Jakarta, Koranpelita.com
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memperingati Hari Ibu Tahun 2025 melalui kegiatan Lokakarya Tematik bertema “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045”. Kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus penguatan peran strategis perempuan dalam membangun tatanan sosial, pendidikan, dan peradaban bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Lokakarya diselenggarakan sebagai bagian dari komitmen BPIP dalam membumikan Pancasila secara kontekstual dan inklusif, khususnya melalui pemberdayaan perempuan sebagai pendidik, pemimpin komunitas, dan penggerak sosial di berbagai lapisan masyarakat. Peringatan Hari Ibu dimaknai tidak sekadar sebagai seremoni, melainkan momentum mendorong aksi nyata dalam memperkuat pendidikan karakter dan kohesi sosial.
Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi, menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar teks atau simbol formal, melainkan fondasi moral, pemersatu bangsa, dan pedoman etis yang harus hidup dalam praktik sosial, pendidikan, serta kebijakan publik.
“Pancasila harus hadir dalam tindakan nyata. Pembinaan ideologi Pancasila perlu menyentuh ruangruang kehidupan masyarakat, bersifat kontekstual, inklusif, serta menghormati kearifan lokal yang selama ini menjadi perekat komunitas,” ujar Prof. Yudian.
Ia juga menekankan bahwa peringatan Hari Ibu harus menjadi awal dari langkah konkret yang berkelanjutan. “Peringatan Hari Ibu ini harus kita maknai sebagai titik awal langkah nyata, bukan sekadar seremoni. Dengan memperkuat kapasitas perempuan dan menghadirkan Pancasila dalam pendidikan serta kehidupan sosial, kita sedang menyiapkan fondasi kokoh bagi generasi yang berdaya dan beretika menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Kepala BPIP Rima Agristina menyampaikan bahwa perempuan memiliki posisi strategis dalam proses pembudayaan Pancasila karena kedekatannya dengan lingkungan keluarga, pendidikan, dan komunitas.
“Perempuan adalah agen perubahan nilai. Melalui peran sebagai pendidik, pengasuh, dan pemimpin komunitas, perempuan mampu menerjemahkan Pancasila ke dalam praktik sehari-hari yang konkret dan berdampak langsung bagi masyarakat,” tutur Rima.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Amurwani Dwi Lestraningsih menekankan pentingnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan karakter bangsa. Pemberdayaan perempuan dinilai sebagai investasi jangka panjang bagi masa depan Indonesia.
“Pemberdayaan perempuan merupakan investasi strategis bagi masa depan Indonesia. Nilai-nilai Pancasila dan kesetaraan gender harus berjalan beriringan agar kita dapat menyiapkan generasi yang adil, beretika, dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045,” ungkap Amurwani.

Aktris senior Christine Hakim (foto : KP)
Lokakarya ini turut menghadirkan sederet perempuan inspiratif yang merupakan Ikon Prestasi Pancasila, antara lain Christine Hakim, Tri Mumpuni, Nissa Saadah Wargadipura, Lintang Pandu Pratiwi, dan Dian Oerip. Para narasumber berbagi perspektif mengenai peran perempuan dalam penguatan budaya, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, hingga kontribusi sosial bagi kemajuan bangsa.
Aktris senior Christine Hakim menyampaikan pandangannya tentang makna keluarga yang melampaui hubungan darah. “Keluarga bukan hanya soal ikatan biologis, tetapi relasi sosial yang dibangun atas dasar cinta, kepedulian, dan tanggung jawab kemanusiaan,” ungkap Ikon Prestasi Pancasila 2019 tersebut.
Menurut Christine, nilai kasih sayang dan keadilan harus diterapkan tanpa diskriminasi, sebagaimana memperlakukan anak atau anggota keluarga inti. Dari sanalah nilai kemanusiaan tumbuh dan tercermin dalam kehidupan bermasyarakat.
Ia juga menegaskan bahwa peran ibu tidak sebatas membesarkan anak secara biologis, melainkan membekalinya dengan nilai, kepekaan sosial, dan daya tahan moral untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
“Dunia tidak selalu bergerak ke arah yang lebih baik. Tantangan kita bukan hanya menjadi baik, tetapi mampu bertahan agar tidak terjerumus dalam kehancuran nilai,” ujarnya.
Christine menilai Pancasila tetap relevan sebagai dasar hidup berbangsa karena tidak bertentangan dengan nilai agama. Pengalaman panjangnya di dunia seni peran justru mengasah empati dan kepekaan moral tersebut. “Musuh manusia bukan sesama manusia, melainkan hilangnya kepekaan moral yang membuka ruang perpecahan,” tutupnya.
Melalui lokakarya ini, didorong langkah konkret seperti penguatan kapasitas perempuan, pengembangan modul pembelajaran ramah gender, serta kolaborasi berbasis komunitas. Upaya tersebut diharapkan memperkuat Pancasila sebagai nilai hidup sekaligus fondasi sosial menuju Indonesia Emas 2045. (Vin)
www.koranpelita.com Jernih, Mencintai Indonesia