Banjarmasin, Koranpelita.com
Puluhan mahasiswa Kalimantan Selatan (Kalsel) yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi parlemen jalanan di depan Gedung DPRD Kalsel Jalan Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin, pada Senin (20/2/2023).
Pantauan di lapangan, massa aksi turun kejalan ini mulai pukul 13.00 Wita, sebelumnya berkumpul di Taman Kamboja, Jalan Anang Adenansi.
Kemudian, sekitar pukul 14.00 Wita massa mulai bergerak melakukan unjuk rasa atau longmarch ke Jalan Lambung Mangkurat tepatnya di depan kantor DPRD Provinsi Kalimantan Selatan.
Sekitar pukul 14.30 Wita massa mulai berdatangan dengan membawa spanduk bekas yang bertuliskan #PR KALSEL MASIH BANYAK.
Salah satu peserta aksi, menyampaikan kedatangan pihaknya ingin bertemu Ketua DPRD Kalsel untuk menyampaikan sejumlah tuntutan yang menurut pihaknya penting untuk dituntaskan.
“Aksi nasional yang dilakukan ini dilakukan di wilayah masing masing, kami bertanya mana Ketua DPRD Kalsel,” teriaknya.
Selang beberapa saat, Sekretaris DPRD Kalsel Muhammad Jani bersama jajaranya akhirnya menemui massa.
Namun, kedatangan Sekretaris DPRD Kalsel itu tidak membuat massa puas. Pasalnya keinginan masa turun ke jalan untuk bertemu Ketua Dewan.
Korwil BEM se-Kalsel, Yogi Ilmawan saat aksi mempertanyakan apakah orang yang berhadir ini bisa memenuhi tuntutan pihaknya dan mempertanyakan anggota Dewan.
“Dimana orang orang yang dipilih untuk menjadi perwakilan rakyat, dimana anggota dewan kalsel kita,” tanyanya.
Ada tiga poin yang disampaikan dalam aksi ini. pertama, tentang tindak lanjut mengenai aksi tentang KUHP baru yang digelar pada pertengahan Desember tahun kemarin.
Kemudian, tentang penambahan masa jabatan kepala desa (Kades) dan soal isu lingkungan yang terjadi di wilayah Kalsel.
Yogi menyebutkan nanti akan kembali menggelar aksi dengan massa yang lebih banyak.
Mereka akan membahas sedikitnya ada 60 pasal kontroversial. Beberapa di antaranya seperti pasal 218 mengenai penghinaan presiden. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara.
Kemudian pasal 256, ancaman pidana bagi penyelenggara unjuk rasa tanpa pemberitahuan. Hukumannya yakni enam bulan penjara.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah sekarang anti kritik,” jelasnya
Lalu, Pasal 349, penghinaan terhadap lembaga negara dengan ancaman hukuman penjara 1,5 tahun. Hukuman bisa diperberat apabila dilakukan melalui media sosial.
“Selain pasal 349, ada banyak pasal lainnya yang kami nilai itu pasal karet. Kalau ini diterapkan maka tidak dipungkiri akan terjadi kriminalisasi terhadap orang-orang yang dianggap berseberangan dengan pemerintah,” tegasnya.
Terakhir, pasal 603 yang bunyinya koruptor paling sedikit dihukum penjara dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp 10 juta dan paling banyak Rp 2 miliar
Yogi menilai, pasal ini sama saja memberikan peluang kesempatan bagi para koruptor untuk mencuri uang-uang rakyat.
“Tidak ada upaya untuk membebaskan negeri ini dari jeratan korupsi,” tegasnya.
Kemudian, pada aksi itu nanti, pihaknya juga menuntut agar Pemerintah Pusat dan DPR RI menolak perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun yang diusulkan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI).
“Karena dari kajian kami, posisi pemerintahan yang paling banyak korupsi ada di tingkat desa. Artinya Kepala Desa menjadi ladang korupsi terbesar di negara ini,” ungkapnya.
Buktinya sekarang orang-orang berebut jadi kepala desa. Padahal setiap tahunnya lebih dari 600 kepala desa ditangkap akibat memakan mengkorupsi dana desa.
Selain mengenai dua hal di atas, isu lingkungan yang dibawa, terutama terkait longsornya jalan poros di wilayah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu.
Sebab, jalan tersebut merupakan jalur utama dalam proses distribusi logistik bagi warga Kabupaten Tanah Bumbu. Namun sampai sekarang kondisi jalan masih tetap sama, bahkan sampai menelan korban luka.
“Maka dari itu, kami mempertanyakan tugas dan fungsi pengawasan mereka yang duduk sebagai anggota dewan di DPRD Kalsel. Kok permasalahan jalan di Satui ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya pergerakan atau upaya perbaikan,” pungkasnya.
Sekitar Pukul 17.00 Wita, massa yang di kawal ketat aparat kepolisian ini membubarkan diri dengan tertib.(pik)