Jombokan, Koranpelita.com
Matahari baru saja menyinsing dari timur. Mulai menampakan kemilau sinarnya, membuat mata ini tidak betah menatapnya.
Jalan jalan mulai padat, ada yang kepasar, ada pegawai yang menuju kantor, juga para petani yang menuju sawah ladang mereka, ada pula anak sekolah menuju tempat belajar mereka.
Suasana pagi itu bak semut yang berantrian silih berganti. Semuanya menyongsong rizki di pagi hari.
Etna Saryanto sudah dari subuh tidak tidur, biasa ia memanaskan mobilnya, atau membangun putrinya untuk bersiap siap-siap menuju sekolahanya.
Etna alias Libi Brajamusti melakukan rutinitas setiap hari. Sebagaimana orang di sekelilingnya, di sebuah kampung dekat Banda Udara Internasional New Yogyakarta, tepatnya di Temon, Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Etna bercerita, dulu sempat memulung di pantai, oleh karena teman teman pedagang rongsok dan teman bermainnya menjulukinya pemulung elit, karena pedagang rongsok mampu membeli mobil.
Pemulung elit, memangnya pemulung harus kumel. Tidak boleh mengendarai mobil, jaman sekarang ukuran pekerjaan bukan dasi dan sepatu mengkilap. Melainkan seberapa bisa mewujudkan kesejahteraan keluarga, syukur dapat membantu masyarakat disekitarmya.
Etna Brajamusti, tidak menghiraukan sekelilingnya, lekas menyiapkan motor dengan keranjangnya, dan berangkat untuk mencari rongsokan.
Putra asli Temon itu kerap mendealkan proyek-proyek besar, oleh karena itu untungnya besar.
“Lumayan mas untuk membesarkan dan membiayainya,” tuturnya
Dan kini ia segera melakukan aktivitasnya, dengan keranjang menggenjot motornya dengan satu tujuan kampung ke kampung, mengepulkan barang bekas untuk didaur ulang, dipilah dan dipilih agar mendatang uang. (priyo joko susanto)