Jakarta,Koranpelita.com
Komisi X DPR RI mendorong Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk memiliki langkah strategis dalam pemenuhan kekurangan pustakawan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR RI dengan Perpusnas, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando menyebut, Indonesia masih kekurangan jumlah pustakawan sebanyak 439.680 pustakawan.
“Jumlah tersebut meliputi semua jenis perpustakaan di Indonesia, baik perpustakaan umum, khusus, sekolah negeri maupun swasta, dan perguruan tinggi,” jelasnya di Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Dikatakan, Perpusnas telah mengeluarkan rekomendasi kebutuhan atau formasi jabatan fungsional pustakawan di tahun 2022 untuk 31 instansi dengan jumlah kebutuhan seluruhnya untuk 4.344 pejabat fungsional pustakawan.
Bahkan, pelaksanaan inpassing di tahun 2017-2021 mendongkrak jumlah fungsional pustakawan di Indonesia.
Di sisi lain, Kepala Perpusnas menyampaikan, jumlah perpustakaan yang sudah terakreditasi predikat A, B, dan C sebanyak 9.363 perpustakaan dari 13.983 perpustakaan yang dinilai. Sehingga masih ada 94,3 persen atau 155.247 perpustakaan yang belum diakreditasi.
“Apabila perpustakaan terakreditasi dan pustakawan tersertifikasi maka kepercayaan masyarakat meningkat. Karena perpustakaan sesuai Standar Nasional Perpustakaan, dan Pustakawan kompeten dan profesional,” lanjutnya.
Menurut Kepala Perpusnas, masalah literasi saat ini adalah tidak produktif yang diakibatkan oelh sulitnya mengkomunikasikan ide dan gagasan, tidak dapat berinovasi serta sulit mentransfer pengetahuan dengan menggunakan IPTEK. “Inti masalahnya kita baru belajar membaca bukan membaca karena belajar melakukan sesuatu,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng mengatakan, Perpusnas perlu mengoptimalkan langkah strategis yang telah dilakukan, seperti regulasi yang memberikan kemudahan dalam rekrutmen jabatan fungsional pustakawan.
“Membuat peta jumlah lulusan bidang studi ilmu perpustakaan dengan daya serap lulusan pada kebutuhan pustakawan,” katanya.
Anggota Komisi X DPR RI, Rano Karno menyampaikan, untuk meningkatkan literasi diperlukan tiga komponen. Diantaranya, aktor, kultur dan infrastruktur. Dalam hal ini aktor adalah pustakawan yang memiliki kompetensi dalam mengelola perpustakaan. “Jadi bagaimana bisa meningkatkan literasi jika perpustakaan tidak dikelola oleh pustakawan,” ungkapnya.
Bahkan, lanjutnya, kelembagaan perpustakaan sebaiknya jangan digabung dengan arsip, karena hal itu berasal dari dua disiplin ilmu yang berbeda.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi X DPR RI, Vanda Sarundajang. Dia menuturkan, sumber daya pustakawan saat ini rata-rata berada di atas usia 50 tahun dan banyak yang akan memasuki masa pensiun.
“Sehingga kompotensi pustakawan perlu ditingkatkan melalui bimtek, diklat agar pengelolaan perpustakaan bisa lebih meningkat,” tuturnya.
Terkait tenaga pengelola teknis perpustakaan, pihaknya meminta agar dapat dialokasikan anggaran agar memiliki penghasilan yang lebih layak.
“Kita tahu bersama tenaga pengelola teknis perpustakaan merupakan tenaga sukarela dengan insentif yang sangat minim. Nah ini juga harus diperhatikan supaya dapat dialokasikan anggaran supaya mereka memperoleh penghasilan yang layak,” lanjutnya.
Sementara itu, Legislator Fraksi Partai Golongan Karya, Muhamad Nur Purnamasidi mengatakan, dengan kebutuhan pustakawan yang mendesak, pihaknya mendorong Perpusnas menyelenggarakan program bimtek pengelolaan perpustakaan yang ditujukan kepada guru dan tenaga pengajar.
“Menurut saya perlu ada program bimtek kepada guru maupun tenaga pengajar, agar mereka dapat mengelola perpustakaan seperti halnya pustakawan,” katanya.(Vin)