Siang itu, tanggal 12 Februari 2023. Dengan gegas, saya ditemani istri siap ke Bandara Semarang. Juga, mas Bani, mas Ricky dan mas Tangguh. Semua menuju Bandara Ahmad Yani. Kami menyambut kedatangan pembicara dari pusat.
Ditulis oleh: Gatot Yulianto
Semua memang harus bergegas. Sebab, kabarnya sosok yang sudah dulu saya kenal ini, akan menjadi pimpinan kami di Kantor OJK KR3 Semarang.
Benar. saya sudah kenal dengan Pak Sumarjono sejak lama. Sejak di Kementerian Keuangan. Walaupun saya tidak pernah secara langsung di bawah beliau namun di berbagai kegiatan ad hoc kami sudah sering bertemu, berinteraksi dan berkolaborasi.
Sambil menunggu Pak Jono sampai, ingatan saya melompat ke tahun 2016. Tahun saat saya pertama kali menginjakkan kaki di bumi Semarang. Saya masih sangat ingat, tujuh tahun lalu itu, saya hanya dijemput (bukan disambut) seorang driver. Ah, tapi itu pun sudah lumayan. Jadi tidak jadi soal. Soalnya, dijemput saja sudah lebih dari cukup.
Semarang memang sesuatu yang baru, kala itu. Saya sama sekali buta. Teman juga tak punya, apalagi circle. Saya benar-benar harus mbabat alas, membuka lahan demi menyemai harapan.
Dan, harapan terasa semakin nyata, setelah keluarga bergabung ke Semarang. Hidup terasa kembali lengkap. Jauh lebih lengkap, oleh sebab Semarang ternyata membuat kualitas kehidupan meningkat, jauh dari hiruk-pikuk lalu lintas dan segala keruwetan seperti di Jakarta.
Semarang, sejak itu, memberi saya banyak hal. Rasa senang, serta segala yang menyenangkan. Mau kemana-mana mudah dijangkau. Minta tolong ke siapa saja, akan selalu ada yang akan siap membantu. Rupa-rupa makanan tersedia, dengan harga yang di awal-awal membuat saya bingung, saking murahnya.
Begitulah. Di Semarang, semua terasa mudah. Ke kantor OJK Regional 3 Jawa Tengah & DIY, tidak butuh perjuangan, apalagi sampai berpeluh-peluh. Karena ke Jl Kyai Saleh No 2-4, Mugassari, Semarang, tidak berpuluh-pulih kilo, sehingga hanya 10 menitan berkendara dari rumah.
Kantor kami yang bekas rumah taipan Semarang bernama Oei Thiong Ham, pada akhirnya menjadi saksi bisu setiap rasa gembira dan kisah sedih saya. Amarah dan meredanya kecewa, ada di sana. Timbul-tenggelamnya semangat, juga bertumpuk di situ. Tujuh tahun lebih enam bulan di Semarang, adalah episode cerita yang yakinlah, tak terhapus dalam ingatan.
Tidak pernah terpikir di Semarang saya dapat memiliki circle yang cukup untuk setidaknya sekedar makan siang bersama. Banyak sekali cerita yang kami lewati bersama. Tidak selalu menyenangkan tapi hal yang menyesakkan kadang mampu membuat kita saling menguatkan walau dibungkus dengan ledekan. Selain keluarga, mereka adalah support system yang mumpuni untuk setiap permasalahan.
***
Pak Sumarjono resmi menjadi Kepala Kantor tanggal 1 Maret 2023. Bapak langsung hadir satu hari setelah dilantik. “Sudah tidak sabar bekerjasama dengan tim KR3 yang hebat,” katanya saat itu.
Diringi Bu Jono, Semarang memberi sambutan yang penuh perlambang baik. Sebab, saat Pak Jono datang, hujan tiba-tiba mengguyur seisi kota. Kami semua percaya, hujan bakal membawa rejeki, entah rejeki untuk siapa.
Tidak menunggu waktu lama, Pak Jono sudah menggebrak dengan berbagai macam ide kreatif. Mulai yang bersifat kualitas maupun kuantitas. Gebrakan itu, juga langsung kami sambut dengan semangat. Seperti ada memotivasi baru untuk mewujudkan semua yang diharapkan pimpinan.
Sejak dipimpin Pak Sumarjono, saya banyak memulai rutinitas baru. Seperti meluaskan jaringan stakeholders, diskusi dengan banyak pihak, sampai dengan main badminton setiap Selasa. Rutinitas itu, kadang sampai dikomplen istri, kalau saya pulangnya terlalu larut. Jika sudah begitu, Pak Jono paham serta langsung mengambil alih memberi penjelasan pada istri saya yang mulai uring-uringan.
Sebagai salah satu anggota humas KR3, saya sering bersama Pak Jono. Mulai dari mendampingi beliau audiensi dengan Pak Ganjar Pranowo, dikerubuti anak-anak SD di Magelang sampai dengan mengajar anak-anak penyandang disabilitas.
Dari Pak Jono saya banyak belajar menjadi orang yang lembah manah tapi kreatif. Lucu namun penuh ketegasan. Tuntunan penting Pak Jono adalah tidak pernah jengah dalam melakukan kebaikan, walaupun sepele seperti memungut tisu yang jatuh atau sekadar menyingkirkan kabel yang melintang.
Selain itu, saya juga belajar cara bergaul yang tidak pernah pilih-pilih orang. Jadi, rasanya waktu yang saya miliki menjadi sangat pendek untuk belajar banyak dari Pak Jono, termasuk belajar menulis buku yang walau tidak best seller amat tapii sangat powerful sebagai alat narsis.
Di daerah, promosi menjadi sesuatu hal, bisa bikin sakit gigi saat musimnya tiba. Terlebih karena sebagai wong ndeso, tentu akan jauh dari lingkar perhatian, apalagi kalau obyek promosinya tidak tempat sendiri.
“Gusti Allah mboten sare,” kata Pak Jono membesarkan hati saya yang mengecil karena kesempatan sanga kecil seupil. Bersamaan dengan itu, ada sisi hati yang seperti tidak ingin berpaling dari Semarang.
“Berikan yang terbaik mas,” pesannya saat saya akan melakukan wawancara sebagai salah satu syarat promosi. Saat itu, saya dengan senang hati menyanggupi karena saya tidak ingin mengecewakan KR3 dan beliau.
Akhirnya, memang takdirlah yang bercerita. Dan saya ditakdirkan untuk mengakhiri cerita di Semarang. Saya harus segera memulai cerita baru, kembali ke Jakarta. Jika, kembali k Jakarta adalah keberkahan, rasa-rasanya, ada peran Pak Jono. Setidaknya, beliau membawa pulung untuk saya. Kedatangannya kala hujan, ternyata membawa rejeki bagi saya.
Jadi ya begitu. Lama sekali saya tidak menjalani pesta perpisahan. Terakhir tahun 2016, saat saya meninggalkan Jakarta. Selama di Semarang, saya hanya menyaksikan satu-persatu teman-teman pergi meninggalkan KR3. Saya bahkan butuh waktu tujuh tahun, untuk sampai tanggal 27 September 2023, ketika saya dilepas secara resmi di hall KR3.
Tak terperi apa yg bergermuruh di hati. Sungguh terlalu berat untuk melangkah, mengubah rutinitas pagi saya selama di Semarang: antar anak bersekolah, olahraga, bekerja sama dengan tim, makan siang dengan teman-teman, pulang melepas lelah bersama anak istri dan tak lupa mendengar nasihat berbalut guyonan dari Pak Jono.
Hari itu, saya masih berusaha bercanda. Tapi hari itu, adalah hari terakhir saya di KR3, jadi sebenarnya saya hanya sedang berusaha menyembunyikan isi hati yang porak-poranda. Saya menutup speech saya saat perpisahan dengan bercerita tentang hari terakhir ibu saya, sebelum beliau berpulang. Saya sengaja mengulang cerita itu, karena level kesedihan yang saya rasakan setara pada saat saya harus meninggalkan KR3.
Selamat tinggal kota Semarang, rutinitas pagiku, hiruk pikuk tim ku, club makan siangku, rendezvous dengan anak istriku dan panutanku, pak Sumarjono. Sampai ketemu lagi.
***
Deng..deng..teng..teng…teng. Suara hape yang mengejutkan. Lebih terkejut lagi, saat saya lihat layar tertulis nama Pak Jono. Hari itu, tanggal 2 Oktober 2023, hari pertama saya kerja di Jakarta. “Gimana disana,” tanya Pak Jono kepada saya.
Setelah cerita ini itu, beliau memberikan semangat seperti yang biasa dilakukan setiap ada stafnya yang beranjak pergi darinya. Ah, baru juga pergi, saya sudah dapat pelajaran berharga lagi, matur nuwun pak.(*)