Oleh : Muhammad Miftakhul Mu’afiq, S.PWK
Pembangunan jalan lingkar (ring road) di Kota Salatiga merupakan strategi penting dalam tata ruang perkotaan modern. Jalan lingkar berfungsi memperlancar arus lalu lintas, mengurangi kemacetan di pusat kota, serta mengalihkan kendaraan tanpa perlu melewati kawasan inti. Hal ini menurunkan volume lalu lintas di jalur utama seperti Jalan Diponegoro dan Jalan Jenderal Sudirman, sekaligus memperkuat pola sirkulasi kota. Jalan lingkar mendorong munculnya simpul pertumbuhan baru di sepanjang koridor transportasi, membuka potensi pengembangan kawasan perdagangan, jasa, dan permukiman di pinggiran kota. Dengan demikian, pola perkembangan kota bergeser dari terpusat (monocentric) menjadi lebih menyebar (polycentric).
Jalan lingkar mengarahkan pertumbuhan Salatiga ke wilayah pinggiran dengan lahan lebih luas, terutama di barat daya dan tenggara, yang memiliki topografi landai dan akses mudah ke jalan nasional Semarang–Surakarta. Kawasan pertemuan jalan lingkar dengan ruas utama menuju Kecamatan Tingkir dan Argomulyo berpotensi menjadi pusat pengembangan perdagangan dan jasa. Wilayah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang berpotensi untuk kawasan industri ringan dan pergudangan. Namun, perlindungan terhadap lahan pertanian produktif dan konservasi di wilayah selatan, yang berfungsi sebagai daerah resapan air dengan kemiringan lereng curam, harus menjadi prioritas melalui kebijakan zonasi ketat agar pertumbuhan tidak merusak lingkungan.
Dampak Sosial Ekonomi
Keberadaan jalan lingkar membuka peluang investasi baru dan meningkatkan nilai lahan di kawasan perifer. Aktivitas ekonomi seperti kuliner, bengkel, logistik, dan usaha kecil menengah (UKM) berkembang pesat. Salatiga semakin memperkuat perannya sebagai kota jasa dan pendidikan yang terhubung dengan dua kota besar di sekitarnya. Di sisi sosial, urbanisasi di kawasan pinggiran dapat menciptakan lapangan kerja baru namun juga potensi konflik bila alih fungsi lahan tidak diatur dengan baik. Oleh sebab itu, pengendalian fungsi lahan dan tata guna ruang sangat penting untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan dan keberlanjutan.
Strategi Pengembangan Kota dengan adanya Jalan Lingkar
Strategi Pengembangan Kota dengan adanya Jalan Lingkar antara lain:
Pertama, Penguatan konsep kota kompak (Comapct City). Pertumbuhan diarahkan agar tetap terkonsentrasi dan efisien, memaksimalkan pemanfaatan lahan di sekitar koridor jalan lingkar.
Kedua, Pengembangan fungsi campuran (mixed use development). Koridor jalan lingkar dikembangkan sebagai kawasan multifungsi yang memadukan perdagangan, permukiman, dan ruang terbuka hijau secara seimbang.
Ketiga, Perlindungan lahan lindung dan pertanian produktif. Pengendalian alih fungsi lahan di area bernilai ekologis tinggi harus ditegakkan, terutama di bagian selatan dan timur kota.
Keempat, Integrasi dengan transportasi publik. Jalan lingkar dihubungkan dengan jaringan transportasi massal seperti angkutan kota atau bus antarkecamatan untuk mendukung mobilitas berkelanjutan.
Kelima, Peningkatan kualitas infrastruktur dasar. Pengembangan harus disertai penyediaan drainase, air bersih, dan listrik yang memadai agar kawasan tumbuh terencana.
Kesimpulan
Pembangunan jalan lingkar di Kota Salatiga berperan sebagai katalisator penting yang mengarahkan pola perkembangan wilayah menjadi lebih efisien dan merata. Jalan ini berhasil mengurangi tekanan lalu lintas di pusat kota sekaligus mendorong munculnya pusat-pusat kegiatan baru di daerah pinggiran. Namun, tanpa pengendalian tata ruang yang ketat, risiko urban sprawl dan degradasi lingkungan bisa meningkat. Oleh karena itu, pengembangan Kota Salatiga harus berprinsip pada kota berkelanjutan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan. Jalan lingkar ini juga memungkinkan pertumbuhan kawasan di pinggiran barat daya dan tenggara, membuka peluang investasi serta pengembangan multifungsi. Meski demikian, perlindungan terhadap lahan produktif dan lingkungan tetap harus dijaga dengan kebijakan yang tegas agar pembangunan dapat berjalan seimbang dan berkelanjutan.
Muhammad Miftakhul Mu’afiq, S.PWK, Mahasiswa Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), anggota Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Jawa Tengah, serta aktif sebagai praktisi dalam bidang Perencanaan Wilayah dan Kota.(*)