Sampit,Koranpelita.com
Pasangan Taupiq Mukri dan Supriadi dengan akronim Pantas, dimana spanduk dan balehonya sudah tersebar di Kabupaten Kotawaringin Timur ( Kotim) Provinsi Kalteng.
Taupiq Mukri merupakan incumbent wabup Kotim dua periode dan ketua DPC PPP setempat.Sedangkan Supriadi merupakan mantan wakil ketua DPRD Kotim dan Ketua DPD Partai Golkar di daerah ini,telah mendaftarkan diri hampir ke semua parpol yang memiliki kursi di DPRD Kotim.
Sedangkan persyaratan untuk mencalonkan diri di Pilbup Kotim tahun 2020 parpol atau gabungan parpol harus memiliki 8 kursi.Tetapi parpol di DPRD setempat paling banyak hanya meraih 7 kursi seperti PDI Perjuangan.
Jadi harus berkoalisi mengusung calonnya untuk bisa berkontestasi di Pilkada serentak 2020.
Menurut Irwan Fakhrudin, warga Kotim yang juga pemerhati, Pilkada secara langsung sejatinya dirancang atas dasar harapan yang mulia.Rakyat dilibatkan secara langsung dalam Pilkada, maksudnya agar terpilih para Kepala Daerah terbaik yang mampu mensejahterakan rakyat di daerahnya.
Dan besar harapan itu bisa menjadi kenyataan.Terdapat Kepala Daerah yang memiliki visi kuat dan pekerja keras.Dalam waktu yang tidak terlalu lama Kepala Daerah itu mampu membawa perubahan berarti, terutama di bidang pelayanan publik.
Namun tidak sedikit pula efek negatif yang dilahirkan Pilkadaj secara langsung tersebut.Di daerag tertentu, Pilkada berkonsekuensi pada munculnya konflik sosial di akar rumput.Bahkan ada yang sampai memakan korban jiwa.Kenapa bisa begitu?
Semua itu ekses dari jabatan Kepala Daerah yang diperebutkan sangat menguntungkan, secara finansial, pengaruh, kewenangan, dan kebanggaan.Jadi bukan sebagai pengabdian kepada masyarakatnya.Keinginan menjadi Kepala Daerah karena “syahwat kekuasaan” dank prestise.Jauh dari keinginan yang berpihak pada kepentingan, kemakmuran, kesejahteraan rakyatnya.
Karena Pilkada secara langsung dalam perspektif ladang bisnis yang besar dan kekuasaan yang menguntungkan. Persaingan dikontestasi Pilkada telah menjadi sentral dari semua tindakan.Prestise, kebanggaan, penghormatan yang dicari untuk melangkah pada kekuasaan.
Inti dari Pilkada kebanyakan, hakekatnya tidak berkeinginan memberi kepuasan pada rakyat yang memilihnya dengan berupaya keras untuk mensejahterakan rakyat.Tetapi memuaskan “syahwat kekuasaannya” dengan memberi manfaat kepada orang-orang dekatnya,tim sukses dan segelintir elite parpol pengusung dan pendukung.
Membantu masyarakatnya pada saat kampanye karena ada kepentingan supaya memilih dirinya.Besar harapan agar Pilkada di Bumi Habaring Hurung tercinta ini,membawa paradigma baru atas jabatan Kepala Daerah (Bupati).
Tidak lagi meletakkan kekuasaan pada kepentingan diri pribadi, relasi, golongannya,tapi benar-benar mencurahkan pikirannya, gagasan,ide, kerja nyata dan dirinya untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat Kotim.( Ruslan AG).