Oleh Man Suparman
MINAT warga masyarakat untuk menjadi kepala desa (Kades) dewasa ini, bisa dikatakan cukup meroket tinggi. Pada masa jayanya orde baru, minat masyarakat untuk menjadi Kades bisa dibilang rendah, kecuali di desa-desa tertentu yang potensial secara ekonomi.
Tidak hanya itu, sering ditemukan di desa – dewa yang minus secara ekonomi, tidak ada warga yang mau mencalonkan jadi Kades. Sekalipun ada hanya satu orang, ketika pemilihan kepala desa (Pilkades) berlangsung harus melawan bungbung kosong.
Peta masalah rendah dan tingginya minat bisa jadi sama saja, hanya saja mungkin kadar minatnya saja yang meningkat. Artinya desa-desa yang bisa dikatakan minus ekonomi sekarang ini mulai dilirik warganya, sehingga mau mencalonkan menjadi Kades. Karena apa, karena banyak potensi dana bantuan seperti dana desa dari pusat, dana aloaksi desa dari provinsi dan dari kabupaten, dan yang laiinya.
Sedangkan di desa-desa yang jelas-jelas potensial secara ekonomi jadi buruan yang sangat tingggi untuk memperoleh jabatan Kades. Bahkan warga luar daerah pun, bisa mencalonkan diri menjadi Kades dimana pun, dan ini sesuai dengan peraturan yang membolehkan seperti tersirat pa Permendagri No. 112 Tahun 2014.
Peraturan seperti itu, menjadikan Pilades rasa Pilpres, karena siapapun dapat mencalonkan diri dimana pun, sehingga Pilkades sepertinya rasa pemilihan presiden (Pilpres). Juga bisa juga Pilkades bisa dikatakan rasa pemilihan bupati (Pilbub0 atau pemilihan gubernur (Pulgub). Money politics jauh sebelum testing akademis, terutama di desa yang calonnya diapstikan hanya lima orang, ramai dilancarkan. Janji-janji akan bagi-bagi uang jika menang , janji traktir makan baso se-ke RT-an dan se- Ke RW-an pun disamaikan. Bhakan ada satu acara peringatan Maulid Nabi pun, tempo hari sampai diramaikan oleh banyak spanduk/baligo bakal calon kades. Hmmm, sungguh luar biasa.
Begitu juga mengenia nilai lebihnya Pilkades pada era reformasi ini, lantaran peraturan membolehkan, Permedagri No. 112 Tahun 2014, contohnya di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Cianjur, Jawa Barat, konon terdapat 10 bakal calon Kades yang mendaftar. Dari 10 orang yang mendaftar sebanyak tiga orang warga desa setempat, sisanya yang tujuh orang penduduk luar aderah Cianjur, diantaranya dari Subang, Karawang, Bekasi, dan lainnya.
Selain peraturan yang membolehkan, ada pertanyaan lain mengapa minat untuk menjadi Kades di Desa Sukasirna begitu meroket tinggi, terutama orang dari luar daerah. Boleh jadi prakiraanya, karena Desa Sukasirna, sekarang ini merupakan salah satu desa yang sangat potensial secara ekonomi karena banyaknya perusahaan atau pabrik baik PMDN maupun PMA. Disamping dana desa, dana alokasi desa dan dana-dana lainnya yang sekarang ini banyak mengucur ke desa sangatlah menjanjikan.
Walaupun ketika mereka ditanya, buat apa ingin menjadi Kades di Desa Sukasirna, buat apa jauh-jauh dari luar daerah ingin menjadi kepala desa di Desa Sukasirna, tentunya jawabannya ingin membangun, ingin mensejahterakan masyarakat, ingin mengabdikan diri untuk masyarakat. Tentu saja tidak akan ada yang menjawab ingin naiknya status di masyarakatkat, ingin dihormati, ingin memburu harta karun dana desa, dana alokasi desa atau ingin meraup untung dari sejumlah pabrik, dan ingin-ingin lainnya yang bersifat aib atau aurat.
Nah, jika saja ada calon Kades yang menjawab seperti itu, tentu saja diangap orang gila. Walapun pada praktiknya nanti setelah terpilih, tidak akan jauh dari yang seperti itu.
Banyaknya calon kades dari luar daerah, dikhawatirkan hanya akan dijadikan arena berjudi. Ya sepertii berjudinya Pillkades untuk memenangkan sebuah jabatan Kades (Hidup memang sebuah perjudian). Mudah-mudahan mereka datang dari jauh, karena ingin membangun dan mengabdi sebagai tabungan amal sholeh untuk di akhirat nanti. Wallohu’alam. (Penulis wartawan Harian Pelita 1980 – 2018/Koranpelita.com).
000