Sampit, Koranpelita.com.
Irwan Fakhrudin warga Kabupaten Kotawaringin Timur ( Kotim) Provinsi Kalteng , yang juga seorang pemerhati terkait Pilkada berpandangan.
Menurutnya, dalam hitungan beberapa bulan ke depan tepatnya,Rabu 23 September 2020 ,400 ribu lebih rakyat Kotim berdaulat, melaksanakan pesta demokrasi yang bernama Pilkada.Tapi hanya dalam hitungan menit saja, saat berada di bilik suara Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Lewat Pemilihan Umum Kepala Daerah inilah rakyat menjadi raja yang dielu-elukan oleh para calon Bupati dan Wakil Bupati,agar memilih dirinya.
Namun, setelah Pilkada selesai dan kekuasaan sudah diraih mereka, disinyalir rakyat menjadi pelayan yang tidak dihiraukan lagi.Bantuan dan perhatian hanya diberikan ketika sosialisasi pencalonannya, pencitraan, dan minta dukungan.
Ketika proses pesta demokrasi itu selesai, maka sinyalemen tidak peduli alias jangan harap ada kepedulian terhadap rakyat, kalaupun ada hanya apa adanya, tidak menyentuh dan menuntaskan.
Karena puncak kampanye sudah berlalu, sejumlah anak muda yang awalnya menjadi bagian dari tim sukses masing-masing para calon kadang saling bertemu, ngobrol, dan menjalin silaturahmi kembali setelah disinyalir saling serang, hujat, karena perbedaan pilihan.Itulah bagian dari kultural Pilkada kita.
Dalam demokrasi elektoral, menang atau kalah adalah hal yang biasa.Demokrasi mengijinkan rakyat secara reguler (lima tahun sekali) mengevaluasi, mengkritisi, dan menghukum calon kepala daerah.
Dengan tidak memilihnya pada periode kedua (jika petahana), karena disinyalir kecewa dengan kinerja dan janji-janji manis ketika kampanye yang tidak ditepati.Intinya, kekuasaan itu hanya sementara,ia datang silih berganti!
Dalam pengamatan saya, setiap datangnya Pilkada ada sebagian rakyat diduga sering terkena penyakit Myopia alias rabun jauh, tidak bisa melihat yang jauh-jauh.
Itu sebabnya sinyalemen money politic menjelang hari pemilihan bisa merubah hasil survei secara signifikan dari kalkulasi para ahli dan pemerhati serta tim sukses para calon.
Dengan dugaan uang tunai 200 ribu-400 ribu perorang, rakyat tidak dapat mengingat penderitaan selama 5 tahun yang lalu, apalagi untuk 5 tahun ke depan.
Makanya pembinaan yang intensif dengan peluang yang ada, kita bisa mendidik rakyat untuk sadar hidup, secara politik, ekonomi, dan sosial.
Sehingga pada waktunya menjadi kekuatan yang solid dan dahsyat bisa menghancurkan kemapanan yang diduga telah merusak dan membodohi rakyat.Wallahu’alam bish-shawab.(Ruslan AG).