya itu sendiri. Si pelisan bukan penyaksi dan atau bukan peserta dalam peristiwa sejarah ceritera, dan tidak bertanggung jawab atas pernyataan yang diceriterakannya”.

Tetapi, Sejarah lisan memiliki arti yang khas yang bertanggung jawab, yaitu : “Sumber sejarah yang dilisankan oleh manusia pengikut atau yang menjadi saksi akan adanya peristiwa sejarah pada zamannya”. Si pelisan benar-benar mengetahui, mengikuti kejadian masa lampau yang diceriterakan, dengan penuh tanggung jawab atas kebenarannya. Sudah tentu Tokoh Pers B.M. Diah adalah sumber sejarah primer yang beruntung saya temui tahun 1992 tersebut.

*Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta

About redaksi

Check Also

Inovasi Ketahanan Pangan Kota Semarang Kembali Raih Penghargaan Tingkat Nasional

Semarang,KORANPELITA com – Inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang di bidang ketahanan pangan kembali mendapatkan apresiasi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca