Hakam Naja: DPR Tunggu Sikap Pemerintah Soal RUU Pertanahan

Jakarta, Koranpelita.com

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan sulit mensahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan apabila menteri terkait di Pemerintahan belum satu suara. Setiap kementerian harus menghilangkan ego sektoralnya.

“Jadi semua kementerian terkait, harus satu suara. ‘Bola’ kini ada di tangan Pemerintah. DPR menunggu sikap Pemerintah,” ujar anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Abdul Hakam Naja, Senin malam (26/8/2017) menjawab sekitar perkembangan RUU Pertanahan.

Menurut politisi PAN ini, Pemerintah harus menentukan sikap. Salah satu masalah krusial dalam RUU Pertanahan ini adalah persoalan “single land administration” atau sistem administrasi tunggal atas semua pertanahan di Indonesia.

Jika disepakati sistem yang modern seperti dalam hal adminsitrasi kependudukan, maka semua tanah harus didaftar, baik tanah negara, tanah terlantar, tanah dengan model HGU, GHB dan sebagainya, papar Hakam Naja.

“Dalam konteks sistem adminsitratsi tunggal ini muncul beda pendapat, beda penafsiran dan ego sektoral dan membuat RUU ini terkatung-katung. Padahal jika semua sepakat maka masalah berat di RUU bisa diselesaikan,” kata anggota Komisi II DPR ini.

Hakam menyebutkan, periode DPR 2014-2019 akan berakhir 30 September. Artinya, hanya tinggal sekitar satu bulan lagi. Jika belum ada kesepakatan dari Pemerintah, maka akan sulit RUU Pertanahan disahkan.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi pekan lalu telah meminta Wapres Jusuf Kalla mengkoordinir RUU Pertanahan dan telah mengumpulkan semua kementerian terkait untuk membahasnya dan koordinasi dilanjutkan di Kantor Kemenko Perekonomian untuk dibahas ulang.

Hasil rapat di Kantor Kemenko Perekonomian tersebut akan dibawa lagi dalam rapat lengkap kementerian terkiat di Kantor Wapres. Jika sudah ada kesepakatan, barulah Pemerintah membawa masukan terakhir ini ke DPR.

Inisiatif DPR

Hakam Naja yang pada periode 2009-2014 menjadi Ketua Panja RUU Pertanahan ini mengungkapkan, RUU Pertanahan yang dibahas saat ini merupakan pengulangan dari pembahasan RUU ini pada periode DPR 2009-2014.
\
“Saya dulu Ketua Panja dan paham betul mengapa RUU ini gagal disahkan, karena pemerintah beda pandangan, kementerian tehnis belum sepakat. Jadi tidak mungkin disahkan, padahal saat itu ada tujuih kementerian yang diutus Presiden SBY,” katanya.

Diceritakan Hakam, sampai tahun 2011 Pemerintah belum mengajukan lagi draft RUU, padahal RUU Pertanahan ini merupakan amanat dari Tap MPR yang memerintahkan DPR-Pemerintah dalam waktu 10 tahun harus membuat UU Pertanahan guna menyelesaikan konflik agraria.

“Akhirnya DPR tahun 2012 mengambil inisitif membuat draft. Materinya hampir sama dengan draft sebelumnya dan dijadikan usul inisitif Dewan. Saat ini, saya ulangi lagi, semua tergantung pemerintah. Kita tunggu saja sikap pemerintah” ujar Hakam Naja. (kh)

About redaksi

Check Also

Maximus Tipagau : Banyaknya Potensi Untuk Menjadikan Mimika Sebagai Kota Percontohan di Tanah Papua

Jakarta, Koranpelita.com Mewujudkan Mimika bersatu, berdaya saing, sejahterah, dan pembangunan yang berkelanjutan itulah visi dari …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca