Bandung, koranpelita.com
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan notaris dalam menjalankan profesinya harus mampu beradaptasi dengan perubahan jaman, khususnya perkembangan teknologi dan digitalisasi.
Salah satu bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi adalah bertransformasi dengan menerapkan cyber notary dalam menyongsong era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
“Melalui penerapan cyber notary, para notaris dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk mempermudah menjalankan tugas dan kewenangan. Sekaligus memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dari notaris,” ujar Bamsoet saat menjadi pembicara Diskusi Hukum ‘Cyber Notary dan Tantangan Notaris di Era Digital’ di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Jumat (6/10/23).
Menurutnya, ide penerapan cyber notary di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1995. Namun, karena tidak ada dasar hukum yang melandasi, gagasan tersebut menghilang. Saat ini dengan adanya UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU No.2/2014 tentang Jabatan Notaris, membuka peluang untuk mengadopsi cyber notary di Indonesia.
” Terlebih penjelasan pasal 15 ayat (3) UU No.2/2014, pada prinsipnya telah mengakomodir kewenangan notaris untuk mensertifikasi transaksi secara elektronik,” ungkapnya.
Waketum Golkar ini mengungkapkan, cyber notary salah satunya dalam bentuk penggunaan tandatangan elektronik, telah ditetapkan di sejumlah negara. Antara lain, Jepang, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol dan Inggris.
” Mereka telah bertransformasi pada tandatangan digital yang menggunakan public key di belakangnya dan didukung adaptasi perubahan peraturan pemerintahnya,” kata Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, cyber notary akan meningkatkan fungsi dan peran notaris konvensional dalam era digital. Cyber notary juga merupakan bagian penting dari keamanan dan ketahanan siber nasional.
“Hal ini berkaitan dengan tingginya transaksi ekonomi digital di Indonesia yang menuntut adanya kepercayaan hukum digital yang dilakukan cyber notary. Selaku pihak ketiga yang dapat mengeliminasi kemungkinan penipuan dan pemalsuan dalam suatu transaksi elektronik,” pungkasnya.
Turut hadir sebagai pembicara antara lain Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof. Dr. Ahmad M. Ramli dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Dr. Ranti Fauza Mayana dan Dr. Tasya Safiranita.(sup)