Jakarta, Koranpelita.com
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menegaskan perannya di kancah internasional melalui partisipasi aktif lima pemateri dalam IFLA World Library and Information Congress (WLIC) 2025, yang berlangsung di Astana, Kazakhstan pada Senin-Jumat (18-22/8/2025).
Kelima pegawai Perpusnas yang menjadi pemateri, menyoroti isu-isu strategis terkait manuskrip nusantara di era digital, inklusivitas data bibliografis untuk representasi penyandang disabilitas, layanan virtual perpustakaan hadapi misinformasi, penyensoran dan implikasinya terhadap akses koleksi di Perpustakaan Nasional, serta preservasi dokumen komunitas queer.
Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, yang menghadiri forum internasional ini secara langsung menegaskan bahwa partisipasi aktif dalam forum internasional ini membuktikan kapasitas pustakawan Indonesia dalam menghasilkan gagasan kritis dan relevan dengan isu global.
“IFLA WLIC 2025 menjadi ruang penting bagi Perpusnas untuk menunjukkan kontribusi Indonesia dalam menjaga warisan budaya, memperkuat akses informasi yang inklusif, serta merespons tantangan digital yang dihadapi dunia perpustakaan,” ungkapnya.
Lima pemateri dari Perpusnas tersebut sebagai berikut:
Manuskrip Nusantara di Era Digital
Sadariyah Ariningrum Wijiastuti mempresentasikan makalah berjudul “Unlocking Historical Treasure: Optimizing the Utilization of Manuscripts at National Library of Indonesia in the Digital Age”. Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 143 ribu manuskrip yang tersebar di Indonesia dan luar negeri, sebagian besar dalam kondisi rentan rusak.
Melalui program digitalisasi, transliterasi, dan adaptasi dalam bentuk buku anak hingga komik, Perpusnas berupaya menjaga warisan intelektual bangsa tetap relevan dan mudah diakses publik. Hal ini sejalan dengan program prioritas Perpusnas yaitu Pengarutamaan Naskah Nusantara.
Inklusivitas Data Bibliografis untuk Representasi Penyandang Disabilitas
Nadya Mentari mempresentasikan penelitian “Enhancing Inclusive Bibliographic Data: A Study of Disability Terminology in the Subject Headings of the National Library of Indonesia”. Dengan metode analisis konten, penelitian ini menemukan masih adanya istilah berkonotasi stigma serta hubungan semantik yang belum sepenuhnya terbangun, sehingga memengaruhi representasi penyandang disabilitas dalam tajuk subjek pada sistem kendali nasional Juliana.
Nadya merekomendasikan pengembangan katalogisasi yang lebih inklusif melalui pelibatan komunitas disabilitas serta penyelarasan dengan standar Universal Bibliographic Control (UBC) IFLA, guna memperkuat metadata nasional, meningkatkan kualitas representasi, dan menjamin akses informasi yang setara.
Layanan Virtual Perpustakaan Hadapi Misinformasi
Fandi Rahman Hidayat mengangkat isu krusial dalam paparannya “Virtual Service in Library as a Hub of Information Openness: A Digital Strategy to Combat Misinformation in the AI Era”.
Ia menegaskan, layanan referensi virtual Perpusnas dapat menjadi benteng melawan arus hoaks dan misinformasi pada berita, media sosial di tengah maraknya penggunaan AI. Studi kualitatif menunjukkan pentingnya meningkatkan literasi digital pengguna agar dapat lebih kritis dalam menyaring informasi yang di dapatkan dari berita, media sosial sampai kepada AI.
Penyensoran dan Implikasinya terhadap Akses Koleksi di Perpustakaan Nasional
Soraya Hariyani Putri mempresentasikan hasil riset “Censorship and Its Implications for the Accessibility of LGBTQIA+ Themed Collections in the National Library of Indonesia”. Ia mengkaji praktik sensor terhadap koleksi bertema LGBTQIA+ di Perpustakaan Nasional. Temuannya menunjukkan bahwa sensor, baik formal maupun informal, seringkali menekan keragaman perspektif. Soraya menegaskan bahwa perpustakaan seharusnya menjadi ruang aman, inklusif, dan netral bagi seluruh komunitas.
Preservasi Dokumen Komunitas Queer
Vania Sukma Putri Daniswara memaparkan penelitian berjudul “Digital Repository for Preserving Queer Archives Histories in Indonesia”. Ia menyoroti inisiatif Queer Indonesia Archive (QIA) yang sejak 2020 membangun repositori digital untuk mendokumentasikan sejarah komunitas queer di Indonesia. Studi ini menekankan nilai konservasi, privasi, dan aksesibilitas sebagai prinsip utama pengelolaan dokumen digital berbasis komunitas. (Vin)