#Saatnya Fokus Pada Persoalan Perusahaan Pers
Palangka Raya, Koranpelita.com
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Tengah memberikan apresiasi terhadap Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang resmi masuk sebagai konstituen Dewan Pers. Hal itu tentu memberikan ruang besar kepada perusahaan pers, untuk memilih organisasi yang cocok sebagai wadah bernaung.
Ketua PWI Provinsi Kalteng HM Haris Sadikin menjelaskan, SMSI merupakan organisasi perusahaan kelima yang menjadi konstituen Dewan Pers. Sebelumnya ada Perkumpulan Radio Siaran Swata Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Serikat Perusahaan Pers (SPS).
“Dengan masuknya SMSI sebagai konstituen Dewan Pers, memberikan ruang bagi perusahaan pers berorganisasi. Dulu organisasi perusahaan pers terbatas. Biasanya untuk media cetak, dan online lebih banyak bergabung di SPS. Sekarang mereka bisa memilih antara SPS dan SMSI,” tegas Harris.
Menurut Harris, antara PWI dan SPS maupun SMSI, mempunyai histori tersendiri. Keduanya merupakan organisasi perusahaan pers yang pendiriannya tidak lepas dari PWI. SPS berdiri pada tahun 1947 yang diinisiasi oleh PWI. Kemudian pada tahun 17 Maret 2017, PWI kembali menginisasi pendirian SMSI.
Artinya, jelas Haris, baik SPS maupun SMSI merupakan organisasi perusahaan pers yang punya hubungan dekat dengan PWI. Tetapi, fungsi dan tugas antara PWI maupun SMSI serta SPS berbeda. PWI lebih berperan dalam penataan profesi kewartawaan. Sedangkan SPS dan SMSI lebih fokus pada pembinaan dan persoalan yang dihadapi perusahaan pers.
“Perlu diperjelas, SMSI dan SPS organisasi perusahaan pers. PWI organisasi profesi wartawan. Salah kaprah kalau SMSI dan SPS anggotanya wartawan. Keanggotaan SMSI dan SPS perusahaan pers yang idealnya diisi direktur, pemimpin perusahaan, atau orang yang diamndatkan perusahaan. Karena anggota SPS dan SMSI perusahaan media, bukan individu wartawann,” tegas Haris.
Ia menyatakan, siap bekerjasama dengan SMSI maupun SPS dalam menyelesaikan persoalan pers di Kalteng. Namun disesuaikan dengan peran masing-masing. Tidak saling mendahului, apalagi mengambil peran yang bukan menjadi bagian tugasnya.
Artinya SMSI dan SPS, silahkan fokus pada persoalan perusahaan pers.
Untuk PWI, jelasnya, akan lebih fokus pada persoalaan pembinaan profesi wartawannya. Tugas berat SMSI sedang menanti. Salah satunya ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah perusahaan media. Persoalan lain, ancaman perusahaan media yang gulung tikar, akibat covid-19.
“Itu tugas berat SMSI kedepan. Bagaimana menyelamatkan perusahaan media dari ancaman ‘gulung tikar’. Jangan sampai SMSI bersuka cita, tetapi justru perusahaan pers di Kalteng banyak yang bangkrut. Karyawannya banyak di PHK atau dirumahkan,” tegas Haris.
Ancaman kehancuran perusahaan pers, kata Haris, bukan isu baru. Isu tersebut sudah bergulir sejak pandemi covid-19 mencuat. Tetapi belum ada solusi yang diambil. Sekarang saatnya SMSI dan SPS berperan menyelamatkan perusahaan media dari ancaman kebangkrutan. Misalnya mengupayakan bagaimana belanja media di pemerintah daerah tetap ada.
Kalau belanja media di pemda ada, kata Haris, itu menjadi angin segar bagi perusahaan media. Selain itu, langkah yang perlu dilakukan SMSI, mengupayakan diskon listrik 50 persen untuk perusahaan media. Membantu perusahaan media, agar mendapatkan relaksasi PPH23 dan PPN, maupun relaksasi kredit di perusahaan perbankan.
“Apalagi kalau SMSI bisa mengupayakan kredit perbankan dengan suku bunga ringan bagi perusahaan pers, itu menjadi langkah luar biasa. Itu tugas berat SMSI kedepan, termasuk di Kalteng,” tegas Haris.( Ruslan AG)
.