KEMAMPUAN MEMBACA, KUNCI GENERASI MUDA YANG KOMPETITIF

Sumenep, Koranpelita.com

Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo menyebut literasi berperan penting sebagai fondasi utama dalam meraih kesuksesan di tengah ketatnya persaingan global.

“Saya melihat kompetisi di dunia ini sangat ketat. Salah satu yang bisa memenangkan kompetisi ini, orang harus punya ilmu,” ungkapnya dalam Bincang-bincang Duta Baca Indonesia dengan tema Membaca itu Sehat, Menulis itu Hebat: Mewujudkan Madura Literat, yang diselenggarakan secara hibrida pada Selasa (23/4/2024).

Menurutnya, Indonesia dengan peringkat 50 dalam indeks literasi dunia, perlu upaya serius untuk meningkatkan kemampuan membaca masyarakatnya. “Ini artinya hampir mayoritas masyarakat di Indonesia tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk membaca dalam rentang waktu yang lama,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan studi McKinsey, Indonesia dapat menjadi negara terhebat nomor tiga di dunia pada 2045, jika generasi muda mampu bersaing. Dia menegaskan, kemampuan membaca menjadi kunci generasi muda untuk bersaing.

“Nah kalau membaca saja sudah berat, maka menurut saya persaingan kompetisi tahun 2045 itu tidak mudah untuk kita menangkan. Perlu ada pola-pola pemerintah yang harus kita laksanakan bersama secara linier baik dari tingkat pusat provinsi dan kabupaten salah satunya adalah melakukan pendekatan secara preventif,” lanjutnya.

Salah satunya melalui Bunda Literasi yang menggunakan pendekatan lingkup kekeluargaan. Dalam kegiatan ini, Bupati Fauzi mengukuhkan Nia Kurnia Fauzi sebagai Bunda Literasi Kabupaten Sumenep.

“Karena bunda literasinya ini ketua tim penggerak PKK, maka harus masuk sampai di tingkat kecamatan ke tingkat desa melalui PKK desa menyampaikan kepada orang tuanya ya agar anak-anaknya itu dipaksa untuk terus suka membaca. Kenapa melalui pendekatan sosialisasi primer? Karena yang bisa rewel itu hanya ibu-ibu,” jelasnya.

Duta Baca Indonesia Heri Hendrayana atau akrab disapa Gol A Gong membagikan kisah hidupnya di tengah keterbatasan. Dia menceritakan kehidupan masa kecil, yang harus diamputasi tangannya karena jatuh dari pohon. “Saat itu guru, teman, tetangga mengkhawatirkan masa depan saya akan jadi beban masyarakat sebagai disabilitas,” ungkapnya.

Namun, melalui ketekunan membaca dan mendengarkan dongeng, ia berhasil meraih prestasi sebagai atlet Indonesia di Asian Para Games, bahkan di bidang kepenulisan.”Sejak diamputasi tahun 1975, tidak ada lagi pekerjaan yang saya lakukan kecuali setelah subuh, berlari, membaca dan mendengarkan dongeng,” jelas penulis Balada si Roy ini.

Budayawan KH. Zawawi Imron membagikan pengalamannya menulis yang telah melahirkan banyak judul buku. “Kalau tidak menulis itu menjadi satu kecelakaan bagi saya, jadi kalau tidak menulis saya seperti punya utang kepada diri saya,” ungkap lulusan sekolah rakyat ini.

Bahkan kumpulan sajaknya bertajuk Bulan Tertusuk Ilalang mengilhami sutradara Garin Nugroho untuk membuat film Bulan Tertusuk Ilalang.

Sementara itu, penulis buku Vivi Nafidzatin Nadhor ingin mengubah persepsi masyarakat tentang membaca. Dalam upayanya, dia menyoroti tantangan terbesar yang dihadapi buku adalah gawai. “Bukan malas, tapi saingannya buku itu gawai,” ungkapnya.

Vivi, yang juga seorang ibu, menegaskan bahwa kesibukan bukanlah alasan untuk tidak membaca, sebagaimana dibuktikan dengan keberhasilannya menerbitkan buku sambil menyusui dan merawat anak.

Dengan rajin membaca dan menulis, dia berhasil melahirkan buku Pernikahan Semanis Madu Bukan Sepahit Empedu dalam waktu satu bulan, dengan melakukan riset selama lima bulan dan membaca 60 buku sebagai referensi. “Alhamdulillah sudah balik modal karena buku ini sekali cetak itu 1.500 eksemplar dan satu bulan sudah dua kali terbit,” ungkapnya.

Pegiat literasi Komunitas Kata Bintang Widayanti mengatakan banyak komunitas literasi di Kabupaten Sumenep. Menurutnya, sinergi antarkomunitas literasi merupakan kunci utama dalam menciptakan ekosistem literasi yang sehat.

Widayanti menjelaskan Komunitas Kata Bintang memiliki ciri khasnya sendiri yakni fokus kepada aktivitas membaca dan menulis. Hampir seluruh anggotanya adalah penulis, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru merintis menulis.”Komunitas ini siap membantu siapapun yang ingin menulis dan berkarya dari yang sudah mahir hingga yang masih belajar,” jelasnya.

Menurutnya, buku yang ditulis oleh orang yang dikenal cenderung lebih menarik bagi pembaca daripada buku dari penulis yang tidak dikenal. “Oleh karena itu, mendekatkan buku karya dengan pembaca menjadi strategi penting dalam meningkatkan minat baca, khususnya di Kabupaten Sumenep dan Madura,” ungkapnya.

Penggerak literasi budaya Andilala telah memulai gerakan literasi budaya yang mengangkat warisan leluhur sebagai titik tolak untuk memperkaya pemahaman tentang masa kini. Menurutnya, Madura bukan hanya bagian dari Indonesia, tetapi juga merupakan solusi nasional.

“Saya menafsirkan kata-kata Madura meng-Indonesia yang mengartikan bahwa Madura menjadi solusi buat Indonesia dengan mengangkat dan memanfaatkan warisan yang dititipkan oleh leluhur,” pungkasnya. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

Tim PkM USM Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah Pala di SMKN H Moenadi Ungaran

SEMARANG,KORANPELITA – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang (PkM USM) melakukan Sosialisasi Diversifikasi Olahan Buah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca