Jakarta,koranpelita.com – Mantan wartawan senior Jawa Pos (JP), Abdul Muis (60) Gowes Surabaya-Jakarta (800 Km). Setelah lima hari menempuh perjalanan, akhirnya mencapai finish di Lapangan Monas, Kamis siang (30/11/2023). Kemudian berlanjut istirahat di kawasan Senayan.
Muis nekad Gowes berhari-hari karena ingin menyampaikan aspirasi seluruh mantan awak media Jawa Pos, menuntut dana tunjangan hari tua, yang diabaikan manajemen JP.
Cak Amu — sapaan akrab Abdul Muis — menuntut hak saham 20 persen karyawan Jawa Pos. Dan deviden yang belum pernah diberikan sejak 2002.
“Banyak teman saya yang lama mengabdi sebagai insan pers di seluruh Indonesia yang hidupnya susah karena saat hari tua tidak mendapatkan haknya, khususnya ketika pensiun. Nasib mereka jauh berbeda dengan mantan karyawan media besar seperti Kompas yang sampai sekarang mendapatkan hak pensiun. Paling kecil Rp 5 juta per bulan. Nah, niat saya Gowes ke Jakarta hanya ingin bertemu Komisaris Jawa Pos, Goenawan Mohamad dan para komisaris lainnya untuk mengetuk hati nurani mereka,” ujar Amu kepada media di Kantin Serbaguna GBK, Senayan.
Cak Amu berangkat dari Surabaya pada Sabtu (25/11/2023), mengambil start di Tugu Pahlawan, Jalan Pahlawan, 4Surabaya. Dia berangkat dari Surabaya tidak sendirian, karena ditemani 11 para Goweser dari Jawa Timur yang tergabung dalam tim GeSS (Gowes Suka-Suka).
Dalam perjalanan, Cak Amu dan 11 goweser pendukungnya mampu bertahan. Meski usianya sudah kepala 6, Cak Amu dalam mengayuh sepeda dari kota satu ke kota berikutnya kerap meninggalkan para Goweser yang lain.
“Alhamdulillah, semangat saya untuk bisa segera bisa bertemu para komisaris JP Goenawan Mohamad Cs untuk menyampaikan derita panjang para teman-teman pensiunan Jawa Pos, mendapat karunia sehat sampai Monas ini,” kata wartawan senior yang pernah bertugas jadi redaktur olahraga JP.
“Monas Jakarta sengaja jadi tempat finish dan Tugu Pahlawan Surabaya jadi lokasi start, ini simbol perjuangan melawan penderitaan di masa tua para rekan-rekan mantan Jawa Pos di seluruh Indonesia,” tambah Cak Amu, yang sudah menjadi kakek dua orang cucu dan masih aktif di profesi jurnalistik ini.
Dia sengaja singgah di kawasan Senayan karena bersilaturahmi dengan teman-teman lamanya sebagai jurnalis olahraga.
“Ini reuni bersejarah bagi perjalanan karier saya sebagai jurnalis Olahraga,” kata Amu, yg pernah menjadi manajer klub Mitra, yg pernah populer di tahun awal 90-an.
Dana Masa Tua
Dana hari tua yang diperjuangkan para awak media Jawa Pos, menurut Cak Amu, terkait dengan pembagian hak saham JP untuk karyawan sebanyak 20 persen sejak Tahun 1985. Saham kolektif seluruh karyawan ini di bawah naungan Yayasan Karyawan Jawa Pos.
“Dulu, kita makmur setahun dapat lebih dari dua belas gaji, dan ada deviden karyawan. Tahun 2000, Dirut JP Eric Samola meninggal terjadi perubahan besar. RUPS 2001, manajemen di bawah kendali Dahlan Iskan membubarkan yayasan. Saham karyawan dititipkan Dahlan untuk dikelola, RUPS juga memerintahkan kepada Dahlan Iskan untuk segera membuat lembaga karyawan baru,” jelas Cak Amu.
Menurut Cak Amu, selama manajemen Jawa Pos di bawah kendali komisaris Goenawan Mohamad dkk, dan Dahlan Iskan sebagai Dirut selama 20 tahun Yayasan Karyawan tidak pernah dibentuk.
“Hak-hak karyawan sejak itu tidak lagi secerah sebelumnya. Tidak ada yang berani mempermasalahkan, karena kita takut dipecat,” ungkap Cak Amu.
Slamet Oerip Prihadi, yang 24 tahun jadi wartawan Jawa Pos sejak awal diakuisisi manajemen Majalah Tempo, menambahkan, tahun 2021 sejumlah mantan karyawan JP diundang Dahlan Iskan, yang kebetulan sudah tidak lagi jadi pucuk pimpinan JP untuk membahas soal 20 persen saham karyawan itu.
Akhirnya, para mantan karyawan menunjuk pengacara Sudiman Sidabukke, SH hingga memperoleh legal standing dan berhasil menempuh cara damai di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Majelis hakim menetapkan akta van dading tertuang dalam putusan PN Surabaya Nomor: 125/Pdt.G/2022/PN Surabaya, tanggal 9 Mei 2002.
Isi putusan, memerintahkan Dahlan Iskan membentuk lembaga karyawan bernama “Yayasan Pena Jepe Sejahtera Surabaya. Selain itu, Dahlan juga diperintahkan mengembalikan saham karyawan JP ke yayasan baru itu.
“Yayasan berhasil memperoleh Akta Notaris pada 12 Agustus 2022. Namun terjadi stagnasi. Hak saham dan hak deviden dari manajemen Jawa Pos tidak kunjung direalisasikan,” kata Slamet Oerip yang dikenal dengan inisial Sop.
Karena tidak ada etikat baik manajemen JP dan para komisaris, akhirnya para mantan wartawan dan karyawan JP menunjuk lawyer dari Jakarta, Dr Duke Arie Widagdo, SH, MH, CLA pada 21 Juli 2023.
“Pengacara baru itu langsung bergerak. Membawa kasus ini dipidanakan ke Polda Jatim. Saat ini, masih dalam tahap penyelidikan untuk dilakukan gelar perkara berlanjut ke penyidikan,” pungkas Sop, 73 tahun, yang masih aktif memimpin media online CoWas (Konco Lawas) JePe.(***)