Kaji Ulang UN Diharapkan Tidak Menimbulkan Gejolak

Jakarta, Koranpelita.com

Wacana Kaji ulang ujian nasional berbasis donasi oleh pemerintah dan kalangan anggota dewan mendapat sorotan dan tanggapan beragam publik termasuk dari kalangan akademisi.

Menurut Prof Sumaryoto terkait tentang ujian nasional berbasis donasi yang akan dievaluasi /kaji ulang seharusnya perlu di selaraskan dengan NEM yang sebenarnya sudah berjalan dengan baik pada jaman orde baru.

“Seperti dengan evaluasi belajar tahap akhir itu, ada yang nasional dan ada yang mandiri, nah dari situ akan muncul nilai murni maka disebut dengan NEM, jadi kalau evaluasi ini yang tujuannya untuk pemetaan itulah yang paling tepat dengan NEM, karena NEM masing-masing di capai dengan kemampuan peserta ujian,”ujar Prof Sumaryoto selaku Rektor Unindra ketika ditemui KORANPELITA.COM, di Jakarta, Kamis (21/11/2019)

Dikatakan Prof Sumaryoto yang namanya evaluasi tentunya ada yang lulus dan ada yang tidak lulus yang ada waktu itu adalah tamat, nah untuk tamat belajar itu nanti nilainya adalah berdasarkan yang dihitung oleh guru-guru di sekolahnya masing-masing, makanya nanti ada unsur istilahnya penilaian dari guru yang bersangkutan, dari hasil EBTANAS dan seterusnya, sehingga yang dihasilkan anak didik tersebut menjadi tamat belajar bukan lulus ujian.

“Nah jadi yang sekarang kata-kata ujian itu ya memang kalau kelulusannya menggunakan intervensi guru-guru dan sebagainya, menurut saya hal itu kurang tepat, seharusnya apa adanya saja memang kalau sudah tidak lulus ya tidak lulus, karena itu sudah resiko yang namanya ujian, tetapi kalau yang namanya tamat itukan pasti ada kriterianya, jadi bukan lulus tetapi tamat belajar,” terangnya.

Lebih lanjut Prof Sumaryoto mengatakan kalau memang mau di tinjau ulang istilahnya tetap perlu diperhatikan jadi tujuan dari evaluasi ini, berupa ujian nasional itu untuk pemetaan dan sebagainya itu tercapai karena untuk memetakan kalau sudah dicampur tangani oleh guru jadi sudah tidak akurat lagi misalnya suatu tempat dari ini murid nilai rata-rata dapatnya 50 tapi begitu gurunya campur tangan guru nilainya jadi 70 artinya bagaimana jadi hasil guru yang menilai dengan nilai hasil apa adanya sehingga jadi beda nilainya padahal yang perlu adalah apa adanya saja.

” Jadi hasil murni inilah nantinya yang menjadi tolok ukur bagaimana pemerintah mengadakan pembinaan , mengadakan semacam program-program untuk mengakselerasi prestasi para siswa dan sebagainya itu,tetapi kalau dasarnya sudah tidak murni lagi ya bagaimana..? Seperti contohnya yang tadinya siswa tidak lulus menjadi bisa lulus, ” urainya. (han)

About redaksi

Check Also

Tim PkM USM Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah Pala di SMKN H Moenadi Ungaran

SEMARANG,KORANPELITA – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang (PkM USM) melakukan Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca