Jakarta. koranpelita.com
Harga rumah yang terus naik membuat generasi milenial menunda untuk memiliki rumah. Kawula muda kini lebih memilih untuk membeli barang konsumtif atau jalan-jalan.
Salah seorang pegawai generasi milenial Kementerian BUMN, Erwin menyatakan, salah satu hal yang menjadi kesulitan generasi milenial dalam rumah adalah tingginya uang muka KPR.
Terkadang generasi milenial lebih memilih membeli barang-barang konsumtif seperti handphone dan laptop untuk mendukung gaya hidup.
Demikian pendapat seorang nara sumber dari Kementerian BUMN, Erwin dalam sebuah diskuasi di Jakarta, kemarin.
Diharapkan program yang sedang disiapkan Kementerian PUPR dapat membantu generasi milenial untuk bisa mendapatkan rumah layak huni berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam sebuah sutvei saat ini, diperkirakan terdapat 81 juta jiwa generasi milenial yang belum memiliki rumah.
Kondisi ini, menurutnya menjadi pasar potensial perumahan. Sementara, Kementerian PUPR bersama asosiasi pengembang, akademisi dan stakeholder lainnya tengah menyiapkan skema program perumahan bagi generasi milenial.
“Pemerintah sedang mengupayakan penyediaan perumahan bagi seluruh masyarakat Indonesia termasuk generasi milenial melalui Program Satu Juta Rumah (PSR),” kata Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid .
Berdasarkan hasil riset timnya, generasi milenial mengutamakan rumah layak huni berkualitas berupa apartemen atau hunian sewa di pusat kota.
Hunian itu terintegrasi dengan simpul transportasi umum dan memiliki kemudahan dalam akses internet.
Maka, program rumah bagi generasi milenial ini diarahkan ke rumah vertikal atau rumah sederhana bersubsidi.
Terdapat tiga klaster milenial yang dikaji. Klaster pertama adalah milenial pemula yang berusia 25-29 tahun, baru bekerja atau masih mencari pekerjaan, dan belum menikah. Klaster kedua adalah milenial berkembang yang berusia 30-35 tahun dan sudah berkeluarga. Klaster ketiga adalah milenial berusia di atas 35 tahun yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan kemajuan finansial.
“Klaster pertama akan disiapkan rumah sewa vertikal yang dekat dengan simpul transportasi. Klaster kedua berupa hunian tipe 36 dengan 2 kamar tidur. Sementara klaster ketiga silakan beli sendiri menyesuaikan dengan selera dan gajinya,” ujar Khalawi.
Untuk menyiapkan rumah layak huni bagi generasi milenial Kementerian PUPR mengajak pemerintah daerah, BUMN, dan pihak swasta untuk ikut ambil peran. Salah satunya adalah lewat skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
“Kita punya tanah negara yang bisa dipakai ataupun bisa pakai lahan milik pemerintah daerah. Untuk pembiayaan investasi melalui KPBU kita lakukan pendekatan pembangunan dengan konsep mixed-use di kawasan yang dekat dengan simpul transportasi seperti stasiun dan terminal.
Bangunan TOD itu juga ada yang bersubsidi namun jumlahnya terbatas. Bagi mereka yang ingin tinggal di TOD maupun rumah bersubsidi dapat memanfaatkan KPR bersubsidi.
Skemanya FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) (oto).