Jakarta, Koranpelita.com
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Ciput Purwianti mengungkapkan sebanyak 70% penyandang disabilitas belum memahami protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19.
Hal ini berdasarkan hasil kajian cepat secara daring oleh Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas Respons Covid-19 April 2020.
Perlu perhatian bersama, mengingat anak penyandang disabilitas berisiko tinggi terpapar Covid-19 dan mengalami berbagai persoalan. Terhambat memahami langkah-langkah pencegahan keterpaparan covid, keterbatasan akses layanan kesehatan dan terapi, bermasalah dalam aspek pengasuhan, rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi, sulit mengakses layanan pendidikan berkualitas, merupakan sederetan masalah yang kerap muncul.
“Untuk melindungi anak penyandang disabilitas, Gugus Tugas Covid-19 telah mengeluarkan Protokol Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas dalam Situasi Pandemi Covid-19 yang bertujuan untuk memberikan dukungan, layanan, dan bantuan bagi anak penyandang disabilitas, baik yang berstatus tanpa gejala, dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, dan terkonfirmasi Covid-19. Protokol ini merupakan salah satu dari lima protokol terkait perlindungan khusus anak yang telah disusun dan direkomendasikan Kemen PPPA kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” ungkap Ciput pada acara Dialog Media (Media Talk) dengan tema Pendampingan Terhadap Anak Penyandang Disabilitas dalam Masa Pandemi Covid-19.
Ciput menambahkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan ada sejumlah 3,3% anak di Indonesia berusia 5-17 tahun yang mengalami disabilitas. Dalam upaya mencegah anak penyandang disabilitas tersebut dari paparan Covid-19 dan memenuhi hak-haknya, diperlukan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang mereka dengan mematuhi protokol perlindungan anak disabilitas dan protokol kesehatan yang ada.
“Upaya ini dapat dilakukan dengan melaksanakan protokol perlindungan anak disabilitas di empat lingkup pendampingan, yaitu di rumah oleh orangtua/wali/pendamping, di rumah sakit/layanan kesehatan oleh tenaga medis dan tenaga profesional, di panti oleh pemberi layanan sosial, serta melakukan koordinasi dan kerjasama dengan seluruh pihak yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, keluarga, petugas pemberi layanan sosial/medis, masyarakat, dan organisasi penyandang disabilitas,” tambah Ciput.
Kemen PPPA juga menyediakan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) bagi anak rentan terpapar Covid-19 dan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan spesifik bagi penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan terdampak Covid-19.
Ciput mengungkapkan pendampingan bagi anak disabilitas penting untuk dilakukan mengingat keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan sensorik yang dialami dalam berinteraksi seringkali menjadi penghambat bagi mereka untuk aktif berpartisipasi dengan efektif. Belum lagi terbatasnya dukungan yang mereka dapatkan. Inilah yang menyebabkan anak penyandang disabilitas termasuk dalam kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus, serta membutuhkan penanganan dan pencegahan berbeda-beda sesuai karakteristik masing-masing.
Ketua Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala, Budi Prasojo menjelaskan tidak mudah bagi anak penyandang disabilitas memahami kondisi pandemi ini. Pendampingan keluarga dan orangtua sangat penting bagi anak penyandang disabilitas, terutama memasuki era normal baru ini, mengingat keterbatasan yang dimiliki anak dan minimnya pemahaman orangtua, keluarga maupun pendamping.
“Oleh karena itu, kami memberi informasi dan edukasi terkait Covid-19, cara mencegah penularannya, cara mendampingi anak belajar di rumah, dan apa saja protokol kesehatan yang harus dilakukan. Edukasi ini kami berikan tidak hanya kepada anak, tapi juga orangtua maupun orang dewasa lainnya sebagai pendamping,” ungkap Budi.
Budi menjelaskan pihaknya telah memberikan berbagai upaya pendampingan kepada anak penyandang disabilitas, khususnya saat menghadapi pandemi Covid-19. Adapun pendampingan yang diberikan berupa pendampingan individu (seperti kegiatan rutin merawat dan membersihkan diri sendiri). Selain itu, melakukan pendampingan kelompok melalui sosialisasi dengan memanfaatkan waktu luang dan pendampingan vokasional (bimbingan kejuruan), serta pendampingan bersama keluarga melalui kegiatan pembelajaran di rumah. (D)