Banjarmasin, koranpelita.com
Sidang dengan agenda eksepsi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan terdakwa Lian Silas kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Selasa (19/12/2023).
Lian Silas mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Kelas IIA Banjarmasin. Pada persidangan, Ketua tim penasehat hukum Ernawati SH MH, dalam nota keberatan menyampaikan dakwaan JPU dinilai kurang cermat dan bahkan kabur.
Bahkan, penuntut umum terkesan memaksakan keadaan yaitu dengan menyebutkan ada pengaturan hasil pembayaran narkotika agar diterima di rekening terdakwa.
“Penuntut Umum dalam surat dakwaannya tidak dapat menguraikan secara cermat dan jelas siapa yang mengatur aliran dana tersebut,” sebut Ernawati.
Apalagi lanjut dia, Fredy Pratama yang merupakan anak dari Lian Silas sampai saat ini belum pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Indonesia.
“Belum ada putusan dari pengadilan di Indonesia terkait Fredy Pratama. Kalau cuma jadi DPO tersangka, masa papahnya duluan yang jadi tersangka,” kata Ernawati.
Sementara itu permintaan terdakwa Lian Silas agar dapat tahanan rumah, mengingat bersangkutan sudah berumur 69 tahun dan mengalami sakit TB Paru, sehingga harus melakukan pengobatan rutin, ditolak majelis hakim.
Dalam dakwaan dibacakan JPU Mashuri, terdakwa Lian Silas dijerat pasal berlapis. Yakni, Pasal 3, 4, 5 dan 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Kemudian Pasal 137 huruf a dan b UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 jo Pasal 55 ke 1 KUHP. Berdasarkan dakwaan JPU ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara, serta denda Rp 5 miliar.
Dalam perkara tersebut, terdakwa membuat sejumlah rekening untuk menerima aliran dana bisnis barang haram yang dijalankan oleh sang anak, Fredy Pratama alias Miming. Aliran dana tersebut dimanfaatkan oleh Lian Silas guna membeli sejumlah aset yang dijadikan alat bukti penyidik.
Aset-aset tersebut antara lain, 32 kepemilikan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Termasuk di Kalsel sebanyak 12 surat hak milik (SHM) yang disita sebagai alat bukti.
Salah satunya, Shanghai Palace, Hotel Mentaya Inn dan Cafe Beluga di Jalan Djok Mentaya Banjarmasin. Selain itu, 108 rekening perbankan dan 8 unit kendaraan bermotor roda 2 dan 4 turut disita dan dijadikan alat bukti yang nilainya hampir satu triliun.
Sidang hari itu ditutup dan akan dilanjutkan hingga Selasa 9 Januari 2024 mendatang, dengan agenda mendengarkan tanggapan dari JPU atas eksepsi dari terdakwa.(pik)