Munculnya Berbagai Kelompok Pemuda Menunjukkan Kedinamisa Pemuda

_Pemuda Ujung Tombak Kemerdekaan
Indonesia (8/Selesai)_

Oleh Dasman Djamaluddin

Bangsa Indonesia tahun 2020 ini genap berusia 75 tahun, berarti menjelang satu abad. Rasa syukur sudah tentu kita panjatkan kepada pencipta alam dan segala isinya ini. Oleh karena itu, tidaklah keliru jika di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, para pendiri negara mencantumkan kalimat: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”_

Sejarah mencatat, bahwa menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, telah muncul berbagai kelompok pemuda, seperti: ” Angkatan Baru ’45,” pimpinan Burhanudin Mohamad (B.M) Diah, Gerakan Pemuda Soekarni, Sjahrir, Gerakan Pelajar-pelajar, Gerakan Kaigun, yaitu tenaga revolusioner yang bekerja di kalangan dinas Angkatan Laut Jepang yang juga tidak mau ketinggalan.

Pemuda-pemuda inilah yang kemudian mendesak Bung Karno segera memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akhirnya melalui proses yang sedikit melelahkan dari melakukan perundingan Pegangsaan, Perundingan Cikini, hingga membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, pemuda-pemuda Indonesialah yang sangat berperan.

Ir. Soekarno juga memahami peranan pemuda tersebut. Meski terjadi beberapa kali beradu argumentasi, akhirnya Soekarno yang disebut golongan tua, bersedia berkompromi dengan golongan muda.

Cermatilah pernyataan Soekarno kepada golongan pemuda yang hadir di rumah Maeda, tanggal 16 Agustus 1945 malam. Kepada yang hadir, Soekarno menyatakan agar bersama-sama menandatangani naskah Proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran itu diperkuat oleh Drs. Moh. Hatta dengan mengambil contoh kepada naskah “Declaration of Independence” Amerika Serikat.

Usul itu kemudian ditentang oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalau tokoh golongan tua yang disebut sebagai “budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah Poroklamasi. Tetapi kemudian salah seorang tokoh pemuda, yakni Soekarni mengusulkan agar yang menandatangi naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Bukankah mereka berdua yang pada masa  itu dimana-mana dikenal sebagi pemimpin utama bangsa Indonesia? Usul ini disetujui para tokoh yang datang.

Selanjutnya setelah merubah beberapa kata dalam konsep proklamasi tersebut, Bung Karno yang didampingi Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo membacakan sekali lagi teks yang sudah menjalani perubahan itu. Setelah disetujui semua anggota, maka Bung Karno memanggil seorang pemuda yang kebetulan lewat di depannya untuk mengetik. Yang lewat itu adalah Sayuti Melik.

“Ti,Ti, tik ini”, ujar Bung Karno. B.M. Diah yang sejak semula bernaluri wartawan, ikut serta bersama Sayuti Melik ke kamar sebelah. Setelah selesai mengetik, kertas Proklamasi asli di simpan B.M. Diah dalam saku.  Setelah ditik lalu diserahkan kembali kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Kedua pemimpin bangsa itu pun lalu membubuhi tandatangannya atas nama bangsa Indonesia. (Djamaluddin, 1992: 53-56).

Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah bersih itu, yakni:

1.      “tempoh” diganti menjadi “tempo”.

2.      “wakil-wakil bangsa Indonesia”diganti dengan “Atas nama Bangsa Indonesia”.

3.      “Djakarta, 17-8-05” diganti”Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.

Jadi ketikan tersebut berbunyi:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta

(tanda tangan Soekarno)

(tanda tangan Hatta).

Tentang tempat pembacaan. Soekarni melaporkan bahwa Lapangan Ikada telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan Naskah Proklamasi. Ir. Soekarno tidak setuju karena sangat riskan terjadi bentrokan. Karena itu ia mengusulkan supaya upacara Proklamasi dilakukan dirumahnya di Jalan Pengangsaan Timur No. 56 saja. Usul itu disetujui.

_Pembacaan Teks Proklamasi_

Pada pukul 05.00 (waktu Jawa pada zaman Jepang), para pimpinan dan pemuda keluar dari ruangan rumah Laksamana Maeda, mereka pulang kerumah masing-masing dan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan.

Sebelum pulang, Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor berita terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks Proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.

Pagi itu tanggal 17 Agustus, di asrama segera diadakan rapat untuk menetapkan langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil sehubungan dengan akan dilakukannya proklamasi yang akan diumumkan Bung Karno pada pukul 10.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945. Rapat antara lain mengambil keputusan sebagai berikut:

1.    Di samping pembacaan Proklamasi di Pegangsaan Timur 56, di Asrama Prapatan 10 akan diadakan juga proklamasi itu yang berfungsi sebagai duplo/cadangan pengganti jika di Pegangsaan Timur 56 terjadi apa-apa, misalnya diserbu kempeitai, maka masyarakat mengetahui, bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa dan tanah air sudah dilakukan.

2.  Mengirimkan pasukan mahasiswa ke Pegangsaan Timur untuk menjaga keamanan jalannya upacara proklamasi.

3.   Sesudah terjadinya proklamasi mahasiswa diperintahkan menyebar ke seluruh kota untuk menyebarluaskan isi teks proklamasi yang telah dibacakan secara resmi oleh Bung Karno, dimana Soekarno Hatta mewakili bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Republik Indonesia.

4.   Mengirimkan empat orang mahasiswa ke Hoosyokoku (gedung radio) di Merdeka Barat supaya teks proklamasi diusahakan disiarkan melalui radio.

5.   Mengundang golongan pemuda untuk berkumpul pada sore harinya sesudah buka puasa di Asrama Prapatan 10 untuk bersama-sama merundingkan langkah-langkah apa saja yang perlu diambil untuk mengisi dan melaksanakan tugas-tugas setelah adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia.

6.   Para mahasiswa masing-masing diharuskan memilih tugas apa yang diingininya guna membantu terlaksanannya pengambilalihan pemerintahan dan sebagainya. Supaya selalu disiplin dan siap menerima komando yang diberikan oleh pimpinan.

7.   Memperketat penjagaan asrama untuk menghadapi segala macam kemungkinan, diantaranya pemerintah Jepang yang diperkirakan memusuhi proklamasi ini.

Pada pagi hari itu juga rumah Ir. Soekarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang berbaris secara teratur dan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan Proklamasi, dr. Muwardi meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan beberapa orang anak buahnya berjaga-jaga disekitar rumah Ir. Soekarno. Permintaan ini dipenuhi oleh Cudanco Latief dan beberapa orang prajurit Peta berjaga-jaga disekitar jalan kereta api yang membujur ke belakang rumah itu.

Di samping itu, di ksatrian mereka di Jaga monyet telah disiagakan pasukan yang dipimpin oleh Syodanco Arifin Abdurrahman. Sementara itu persiapan di Pegangsaan Timur sendiri cukup sibuk. Wakil Walikota Suwiryo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan, yaitu mikrofon dan beberapa pengeras suara. Mr. Wilopo dan Nyonoprawoto pergi ke rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Gunawan mengijinkan dan mengirimkan seorang pemuda kepercayaannya untuk melayani penggunaannya.
Sedangkan Sudiro (sekertaris Ir. Soekarno) memerintahkan kepada S. Suhud komandan Pengawal Rumah Ir. Soekarno, untuk menyiapkan satu tiang bendera.

Karena situasi yang tegang Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah masih ada dua tiang besi yang tidak di gunakan.
Ia tidak ingat sama sekali untuk memindahkan salah satu tiang itu. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi tali, lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras.

Bendera yang dijahit dengan tangan yang akan dikibarkan, sudah disiapkan oleh ibu Fatmawati Soekarno. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran tidak sempurna.

Adapun acara yang ditentukan dalam upacara itu, diatur sebagai berikut:

1.  Pembacaan Proklamasi.

2.   Pengibaran bendera Merah Putih.

3.    Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.

Para pemuda sudah tidak sabar, mereka mendesak dr. Muwardi agar segera mengingatkan Ir. Soekarno bahwa hari telah siang. Karena desakan mereka, dr. Muwardi memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Ir. Soekarno. Setelah dibukakan pintu, ia menyampaikan keinginan para pemuda. Bung Karno menolak desakan para pemuda itu. Ia menyatakan bahwa ia tidak mungkin melakukannya sendiri tanpa hadirnya Drs. Moh. Hatta. Ia harus menunggu hadirnya Hatta. Dr Muwardi masih mendesak dan menyatakan bahwa hal itu lebih baik dikerjakan oleh Ir. Soekarno sendiri saja tanpa kehadiran Bung Hatta. Karena naskah Proklamasi toh sudah ditandatangani berdua. Karena didesak juga, Ir Soekarno menjawab dengan nada marah: “Saya tidak akan membacakan Proklamasi kalau Hatta tidak ada. Kalau Mas Muwardi tidak mau menunggu silahkan membaca Proklamasi sendiri”.

Justru pada saat itu dari halaman luar terdengar suara berseru “Bung Hatta datang”. Lima menit sebelum acara di mulai, Hatta datang. Ia berpakaian putih-putih dan langsung menuju kekamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Hatta, Soekarno bangkit dari tempat tidurnya dan langsung berpakaian. Juga ia mengenakan stelan putih-putih

Tepat pada waktunya, tanggal 17 Agustus 1945 setelah para pemuda, sejumlah Barisan Pelopor dan undangan hadir di halaman Pegangsaan Timur 56, tampillah Suwirjo di depan corong radio dan mengucapkan pidato. Isinya, selain mengucap terima kasih atas kedatangan segenap hadirin, juga menegaskan apa perlunya mereka pagi itu berkumpul disitu. Yaitu untuk mendengarkan dan menyaksikan Proklamasi Kemerdekaan.

Beberapa menit sebelum pukul 10.00WIB, Cudanco Latief Hendraningrat mengetuk pintu kamar Ir. Soekarno, dan setelah dibukakan pintu bertanya: “ Apakah Bung Karno sudah siap?”. Kedua pemimpin itu mengangguk, lalu keluar bersama-sama menuju tempat yang tersedia, diiringi oleh Nyonya Fatmawati Soekarno. Upacara berlangsung tanpa protokol. Segera Latief memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda, yang telah menunggu sejak pagi. Semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief mempersilahkan Ir. Soekarno, Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Soekarno mendekati mikrofon.

Dengan suara yang mantap dan jelas ia mengucapkan pidato pendahuluan yang singkat sebelum membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan:

“Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta saudara hadir di sini untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita.

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.

Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam Zaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia, Permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara!

Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dan lain-lain, di selenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

 Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno / Hatta

(tanda tangan Soekarno)

(tanda tangan Hatta)

Demikianlah saudara-saudara!

Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi. Insya’ Allah, Tuhan memberkati kemerdekan kita itu”.

Tepat pada saat pengucapan proklamasi itu pengeras suara yang dipakai rusak. Hal ini mungkin disebabkan kabel-kabel rusak, terinjak-injak oleh massa. Acara selanjutnya dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di depan tiang. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan, dan mengikatnya pada tali dengan bantuan Cudanco Latief. Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin spontan menyanyikan lagu  Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali untuk menyesuaikan iramanya dengan lagu Indonesia Raya yang cukup panjang.

Selesai itu terdengar anggota PETA di kamar kerja Soekarno berteriak melalui telpon, “Ia, Sudah selesai!”

Seusai pengerekan bendera diteruskan dengan sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi. Seusai upacara, kemudian mereka saling bertukar fikiran sebentar, lalu masing-masing meninggalkan tempat. (Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta)

About redaksi

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca