Pemuda-Pemudi Masa Kini Tak Kalah Semangatnya dari Generasi 1945

*Pemuda Ujung Tombak Kemerdekaan Indonesia (3)*

Oleh Dasman Djamaluddin

Bangsa Indonesia tahun 2020 ini genap berusia 75 tahun, berarti menjelang satu abad. Rasa syukur sudah tentu kita panjatkan kepada pencipta alam dan segala isinya ini. Oleh karena itu, tidaklah keliru jika di pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, para pendiri negara mencantumkan kalimat: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Apa itu pemuda-pemudi generasi muda Arkamaya Universitas Brawijaya, Malang?

Mereka adalah generasi muda, yang bukan ingin mencapai gelar Magister atau Doktoral, tetapi lihatlah mereka adalah anak muda yang ingin mencapai titel sarjana di Universitas Brawijaya, Malang.

Menariknya, adalah meski, salah seorang dari mereka meneliti ke Jakarta dari Malang, hanya satu tokoh, sebut saja Burhanudin Mohamad (B.M) Diah, tetapi beberapa orang ini bersama-sama ikut menemani. Suatu sifat gotong royong sudah mereka praktekan di dalam sebuah penelitian. Mereka adalah team yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Sebagai penulis biografi: “Butir-Butir Padi B.M.Diah (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman) diungkapkan kepada Dasman Djamaluddin (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992), saya kagum dengan mereka. Sebelum bertemu dengan saya di Jakarta, kelompok studi Arkamaya tersebut.

Mereka dibagi menjadi dua bagian jika dilihat dari asal diperolehnya data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan (Kriyantono,2006). Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang diperoleh dari informan yaitu putera B.M Diah, wartawan senior Harian _Merdeka_ , sejarawan, dan pengunjung yang hadir di acara Arkamaya.

Studi jurnalisme merupakan salah satu bidang yang paling cepat berkembang dalam disiplin penelitian komunikasi dan studi media. Beberapa tahun terakhir juga telah terlihat bahwa penciptaan bagian studi jurnalism ada dalam International Communication Association (ICA), the International Association for Media and Comunication Research (IAMCR), dan the European Communication Research and Education Association (ECREA). Jumlah jurnal regional tentang studi jurnalism juga terus mengalami perkembagan, misalnya penelitian jurnalisme Brasil, studi jurnalism Afrika, Serta sejumlah jurnal semi-perdagangan seperti ulasan jurnalisme Inggris, jurnalism global, dan jurnalism Amerika.

Tidak adanya kemauan untuk mempelajari sejarah, terutama dengan metode belajar melalui membaca literatur tentang sejarah merupakan suatu yang banyak dialami oleh setiap individu. Meskipun tidak semua individu merasakan hal seperti itu, namun tingkat membaca Indonesia tetap saja masih tergolong rendah. Catatan dari Most Literate Nations in the World menunjukkan bahwa pada tahun 2016 Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara pada pemeringkatan literasi internasional. Sementara data yang diperoleh dari PISA (Programme for International  Student Assessment), sebuah metode untuk menilai kemampuan literasi siswa,
menunjukkan bahwa tingkat membaca siswa Indonesia menempati urutan ke-39 dari 41 negara di tahun 2002. Hal ini mengalami sebuah penurunan angka pada tahun 2015. Indonesia menempati urutan ke-69 dari 76 negara yang memiliki minat baca (timesindonesia.co.id).

Untuk mengatasi ketidakmauan setiap individu yang enggan untuk membaca
literatur, khususnya terkait dengan sejarah, perlu dilakukan sebuah pengembangan dalam menyampaikan pengetahuan yang menarik dan tidak membosankan. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh Madjid & Wahyudhi (2014) mengungkapkan bahwa sejarah seharusnya dapat disajikan secara menarik dan berkesan sehingga menimbulkan minat orang untuk mempelajarinya.

Seni dapat digunakan sebagai alternatif sebagai sarana edukasi kepada
masyarakat. Leavy (dalam Bagley & Salazar, 2012) mengungkapkan bahwa penelitian bebasis performance research pada dasarnya adalah penelitian yang mengadopsi seni yang digunakan sebagai alat untuk melakukan riset kualitatif.

Hadirnya praktik jurnalisme di Indonesia merupakan suatu cerita yang
panjang karena hal tersebut bersinggungan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan dari belenggu penjajah. Setiap negara tentu memiliki sejarah yang melatarbelakangi praktik jurnalisme yang dimiliki.

Begitu juga dengan praktik jurnalisme yang terjadi Indonesia. Taufik (1977)
mengungkapkan bahwa terdapat sebab-sebab yang lebih pokok dan penting terkait dengan perbedaan dari praktik jurnalisme di setiap negara, yaitu bahwa bentuk pers adalah selamanya disesuaikan dengan struktur politik serta sosial di tempat pers tersebut bergerak. Sehingga dengan begitu setiap negara akan memiliki pers dengan corak yang berbeda-beda.

Sejarah pers di Indonesia digolongkan oleh Taufik (1977) dalam tiga  golongan, yaitu sejarah pers nasional, pers kolonial, dan pers Cina. Keadaan pers di Indonesia di masa penjajahan menyesuaikan dengan keadaan masyarakat pada saat itu yang terdiri dari tiga golongan penduduk. Namun dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kajian tentang pers nasional dengan sedikit menyinggung tentang pers kolonial yang saling memiliki hubungan dalam sejarah perkembangan pers di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, Taufik (1977) menceritakan bahwa pers
nasional merupakan alat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa sebagai usaha memperbaiki nasib rakyat yang terjajah. Pada era ini banyak media cetak seperti harian dan majalah yang dimiliki oleh Belanda.

Surat kabar pertama di Indonesia
yang diterbitkan oleh Belanda merupakan Memories de Nouvelles. Media cetak di masa ini semata-mata bersifat komersil dengan menyajikan iklan-iklan tentang  lelang. Namun isi beritanya juga tetap memuat tentang berita-berita Eropa yang diusahakan oleh seorang raja. Selain Belanda, Inggris juga sempat menduduki Indonesia dan menerbitkan media cetak dengan mengganti nama media cetak milik Belanda sebelumnya. Media itu bernama De Bataviasche Koloniale Courant  dan  berganti menjadi The Java Goverment Gazette. Harian tersebut isinya berupa lelucon-lelucon yang menyindir pemerintah.

Adalah Zuyyina Afwa (2018), Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang yang meneliti tentang tokoh pers B.M. Diah. Arkamaya adalah sebagai sarana memperkenalkan Tokoh Pers B.M. Diah (Studi Communication History berbasis Performance Research).

Bagi Zuyyina Afwa, Burhanudin  Mohamad Diah (B.M Diah) merupakan seorang tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, pengusaha, dan menteri penerangan pada Era Presiden Republik Indonesia kedua (1996-1988). Di bidang pers, ia mendirikan Harian “Merdeka” sebagai surat kabar tertua setelah Indonesia merdeka. Sebagai pemimpin di Harian _Merdeka_ , B.M Diah seorang yang konsisten dalam melaksanakan garis politik yang dijadikannya sebagai acuan pemberitaan Harian _Merdeka_ hingga surat kabar ini mampu bertahan hingga tahun 1996 .

Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai kiprah dan
pemikiran B.M. Diah sebagai seorang jurnalis dan seorang  pejuang di masa penjajahan.

Dalam penelitian ini, menurut Zuyyina Afwa, communication history
menggunakan perspektif sejarah dalam melihat tokoh pers sebagai bagian dari
sejarah ilmu komunikasi. Penelitian ini berupaya untuk memperkenalkan sosok B.M.Diah kepada masyarakat dengan metode performance research.

Performance research ini dibuat dalam bentuk ekshibisi seni bernama  Arkamaya yang bekerja sama dengan seniman lokal di Malang.

Penelitian ini menggunakan
media seni berupa film dokumenter berjudul Ekspedisi Butir Tinta, seni visual seperti mural dan wheatpaste, penampilan puppet show wayang wolak-walik, monolog, teater, dan puisi. Penggunaan metode performance research adalah pilihan tepat dalam mengembangkan kajian communication history. Di penelitian-penelitian hadir dalam bentuk teks, Performance research mampu memberikan jalan agar hasil penelitian dapat disebakan kepada masyarakat.

Hasil penelitian dari temuan data yang diperoleh peneliti menunjukkan
bahwa masih sedikitnya masyarakat yang mengenal B.M Diah sebagai tokoh pers Indonesia yang kritis dan nasionalis disebabkan karena minimnya literasi terkait  tokoh tersebut.

Hadirnya Arkamaya sebagai bentuk penelitian dengan metode
performance research menjadi sarana dalam memperkenalkan tokoh pers B.M
Diah dengan sikap kritis dan nasionalis yang dimilikinya dalam sebuah konsep seni untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan pemaknaan terhadap tokoh pers Indonesia B.M. Diah. (Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta)

About redaksi

Check Also

Inovasi Ketahanan Pangan Kota Semarang Kembali Raih Penghargaan Tingkat Nasional

Semarang,KORANPELITA com – Inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang di bidang ketahanan pangan kembali mendapatkan apresiasi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca