Oleh: Muhammad Gumarang
Akibat pendemi covid 19 yang melanda hampir seluruh belahan dunia bahkan membuat Negara besar seperti Amerika Serikat dan lainnya yang sudah tergolong memiliki tingkat perekonomian, ilmu pengetahuan dan tehnologi yang maju tak luput menjadi sasaran serius covid 19 yang mrnyebabkan seakan Negara yang sekelas super power yang bergelar Negara adidaya seperti Amerika Serikat tak berdaya, bahkan penduduknya sekarang telah terkonfirmasi positif covid 19 mencapai diatas 2 juta dengan tingkat kematian sekitar 6 persen. Kejadian bencana ini membuat perekonomian Dunia sangat berpengaruh menukik tajam grafiknya, bahkan membuat Negara adidaya Amerika Serikat melalui zpresiden Donald Trumps gusar dengan China sebagai sumber wabah dan bahkan gusar terhadap WHO.
Lembaga kesehatan Dunia dibawah PBB yaitu WHO mengambil langkah terhadap bencana kemanusiaan covid19 mengingat belum ada obat atau vaksin covid 19 dan tidak dapat diketahui kapan berakhirnya atau hilangnya covid 19,disatu sisi ekonomi Dunia harus tumbuh digerakan menghidari kebangkrutan ekonomi Dunia akibat tidak bisa menjalankan aktivitas perekonomian secara normal akibat diterapkannya lockdown ataupun karentina wilayah dan sebagainya oleh Negara2 yang terpapar covid 19 selama 6 bulan belakangan ini. Langkah yang diambil WHO untuk nenyelamatkan ekonomi Dunia melalui yang dikenal dengan nama New Normal, yaitu membangun pola atau tatanan kehidupan baru manusia disegala aspek ditengah pendemi covid 19 dengan melalui taat/disiplin melaksanakan protokol kesehatan dan menjaga imunitas atau daya tahan tubuh.
Bagaimana dengab Negara Indonesia yang dikatagorekan sebagai Negara berkembang jelas sangat terpukul sekalinya khusunya ekonomi, bertambahnya pengangguran maupun kemiskinan baru karena banyak perusahaan atau dunia usaha melakukan pemutusan hubungan kerja( PHK) serta matinya pencaharian masyarakat usaha kecil menengah, terutama usaha informal maupun usaha formal mikro dan UMKM bahkan usaha menengah besarpun terancam bangkrut. Presiden Joko Widodo menyambut baik kangkah WHO tersebut untuk diterapkan di Indonesia agar perekonomian segera bisa pulih karena sekarang Indonesia pertumbuhan ekonominya dibawah 2 persen.
Kebijakan Presiden Joko Widodo menerapkan new normal di Indonesia harus dengan kajian yang mendalam karena bisa menjadi malapetaka yang lebih dahsyad kata para ahli ependrmiologi untuk menerapkan new normal tersebut, apa lagi ditengah wabah covid 19 lagi memuncak ditambah rendahnya disiplin melaksanakan ptotokol kesehatan dan lemahnya daya tahan tubuh karena kurangnya gizi dan protein yang dikonsumsi akibat keterbatasan ekonomi oleh karena rawan terpapar covid 19 dalam pelaksanaan new normal aluas beresiko tinggi tertular dan menularkan,ditambah lagi hal yang sangat serius adalah mahalnya biaya mendapatjan protokol kesehatan seperti biaya rapid test,pcr/swab test dan sebagainya untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
Dalam rangka untuk menunjang suksesnya kebijakan pemerintah terhadap net normal pihak pemerintah,pertama tidak lepas dari tanggung jawab melakukan upaya Mitigasi Sebagaimana menurut PP No. 21 tahun 2008 pasal 1 ayat 6 yaitu penerapan protokol kesehatan pelaksanaan new normal ditengah pandemik covid 19 harus mampu menurunkan tingkat risiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, kedua pemerintah harus melakukan penanganan harus secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin memengaruhi perilaku manusia atau suatu kejadian atau pendekatan holistik, ketiga Pemerintah harus mengendalikan biaya protokol kesehatan yang relatif terjangkau masyarakat menengah kebasah dan atau subsidi/gratis dari pemerintah melalui dana stimulus artinya tidak boleh dikomersilkan karena suasana bencana kemanusiaan.
Menyoroti hal tersebut biaya rapid tes salah satu untuk memenuhi protokol kesehatan menjadi barang yang perdagangan sangat berlebihan disuasana pandemi vonis 19,contoh untuk calon penumpang pesawat terbang tujuan Sampit-Jakarta harganya sangat fantastis sekitar Rap. 500.000. untuk satu kali cek/tes dengan masa berlaku 3 hari, padahal harga pokok beli (ah cost) rapid test dipasaran harganya beragam atau berbeda beda tergantung merek, misalnya ada yang sekitar Rp., 100.000 ,Rp. 150.000. Rp.180.000. Rp.200.000.persatu buah.
Begitu pula harga rapid tes persyaratan penumpang kapal tak jauh beda harganya, apa lagi berbicara tes nelalui PCR atau tes swab jelas biayanya diatas Rp. 1.000.000. ini nenimbulkan masalah lain yang sangat serius untuk mencapai suksesnya new normal karena tersandung biaya yang tinggi (high cost) akibatnya kegiatan sosial ekonomi masyarakat khususnya ekonomi menengah kebawah termasuk usaha UMKM /usaha mikro akan mengalami kesulitan dalam membangun aktivitas ekonomi dalam suasana pandemi covid 19 (new normal).
Dalam hal ini Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah harus mengambil sikap yang profesional dan bertanggung jawab atas kebijakan new normal atau tatanan kehidupan baru ditengah pandemi covid 19,karena beraktivitas sosial ekonomi ditengah pandemi covid 19 (new noemal) Pemerintah pusat maupun Daerrah harus menjamin kebijakan tersebut mampu menekan tingkat resiko penularan dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan protokol kesehatan untuk masyarakat melalui dana stimulus dari pemerintah baik sifatnya untuk subsidi ataupyn gratis jangan dibebankan kemasyarakat hal ini tidak sesuai dengan amanah undang2.Bahkan new normal seharusnya dibuatkan payung hukumnya berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 (PERPU) untuk menjamin, melindungi masyarakat dalam melaksanakan kebijakan new normal yang dikeluarkan Penerintah tersebut. (Penulis, Pengamat Sosial Politik, tinggal di Sampit)