MKP: Akuakultur Jadi Ujung tombak Perikanan Nasional
Jakarta,Koranpelita.com
Subsektor akuakultur akan menjadi ujung tombak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memberikan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional, penyediaan lapangan kerja, dan penyediaan pangan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Edhy saat membuka secara resmi ajang Aquatica Asia dan Indoaqua 2019 di Balai Kartini, Jakarta (6/11/2019).
Menteri Edhy menegaskan bahwa ada dua tugas utama yang disampaikan Presiden terhadap dirinya dalam memimpin sektor kelautan dan perikanan selama lima tahun ke depan. Pertama, memperbaiki komunikasi dua arah dengan para stakeholders, khususnya nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar ikan dan petambak garam. Kedua, mendorong pertumbuhan industri akuakultur nasional.
“Tugas dari Presiden Jokowi pada saya dua hal besar. Pertama, membangun komunikasi dua arah antara nelayan pelaku usaha di sektor ini sehingga tidak ada lagi istilah seolah-olah negara tidak ada di tengah-tengah keberadaan usaha saudara-saudara sekalian. Kedua, membangun sentra produksi ikan budidaya, meningkatkan sektor ini karena sektor inilah yang paling berpeluang untuk menambah lapangan pekerjaan, devisa negara” ujar Edhy.
Ia melanjutkan, dirinya terbuka untuk menerima masukan dari seluruh stakeholders kelautan dan perikanan demi perbaikan industri ke depannya. “Pada hakekatnya, kami adalah petugasnya bapak/ibu semua. Tugas kami adalah pembantunya presiden dan wakil presiden. Semua menteri bukan pejabat. Jadi, jangan pernah merasa gemetar kalau datang ke kementerian. Kami akan terus buka dan saya siap 24 jam,” kelasnya.
Edhy mengatakan, dalam beberapa hari pertama masa kepemimpinnya, ia telah berdialog dengan sejumlah pelaku usaha dan menangkap permasalahan yang ada. Ia menegaskan akan melanjutkan kebijakan dan program yang baik dalam lima tahun terakhir. Sedangkan kebijakan yang belum sempurna akan ditinjau kembali untuk disempurnakan.
“Dalam waktu 10 hari saya sudah menangkap beberapa permasalahan yang ada. Kalau dihitung dalam jari yang ada di tangan saya, masalah yang ada tidak lebih dari 10 jari sebenarnya. Ini saya sangat yakin dengan kepala yang jernih, hati yang jernih semata-mata demi kepentingan nasional, demi kepentingan merah-putih, demi kepentingan negara kita, guna menambah devisa kita, menambah jumlah lapangan kerja baru di negeri kita, saya yakin kami siap untuk merevisi beberapa aturan yang memberatkan bagi teman-teman semua,” tuturnya.
Selanjutnya, Edhy juga menyinggung beberapa kebijakan seperti larangan penanganan benih lobster yang banyak dikeluhkan masyarakat. Ia mengatakan bahwa hal itu dilakukan semata-mata untuk mengendalikan penyelundupan eskpor benih lobster ke negara-negara lain. Pasalnya, nilai jual benih lobster sangat rendah dibandingkan lobster dewasa sehingga negara pun kehilangan nilai tambah devisa ekspor. Meskipun begitu, ia mengatakan akan mencari solusi untuk budidaya lobster.
“Lalu, ditanya bagaimana kalau untuk kepentingan budidaya? Nah, ini saya kira yang perlu dicari jalan keluar. Misalnya, bisa dibudidayakan tapi di lokasi yang sama di tempat penangkapan benih. Kalau alasannya ketersediaan benih yang tidak cukup, mungkin kita bisa bikin aturannya tidak harus satu kabupaten atau satu provinsi. Mungkin tiga provinsi bersatu bikin kawasan budidaya lobster di tengah-tengahnya,” imbuhnya.
“Yang penting ada perjanjian dan keyakinan di antara kita bahwa lobster ini harus tetap menjadikan nilai tambah di negara kita,” tegasnya.