Kolaborasi dan Sinergitas Tekan Stunting di Jawa Tengah

Semarang, koranpelita.com

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang memiliki dampak serius, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan karena asupan gizi pada balita yang kurang baik dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga stunting ini berdampak bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan anak yang ditandai dengan tinggi badan tidak sesuai dengan usia.

Faktor penyebab stunting ini antara lain, pemahaman dan pengetahuan seorang ibu terhadap pola makan anak sejak kecil tidak diperhatikan dengan baik. Oleh karena itu, usaha pencegahan stunting adalah pemenuhan gizi ibu hamil, pemberian asi eksklusif selama 6 bulan dan setidaknya memberi makanan tambahan, memantau rutin perkembangan balita dan peningkatan air bersih, fasilitas sanitasi serta menjaga kebersihan lingkungan.

Berdasarkan hasil survey status gizi Indonesia tahun 2021 prevalensi stunting di Kota Semarang 21,3 persen. Dalam tahun 2021 ini Kota Semarang mendapatkan nominasi pilot proyeck zero stunting.

Namun prevalensi stunting saat ini Kota Semarang masih tinggi. Tahun 2022 kasus stunting tertinggi di Kota Semarang berada di Kecamatan Banyumanik sebanyak 137 balita dan Semarang Utara 236 Balita. Kedua kecamatan tersebut masuk wilayah dataran tinggi dan dataran rendah Kota Semarang. Padahal, pemerintah mentargetkan prevalensi stunting pada tahun 2024 sebesar 14 persen

Dari jumlah kasus tersebut Tim Penggerak PKK Jateng berupaya menekan kasus yang sangat serius ini, karena menyangkut pertumbuhan anak-anak yang akan menjadi penerus generasi mendatang. Jika pertumbuhan tidak dilakukan dengan baik, dikawatirkan pertumbuhan akan terganggu mentalnya, karena kurang asupan gizi mulai masih dalam kandungan sampai lahir yang masih kurang sehat.

Dorong Optimalisasi Dasa Wisma

Dengan permasalahan seperti ini Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah bersama BKKBN, terus berupaya menekan stunting di provinsi ini. Termasuk, menggerakkan dan mengoptimalkan peran Kader PKK di Dasa Wisma (Dawis) dalam penurunan stunting.

” Untuk menurunkan kasus stunting di Jawa Tengah ini, akan lakukan kolaborasi dan sinergitas dengan berbagai pihak,” ungkap Penjabat (Pj) Ketua TP PKK Jateng Shinta Nana Sudjana, saat menghadiri Executive Meeting Kesatuan Gerak PKK Bangga Kencana Kesehatan 2023, di Ballroom Harris Hotel, Kota Semarang, Selasa (24/10/2023).

Menurut Shinta, PKK memiliki kekuatan dalam membantu penurunan stunting sampai tingkat Dawis, di mana dari data terakhir ada 505.349 Dawis, dengan jumlah kader 1.325.651 orang kader umum dan 658.657 orang kader khusus.

” Dari jumlah kader yang cukup besar diharapkan bisa memberikan sosialisasi dan edukasi di lingkungannya, sehingga kasus stunting tidak terjadi,” ungkapnya.

Meski demikian, lanjut Shinta, ada lima strategi untuk mengoptimalkan penurunan tengkes di Jateng. Pertama, Dawis diharapkan mencegah pernikahan usia muda, serta menggandeng remaja atau calon pengantin agar menghindari kehamilan usia muda atau anak. Para calon pengantin juga digerakkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah dan mengisi aplikasi Elsimil.

Kedua, Dawis didorong membantu mendata keluarga yang sedang hamil atau memiliki balita, serta sudah menggunakan kontrasepsi (ber-KB) apa belum. Ketiga, Dawis diharapkan meningkatkan gerakan ayo ke Posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKB), dalam memantau tumbuh kembang balita.

“Kader PKK juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemantauan Balita, agar dapat ditemukan sedini mungkin apabila ada keterlambatan pertumbuhan maupun perkembangan anak. Sebab, salah satu penyebab stunting adalah pola asuh yang salah, sehingga pendidikan tentang pola asuh ini menjadi hal yang sangat penting untuk disampaikan kepada masyarakat,” bebernya.

Keempat, tambahnya, Dawis diminta menggerakkan masyarakat dalam pemenuhan dan pemanfaatan gizi keluarga. Terlebih, Jawa Tengah termasuk Gemah Ripah Loh Jinawi, dengan wilayah yang subur makmur. Kelima, kader PKK di Dawis yang juga sebagai Tim Pendamping Keluarga, harus bergandengan tangan dengan semua pihak dalam upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Tengah.

“Saya nyuwun titip, Ketua TP PKK optimalkan Dawis. Dawis adalah unsur strategis untuk menangkap (edukasi) menghidari hamil di usia muda, memilih alat kontrasepsi pasca persalinan, meningkatkan gerakan ke Posyandu. Memanfaatkan tanaman pangan bergizi di sekitar rumah dan menggandeng dengan semua pihak untuk mempercepat penurunan stunting,” ujarnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Jateng Eka Sulistia Ediningsih mengapresiasi kerja PKK. Menurutnya, dengan pola dasa wisma, kader PKK bisa memberikan solusi sesuai dengan kultur setempat.

“Dengan tahu persis apa masalahnya, serta bagaimana kearifan lokalnya, maka Dasa Wisma dengan tim pendamping keluarga, bisa berkolaborasi memberikan intervensi yang tepat,” paparnya.

Kendati demikian, Eka percaya bahwa  penanganan tengkes dapat dilakukan secara tuntas melalui komando berjenjang.

“Pemberdayaan Dasa Wisma yang digerakkan oleh PKK di masing-masing wilayah, kemudian dikomandoi oleh PKK provinsi, Insyaallah bisa mempercepat penurunan stunting karena setiap keluarga itu pasti terdeteksi,” imbuhnya.

Ketua Pokja IV TP PKK Provinsi Jateng Retno Sudewi menambahkan, implementasi kerja penurunan stunting diwujudkan melalui 10 program pokok PKK. Pada Pokja IV, fokus menangani program perencanaan nasihat, program kesehatan dan lingkungan.

“Kerja-kerja ini juga didukung oleh pokja-pokja I, II, III untuk menurunkan stunting. Tapi empat pokja ini harus bergerak bersama,” pungkasnya.

Ajak Santri Jihad Perangi Stunting

Upaya perangi stunting terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak. Salah satunya menggandeng berbagai elemen masyarakat untuk menggencarkan beragam program percepatan penurunan angka prevalensi stunting.

Dengan menggandeng dan mengajak para santri untuk berjihad menangani persoalan stunting tersebut. Caranya, melalui sosialisasi dan edukasi tentang risiko pernikahan usia dini.

“Jihad adalah bagaimana upaya kita bersungguh-sungguh menghadapi masalah-masalah bangsa Indonesia. Termasuk stunting adalah masalah bangsa kita, sehingga kita harus berjihad menangani masalah stunting,” ujar Sekretaris Daerah Jateng, Sumarno dalam sarasehan “Jo Kawin Bocah Ben Ora Stunting” di Pendapa Kabupaten Demak, Minggu, 22 Oktober 2023.

Sumarno menjelaskan, stunting atau gagal tumbuh kembang anak terjadi akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah usia seseorang belum waktunya menikah, sehingga berpotensi melahirkan bayi dalam kondisi stunting. Hal itu terjadi karena kurangnya wawasan tentang gizi dan kesehatan sebelum menikah, pada saat hamil hingga melahirkan.

“Kurangnya wawasan dan pengetahuan inilah yang harus dilakukan edukasi dan sosialisasi terkait perkawinan muda,” katanya

Ia berharap, para santri yang telah selesai belajar atau keluar dari pondok pesantren lalu kembali ke masyarakat, dapat ikut menyosialisasikan program-program pemerintah dalam upaya penanganan stunting. Sebab, hingga saat ini tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui tentang penyebab dan bahaya stunting, serta pencegahannya.

“Jangan sampai adik-adik ini (peserta sarasehan) menjadi bagian yang berkontribusi terhadap stunting. Para pelajar dan santri yang merupakan generasi usia produktif, diharapkan tidak menikah pada usia dini,” pinta Sumarno.

Dalam kesempatan tersebut, pihaknya berharap peran para santri yang memang sudah punya dasar agama yang kuat, bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak buruk perkawinan usia dini.

Sementara itu, Kepala Bidang Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah, Muhtasid mengatakan, sarasehan yang merupakan rangkaian peringatan Hari Santri Nasional ke-9 tngkat Provinsi Jateng itu, diikuti 500 santri dan pelajar MA/SMA dari berbagai lembaga pendidikan di Kabupaten Demak dan sekitarnya.

Tujuan sarasehan ini untuk mengurangi angka pernikahan usia dini di Jateng. Selain itu, para peserta yang merupakan usia produktif dapat mengetahui tentang risiko hamil di usia anak atau kurang dari 19 tahun. ” Dengan demikian, angka stunting bisa terminimalisir,” ujarnya

Kepedulian terhadap kasus stunting juga dilakukan oleh Universitas Semarang (USM)  dan siap membantu penanganan stunting di wilayah Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Kini, USM telah membentuk tim pendamping penanganan stunting yang terdiri atas para Guru Besar dan Doktor dari program studi terkait.

Rektor USM Supari mengatakan, sangat peduli dan atensi terhadap permasalahan stunting di wilayah kecamatan Mijen, karena Perguruan Tinggi itu seharusnya menjadi tumpuan pemecahan masalah ketika pemerintah daerah ada permasalahan.

”Kami sudah menyiapkan tim yang akan mendampingi dalam penanganan stunting di wilayah Kecamatan Mijen,” ungkapnya.

Landasan Hukum Stunting 

Koordinator Lapangan, Dr Kukuh Sudarmanto mengatakan, landasan hukum stunting adalah Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting. Selain itu juga peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang rencana aksi nasional penurunan angka stunting di Indonesia.

”Sedangkan regulasi stunting di kota Semarang adalah Peraturan Wali Kota Semarang nomor 27 Tahun 2022 tentang percepatan penurunan stunting di Kota Semarang,” ujarnya.

Menurutnya, stunting dapat didefinisikan sebagai gagal tumbuh, akibat kurang gizi. Dalam jangka pendek dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme dan pertumbuhan fisik pada anak.Sedangkan dalam jangka panjang, dampak stunting bisa berakibat pada anak kesulitan untuk belajar.

”Stunting itu merupakan salah satu jenis masalah kesehatan anak akibat gizi yang buruk dan berlangsung lama semenjak ibu hamil sampai anak dalam fase pertumbuhan,” jelasnya.

Camat Mijen Didik Dwi Hartono SH MM mengatakan, berdasarkan data stunting di wilayah kecamatan Mijen adalah di Kelurahan Bubarkan ada 5 anak, Kelurahan Cangkiran 4 anak, Jatibarang 5 anak, Jatisari 8 anak, Karangmalang 11 anak, Polaman 3 anak, Purwosari 14 anak, Wonolopo 8 Anak dan kelurahan Wonoplumbon 2 anak.

”Dalam penanganan kasus itu, kami telah membentuk tim penanganan stunting, pemberian makanan tambahan dari dana APBD, pemberian bantuan makanan dari swadaya masyarakat, bantuan sosial dari ASN Kecamatan Mijen, pendampingan ibu hamil sampai melahirkan, penimbangan balita di Posyandu, dan Mijen Mari Tanam (Mijen Remaja Putri tanpa Anemia) usia 15 sampai 23 tahun untuk khusus para remaja putri,” ungkapnya.

Perhatikan kepada Ibu Hamil Risiko Tinggi

Untuk mencegah kasus stunting juga bisa dilakukan oleh bidan yang mempunyai wilayah operasi di desa dan kabupaten/kota di Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo waktu itu, meminta kepada para bidan agar aktif mendata dan mendampingi secara intensif setiap ibu hamil yang ada di wilayah kerja masing-masing. Hal ini ia tekankan saat kunjungan kerja di Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Selasa (18/7/2023).

Di desa tersebut ada total 45 ibu hamil. Dalam kesempatan itu, bertemu delapan ibu hamil dengan resiko tinggi (risti). Dua di antaranya merupakan ibu hamil dengan risti karena usia di atas 35 tahun dan usia muda. Bahkan satu di antaranya saat ini berusia 42 tahun dan hamil kembar.

“Maka ini udah risti banget, ya usianya ya kandungannya. Maka saya minta yang seperti ini menjadi perhatian, tapi saya tanya tadi udah ok,” kata Ganjar yang didampingi Bupati Demak, Eisti’anah.

Khusus untuk ibu hamil tersebut, Gubernur Jateng Ganjar menitipkan pesan pada bidan agar rutin melakukan pengecekan. Apalagi, bayi kembar dalam kandungan ibu hamil tersebut salah satunya meninggal dunia.

“Maka pada saat dia mau melahirkan, betul-betul ini akan diamankan, sehingga nanti saat bersalin ibunya sehat, insya Allah bayinya sehat. Karena di kandungannya ada kembar yang satu meninggal itu,” ujarnya.

Terkait tengkes, berdasarkan data yang ada, saat ini di Desa Blerong, Kecamatan Guntur tersebut terdapat 32 kasus stunting. Pemerintah desa mempunyai mitigasi penanganan stunting yang relatif bagus, yakni dengan pendampingan intensif selama 120 hari dan ditambah pemberian penambah nafsu makan. Namun, hal itu belum terlaksana tahun ini karena kendala anggaran.

“Tapi ini sumbernya masih berharap pada ADD. Maka tadi saya minta kalau anggarannya kurang, persoalan stuntingnya tetap didata, nanti disampaikan pada ibu Bupati atau kepada Gubernur, sehingga kalau ada yang kurang kita yang nambahin,” jelasnya.

Ganjar menegaskan, soal stunting harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat. Selain untuk mencapai target nasional di angka 14 persen pada 2024 mendatang berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), hal ini juga berkaitan dengan penyiapan generasi Indonesia Emas.

“Kalau kita mau nyiapin generasi emas nggak boleh ada stunting, harus nol. Karena stunting tidak hanya – maaf- orang biasanya ‘pak itu kuntet, itu kemudian tidak bisa tumbuh’. Tidak hanya badannya tapi otaknya juga,” tuturnya.

Di sisi lain, lanjut Ganjar, pentingnya pendataan juga berpengaruh pada penanganan kemiskinan ekstrem. Sebab menurutnya, stunting bagian tak terpisah dari isu tersebut.

“Makanya ini kita kebut, cerita-cerita seperti ini yang kita sampaikan, pengecekan langsung di lapangan kita lakukan, dan kita mesti mendapatkan laporan rutin. Ini yang menurut saya penting, agar kita bisa memastikan treatmentnya diberikan, sehingga nanti potensi angka turunnya bisa terbaca dengan baik,” ucapnya.

Dalam empat tahun terakhir, Ganjar berhasil menurunkan angka stunting di Jawa Tengah. Berdasarkan data dari e-PPBGM, angka stunting di Jawa Tengah pada tahun 2018 adalah 24,4 persen, kemudian turun menjadi 18,3 persen pada tahun 2019. Pada tahun 2020, angka tersebut turun lagi menjadi 14,5 persen, dan pada tahun 2021 menjadi 12,8 persen, hingga pada tahun 2022 mencapai angka 11,9 persen.

” Keberhasilan dalam menekan angka stunting tidak lepas dari keberhasilan program-program yang diinisiasinya, di antaranya Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng), Jo Kawin Bocah, One Student One Client, dan yang terbaru adalah peluncuran beras fortifikasi sebagai tambahan gizi bagi ibu hamil.”

Dengan berbagai program ini diyakini bahwa angka stunting di Jawa Tengah, dapat terus menurun melalui koordinasi dan inovasi yang dilakukan oleh para kader kesehatan di daerah tersebut.

” Jadi, kuncinya adalah koordinasi, inovasi, kolaborasi dan sinergitas dengan berbagai elemen, sehingga kasus stunting bisa diatasi,” tandasnya.(sup)

About suparman

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca