Jakarta,Koranpelita.com
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai beruntun dan tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Bogor tidaklah berlebihan jika Bogor masuk dalam kategori darurat kejahatan seksual terhadap anak setelah Bekasi dan Tangerang.
Arist menyebutkan, fakta yang tidak bisa terbantah dalam kurun waktu Januari-Juni 2019, data kekerasan terhadap anak yang dilaporkan dan dikumpulkan Pusat data dan pengaduan Komnas Perlindungan Anak, dari 245 kasus pelanggaran terhadap anak di wilayah Bogor 52% didominasi oleh kejahatan seksual dan 42% selebihnya kasus-kasus penyelengaraan, eksploitasi ekonomi penculikan dan perdagangan anak serta kejahatan-kejahatan seksual bentuk lain.
“Dari angka ini, ditemukan sejarahnya juga merata baik di desa, Kecamatan maupun kota dan para predatornya adalah orang terdekat anak, yakni ayah kandung maupun tiri abang, kerabat dekat keluarga, paman, kakek, guru baik guru reguler maupun non reguler, teman sebaya anak, tetangga, pedagang keliling serta kerabat dari orangtua,” ujar Arist kepada Koranpelita.com, Selasa (10/9/2019)
Ia juga mengungkapkan, lingkungan sosial anak, ruang publik dan tempat bermain anak serta pondok-pondok dan panti-panti bersama juga tidak aman bagi anak.
Angka kejahatan seksual terhadap anak ini akan terus bertambah jika pemerintah Kabupaten Bogor tidak menaruh perhatian serius terhadap masalah ini.
“Dengan membiarkan kasus kejahatan seksual terhadap terus menerus terjadi, tidaklah berlebihan jika Pemerintah Kabupaten Bogor dinilai gagal memberikan pelindungi bagi anak perlu di evaluasi ulang terhadap julukan Bogor Kota layak anak. “Apanya yang layak, sementara kasus-kasus pelanggaran anak terus terjadi,” kata Arist.
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk mengurangi pelanggaran- pelanggaran Hak Anak di Bogor, sudah saatnya Bupati Bogor melalui program Dinas PPPA dan KB Bogor mencanangkan Bogor Darurat kekerasan terhadap anak dan mendorong partisipasi masyarakat aktif dan progresif serta berkelanjutan dimasing-masing kampung dan desa membangun Gerakan Perlindungan Anak Sekampung atau se- Desa yang diintegrasikan dengan program pemberdayaan Desa.
“Dengan demikian Bupati Bogor wajib membantu dan mewajibkan para Kepala Desa untuk segera mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Perlindungan Anak dan Perempuan untuk mengikat komitmen dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak,” tegasnya.
Disamping itu, Komnas Perlindungan Anak yang bertugas dan berfungsi memberikan Pembelaan dan Perlindungan Anak di Indonesia menyampaikan, kepada Bupati Bogor jangan diam dan cuek terhadap masalah ini pada anak di wilayahnya.
Demikian juga para anggota Dewan, bersama alim ulama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan pemangku kepentingan perlindungan membangun dan menghidupkan kembali sistim kekerabatan yang ada dalam masyarakat bahwa “Anakmu adalah Anakku, Cucumu juga Cucuku”.
Dengan demikian semua saling menjaga dan melindungi anak, demikian Arist mengakhiri pendapat dan komitmennya untuk perlindungan anak di Bogor.(Ivn)