Oleh Dasman Djamaluddin
*B.M. Diah: “Aku orangnya tidak suka adanya suatu ketidakseimbangan. Aku begitu yakin dengan politik seimbang. Sebab setiap kekuatan atau perorangan yang menyangka hanya dirinya paling kuat cenderung jelek. Bisa otoriter, bisa korup, arogan dan lain-lain. Ini suatu kenyataan empiris dan historis.”*
Dua hari saya di Lampung, tanggal 28 dan 29 Oktober 2015. Bagi saya, pertemuan dengan mantan wartawan Harian “Merdeka,” H. Harun Muda Indrajaya sangat berkesan. Berkesannya, Harun Muda Indrajaya berusaha mengingatkan saya akan kebesaran dan kejayaan sebuah surat kabar bernama “Merdeka,” pimpinan Burhanudin Mohamad (B.M) Diah tersebut.
Saat perayaan HUT ke-47 harian yang merupakan salah satu koran dikelola sendiri secara lokal itu, yaitu ” Lampung Ekspres, ” saya juga hadir di Lampung. Harun Muda Indrajaya masih sempat tampil ke depan publik, kendati harus menggunakan kursi roda, dengan didampingi istri dan anak-anaknya.
Tetapi seusai acara, Harun Muda Indrajaya sempat jatuh, tetapi masih sadar. Saya ikut mengiringi beliau ke ruang peristirahatan. Ya, manusia tidak menyangka, di bulan Desember tahun 2015 itu juga, beliau meninggal dunia.
Meski Harun Muda Indrajaya waktu itu memiliki tiga surat kabar di Lampung, Harian “Ekspres,” Lampung Ekspres,” dan Harian “Oku Raya,” tetapi ketika berbincang-bincang mengenai Harian “Merdeka,” milik B.M.Diah yang terbit pada 1 Oktober 1945, matanya menatap tajam ke depan dan seakan-akan jiwanya menyatu dengan semangat kemerdekaan, di mana kita (saya dan Harun Muda Indrajaya) pernah bergabung bersama di surat kabar tersebut.
Harun Muda Indrajaya sekarang telah tiada. Beliau meninggal Beliau telah mendahului kita menghadap Sang Khalik. Pertanyaan di hati saya muncul, mungkinkah cita cita Harun Muda Indrajaya itu terwujud?
Harun Muda Indrajaya (66 tahun) bin H Batin Daud Sampurnajaya, meninggal dunia dalam perawatan di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung, Sabtu, 26 Desember 2015 malam. Ia meninggal pukul 22.46 WIB, di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
Almarhum kemudian disemayamkan di rumah duka di Jl Urip Sumoharjo 88, Gunungsulah, Bandar Lampung dan selanjutnya dimakamkan.
Harun Muda Indrajaya, lahir di Pekon Fajarbaru, Pagelaran, Pringsewu, Lampung pada 13 Oktober 1949.
Almarhum meninggalkan satu orang istri (Hj Megawani) dan lima orang anak.
Harun Muda Indrajaya merupakan tokoh pers Lampung yang dididik oleh H Solfian Akhmad (pemilik dan pendiri Harian Umum Lampung Post), dan berkiprah bersama dengan beberapa tokoh pers di Lampung, seperti Martubi Makki (alm), Matjik Yatim (alm), Bambang Ekawijaya, dan Kolam Pandia (alm) , serta Syachroedin (alm).
_B.M. Diah_
Adalah B.M.Diah,( namanya yang populer disingkat waktu itu), yang mendirikan media cetak , bernama Harian “Merdeka,” sebuah nama yang sesuai dengan pekik rakyat Indonesia waktu itu: “Merdeka!.” Logo Merdeka diberi warna merah darah, sebuah simbol keberanian untuk berani mati, berani bersimbah darah demi memperjuangkan sebuah kemerdekaan.
“Sepertinya semangat itu telah pudar,” ujar Harun Muda Indrajaya kepada saya sewaktu bertemu saya tahun 2015 itu. “Kita seakan-akan tidak memiliki idealisme lagi, yang kita tuju sekarang ini hanya kekayaan materi semata-mata. Kekayaan untuk mencapai cita-cita, sebuah idealisme telah pudar,” tegas Harun.
Memang tidak dapat disangkal perjalanan sejarah bangsa itu, ya, demikianlah adanya. Kepentingan sesaat sering diperebutkan. Tidak memikirkan apakah kepentingan sesaat itu akhirnya menjebloskan kita ke ruang jeruji besi. Lebih dari itu, adalah kita sudah kehilangan rasa malu. Tidak lagi memikirkan anak-anak cucu kita yang akan menjadi olokan temannya di sekolahnya, tersingkir dari pergaulan teman-teman, karena ayahnya sudah diberi cap seorang koruptor.
Di saat-saat seperti inilah, kita merindukan sosok yang jujur dan berani seperti B.M.Diah. Saat-saat saya bergabung di Surat Kabar “Merdeka,” hampir seluruh perwakilan negara asing di Jakarta, jika sudah dilantik oleh Presiden di Istana Negara, langsung menemui B.M.Diah. Pun ketika masa tugasnya berakhir, setelah berpamitan dan melaporkan tugasnya berakhir kepada Presiden, ia kembali menemui B.M.Diah.
Keseimbangan informasi itulah yang selalu diharapkan dunia. Ketika kita hanya mendengar sumber-sumber informasi dari Dunia Barat, nyatanya informasi itu bisa salah jika tidak membaca informasi dari Timur. Singkatnya, keseimbangan informasi dan keseimbangan kekuatan di dunia akan menciptakan kestabilan dunia.
Jika tidak terjadi keseimbangan informasi dan kekuatan di dunia ini, lihatlah nasib Irak yang hancur akibat serangan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Bekas-bekas pemboman pasukan AS dan sekutunya itu masih terlihat di sekitar Bandara Baghdad ketika saya ke sana pada bulan September 2014. Menyedihkan. (Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta)