Jakarta, Koranpelita.com
Aktualisasi Makna Spiritualitas Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dunia usaha bagi pembangunan karakter diri dan Bangsa merupakan bagian integral upaya menjadikan agama sebagai sarana dan wahana pemajuan bangsa dan peradaban Indonesia.
Untuk itu maka penyelenggaraan aspek pelayanan di dunia usaha berlandaskan azas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kondisi prasyarat (conditio sine qua non). Persoalannya ialah entrepreneurship bagaimana yang kita perlukan khususnya dari sisi karakter dan kualitas kinerja dalam rangka pelayanan bagi kepentingan nasional.
“Menurut hemat kami, bahasan Grup Diskusi Terfokus ini relevan dan berguna bagi upaya membangun bangsa dan karakternya, karena akan mengeksplorasi makna kesejatian hidup manusia Indonesia dalam konteks hubungan vertikal sebagai mahluk dengan Tuhan Sang Maha Penciptanya, dan dalam konteks hubungan horizontal antar warga Indonesia serta antara warga Indonesia dengan pemerintahannya di tingkat pusat maupun daerah,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam acara Group Diskusi Terfokus bertema “Aktualisasi Makna Spiritualitas Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di Dunia Usaha Bagi Pembangunan Karakter Diri dan Bangsa” pada Jumat (26/4/2024).
Kegiatan diskusi yang dilakukan secara daring tersebut menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Prof Komaruddin Hidayat, Direktur Interfaith Intistut Universitas Islam Internasional Indonesia, Romo Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, Guru Besar STF Driyarkara), Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Syamsul Hadi, S.H., MM, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat dan Julian Foe, Co-Founder Kingdom Business Community. “Diskusi ini bertujuan untuk menemukan dan mengaktualisasikan makna spiritualitas sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa di dunia usaha bagi pembangunan karakter diri dan bangsa,” kata Pontjo.
Terkait dengan kedua dimensi hubungan tersebut lanjutnya, patut dicamkan sebagai rujukan makna substantif yang tersurat pada dan tersirat dari Alinea ke-3 Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Rumusan Alinea ke-3 Pembukaan UUD 1945 itu menggambarkan pengakuan tulus para pendiri bangsa bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah YMK, dan bukan hanya karena perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia belaka. Oleh sebab itu, negara bangsa Indonesia wajib terus dijaga, dirawat dan ditingkatkan kemajuannya oleh segenap warga bangsa Indonesia. Allah YMK campur tangan pada kemerdekaan Indonesia.
Peran serta konstruktif para Nara Sumber yang kompeten dan punya berbagai pengalaman empirik amat diperlukan pada forum diskusi ini. Hal itu akan dapat memperkaya pemahaman dan memperluas cakrawala berpikir tentang posisi dan Peran agama dalam mendorong kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat.
Khusus terkait dengan hal dimaksud maka upaya mentransformasikan kesalehan ritual menjadi amal kebajikan kesalehan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan faktor determinan. Sejarah mencatat bahwa agama juga merupakan basis membangun peradaban manusia dan bangsa.
“Besar harapan kita agar bahasan Grup Diskusi Terfokus ini bisa menghasilkan Output aspiratif yang relevan dan berguna dari aktualisasi makna spiritualitas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dunia usaha untuk mendorong keberhasilan pembangunan karakter diri dan bangsa agar Indonesia mampu menjalin hubungan dan kerja sama secara setara dan sekaligus sanggup bersaing dengan berbagai bangsa dan negara,” ujar Pontjo Sutowo.
Itulah manifestasi amanat konstitusional yang tersurat pada dan tersirat dari kata-kata pada Alinea ke-3 Pembukaan UUD 1945, yaitu “supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas” sebagai atribut bangsa merdeka dan berdaulat.
Pada kesempatan yang sama Julian Foe, Co-Founder Kingdom Business Community mengatakan, spritual di tempat kerja merupakan yang perlu di bongkar, pertama tama adalah spritualitas itu tidak ada urusannya dengan spritual atau aktivitas rohani karena kami banyak menemukan ritual ibadah jalan tetapi praktek prilaku ditempat kerja sangat beda.
“Kami mencoba melihat bahkan mencermati, yang namanya spritual di tempat kerja yang penting menghidupi atau mengamalkan keyakinan atau kebenaran spritualisasi dari masyarakat, agama dan kepercayaan masing masing,” jelasnya Julian.(Vin)