Banjarmasin, Koranpelita.com
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) H Sahbirin Noor menyatakan, perkebunan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia, terutama di Provinsi Kalimantan Selatan.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel, Roy Rizali Anwar dalam Rapat Paripurna DPRD Kalsel dipimpin H Supian HK di Banjarmasin, Rabu (5/4/2023) pagi.
Disebutkan, perkebunan menawarkan banyak potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Luas perkebunan di Kalsel semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama pada komoditas kelapa sawit dan karet.
“Gubernur berharap, dengan semakin meningkatnya luas wilayah perkebunan, potensi dan realisasi hasil di provinsinya juga makin meningkat”, kata Roy Rizali Anwar.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan perkebunan sering mengalami kendala di berbagai aspek, mulai dari aspek kelestarian alam, perizinan dan ketenagakerjaan.
Namun, ntuk mencapai tujuan pembangunan perkebunan berkelanjutan memerlukan adanya kebijakan yang jelas dan terukur dengan memperhatikan kelestarian alam dan kearifan lokal di Kalsel.
Oleh karena itu, sesuai amanat Pasal 5 Undang Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dengan tindak lanjut melalui Raperda tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan.
“Perda tentang Perkebunan Berkelanjutan ini nanti kita harapkan menjadi landasan hukum dalam memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan. Selain itu, untuk memastikan pembangunan perkebunan berkelanjutan dapat memberikan daya guna dan hasil guna terbaik bagi lingkungan serta masyarakat Kalsel,” paparnya.
Pada rapat paripurna ini juga sekaligus dilaksanakan pengambilan keputusan atas Raperda tentang Perkebunan Berkelanjutan di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus
Raperda diatas, Burhanuddin dalam laporannya, berharap agar pelaksanaan perda tersebut nantinya dapat secara baik dan benar.
Sedang pembahasan Raperda tentang Perkebunan Berkelanjutan yang berasal dari eksekutif ini berlangsung sejak November 2020 silam.
“Lamanya pembahasan Raperda tersebut antara lain karena harus menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja,” sebut Burhanuddin.(pik)