Oplus_131072

Delapan Dekade TNI: Antara Sejarah, Rakyat, dan Harapan Masa Depan

Oleh : Sudadi 

Tanggal 5 Oktober 2025 menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa. Pada hari itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memperingati ulang tahunnya yang ke-80. Sebuah usia yang panjang, penuh dinamika, dan tidak dapat dipisahkan dari denyut sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

Sejarah mencatat, TNI lahir dari transformasi Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Kala itu, semangat perjuangan belum sepenuhnya terorganisasi, namun hasrat untuk mempertahankan kemerdekaan telah menyatukan rakyat dan para pejuang bersenjata. Dari sanalah embrio TNI tumbuh: sederhana, rakyatiah, namun dengan tekad baja menjaga kedaulatan tanah air.

Delapan puluh tahun kemudian, wajah TNI sudah jauh berbeda. Kini, ia berdiri sebagai salah satu kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara dengan alutsista modern, pasukan yang terlatih, dan struktur pertahanan yang makin solid. Namun, ada sesuatu yang tidak berubah: filosofi bahwa “TNI adalah tentara rakyat.” Tema HUT tahun ini—“TNI Prima – TNI Rakyat – Indonesia Maju”—menegaskan bahwa profesionalisme TNI tidak boleh membuatnya jauh dari rakyat yang melahirkan dan membesarkannya.

Peringatan HUT ke-80 TNI kali ini dipusatkan di Monas, Jakarta. Sejak awal Oktober, Monas sudah ramai oleh ribuan masyarakat yang datang menyaksikan pameran alutsista, menikmati TNI Fair, hingga mengikuti pengobatan gratis. Tidak hanya itu, TNI di berbagai daerah juga menggelar bakti sosial: donor darah, khitanan massal, pasar murah, hingga lomba perahu naga yang melibatkan masyarakat luas. Perayaan ini tidak sekadar seremoni militer, melainkan ruang kebersamaan antara TNI dan rakyat.

Dalam gladi bersih, langit Jakarta dihiasi deru 156 pesawat tempur TNI AU yang membentuk formasi indah. Di darat, lebih dari 1.047 alutsista dipamerkan dalam defile. Sementara di laut, Presiden Prabowo Subianto memimpin inspeksi armada maritim, simbol kesigapan TNI menjaga wilayah perairan nusantara. Semua ini bukan sekadar unjuk kekuatan, melainkan pesan simbolik bahwa kedaulatan bangsa adalah harga mati.

Perkembangan Teknologi 

Namun, di balik kemegahan parade, HUT TNI ke-80 juga menjadi saat refleksi. Di tengah perkembangan teknologi, dinamika geopolitik, dan kompleksitas ancaman baru—mulai dari siber hingga krisis energi—TNI dituntut tidak hanya kuat secara militer, tetapi juga adaptif, cerdas, dan tetap dekat dengan rakyat. Inilah wujud “TNI Prima” yang diharapkan: profesional, modern, dan humanis.

Menariknya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ikut memeriahkan dengan memberikan tarif khusus angkutan umum hanya Rp80 pada tanggal 5 Oktober. Sebuah simbol kecil, tetapi sarat makna, bahwa perayaan TNI adalah juga perayaan rakyat.

Delapan dekade perjalanan TNI bukanlah sekadar hitungan waktu, melainkan cermin pengabdian. Dari gerilya hutan hingga medan perdamaian dunia, dari mempertahankan batas negara hingga membantu rakyat saat bencana, TNI hadir sebagai penjaga yang tidak pernah lelah.

Kini, tantangan ke depan tidak ringan. Globalisasi, perubahan iklim, dan persaingan antarnegara menuntut kesiapan baru. Namun, selama TNI tetap berpijak pada rakyat, maka kekuatan itu akan selalu berlipat ganda.

Perayaan HUT ke-80 TNI di Monas adalah pengingat bahwa pertahanan sejati bukan hanya soal senjata, tetapi juga tentang kepercayaan rakyat, solidaritas bangsa, dan semangat untuk maju bersama. (***)

About suparman

Check Also

Seratus Hari Kerja Kepala Daerah, Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Ahmad Suparman Meski seratus hari kerja waktu sudah lewat bagi kepala daerah, setelah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca