Semarang,koranpelita.com – Proses Dugderan untuk menyambut Ramadan di Kota Semarang, dinilai menjadi proses sakral masyarakat sejak zaman dulu. Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Anang Budi Utomo. Menurutnya gelaran Dugderan yang menampilkan beduk raksaksa dan gunungan ganjel rel akan menambah kesan menarik dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.
Anang mengatakan, Dugderan adalah tradisi rutin tahunan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengumumkan awal puasa Ramadan. “Hakikat Dugderan adalah pemerintah memberikan pengumuman mulainya awal puasa Ramadan di Kota Semarang,” kata Anang, Selasa (27/2/2024).
Dia menyatakan, upacara penyambutan Ramadan tersebut merupakan prosesi yang sakral. Menurutnya, setiap kegiatan yang akan dilakukan harus menjunjung tinggi nilai budaya yang ada di Kota Semarang.
“Saya termasuk orang yang meminta Dugderan harus bersifat sakral. Sebaiknya jangan dicampur dengan apresiasi lain yang mengarah sifatnya hura-hura. Senangnya itu dalam konteks menyeluruh etnis yang ada di Kota Semarang,” katanya.
Begitu pula, Anang menilai, sebulan sebelum pengumuman awal puasa tersebut diawali dengan Pasar Dugderan terlebih dulu dapat memupuk perekonomian Kota Semarang makin tumbuh.
Termasuk di antaranya, menjadi langkah pembinaan terhadap pengrajin dan seniman Warak Ngendok yang menjadi ikon Dugderan. Dengan adanya Dugderan yang meriah ini, Warak Ngendok akan menjadi fokus perhatian masyarakat.
“Warak Ngendog bisa ditampilkan mewakili unsur etnis yang ada. Warak Ngendog ikon Dugderan, sudah semestinya menjadi unggulan yang harus ditingkatkan, jangan sampai hilang dari arena Dugderan,” katanya.
Kirab Budaya
Nantinya, selain Pasar Dugderan yang digagas Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita di Aloon-aloon Semarang, Dugderan kali ini akan ditandai pula dengan kirab budaya dari Balai Kota Semarang hingga Aloon-aloon Masjid Agung Semarang.
“Ini sekaligus menjadi upaya untuk mengenalkan budaya awal Kota Semarang seperti itu,” kata Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menyebut, prosesi Dugderan kali ini akan diselenggarakan dua hari jelang Ramadan. Sebulan sebelumnya, tepatnya mulai Rabu (28/2/2024) akan diselenggarakan Pasar Dugderan di Aloon-Aloon Semarang.
Mbak Ita mengatakan, tradisi Dugderan menyambut Ramadan tersebut akan ditandai dengan pemukulan beduk raksasa dan gunungan ganjel rel.
“Rencananya pasar Dugderan akan berlangsung 28 Februari 2024 ini. Semua pihak mendapatkan lokasi yang terbaik dan strategis,” kata Mbak Ita, sapaan akrabnya di Balai Kota Semarang, Selasa (27/2/2024).
Selain itu, dalam prosesi halaqah, dia berharap bisa ditata lebih tertib dan bagus supaya Dugderan bisa menjadi tontonan tahunan yang ditunggu-tunggu masyarakat.
“Apalagi penyerahan roti ganjel rel. Saya ingin di tengah lapangan, ada beduk yang gede. Ini menunjukkan kekayaan budaya Kota Semarang yang harus dilestarikan,” ujarnya.
Terlebih, kata Mbak Ita, Kampung Melayu, Kota Lama, dan Kauman sudah ditata sedemikian rupa. Tiga tempat tersebut, menurutnya, dapat mendukung Dugderan menjadi kekayaan budaya yang ditawarkan kepada wisatawan.
Prosesi Tahunan Menjadi Kearifan Lokal
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso mengatakan, Dugderan merupakan prosesi tahunan yang menjadi kearifan lokal warga Ibu Kota Jawa Tengah.
Dengan mengedepankan akulturasi budaya melalui Warak Ngendog, Dugderan sudah menjadi budaya masyarakat Kota Semarang saat menyambut bulan suci Ramadan.
Menurutnya, Disbudpar Kota Semarang pada 2024 akan mengemas prosesi Dugderan lebih menarik dengan memamerkan beduk raksaksa di Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang.
“Kami akan kemas lebih oke lagi. Insya-Allah untuk penyerahan dan pembacaan suhuf halaqah, kami akan coba ubah setting-nya, kami pamerkan pemukulan beduk raksaksa,” ujarnya.
Pihaknya menyebut, gunungan ganjel rel besar di dekat beduk akan menjadi pemecah keramaian. Terdapat gunungan kue khas Kota Semarang tempo dulu dengan ukuran kecil di empat sisi alun-alun.
“Sehingga, masyarakat tidak perlu saling berdesakan. Prosesi suhuf halaqah rombongan wali kota akan lebih oke lagi,” ujarnya.
Nantinya, Dugderan 2024 juga akan diawali dengan kirab budaya dari Balai Kota Semarang menuju ke Masjid Agung Semarang. Setiap kecamatan akan mengangkat budaya dan kearifan lokal masing-masing.
“Berkudo atau pasukan 40-an. Walaupun tahun ini baru 16 peserta, mereka akan ikut kirab dan dinilai. Didukung komunitas lain seperti Sam Poo Kong, Tay Kak Sie, Tosan Aji, dan lain-lain,” ujar Wing.(sup)