Semarang,koranpelita.com
Pakar hukum perdata Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Dr Pujiono, SH, MH menilai tidak tepat alasan menggugat Perum Perhutani karena dianggap menghambat proses balik nama sertifikat kepemilikan lahan di desa Ngandul Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
“Karena yang dilakukan Perhutani itu berdasarkan atribusi hukum yang dimilikinya, sehingga yang dilakukan adalah kewajiban sebagai pegawai negara untuk menyelamatkan aset negara,” tuturnya yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Perhutani selaku saksi ahli pada sidang perkara gugatan hukum dengan register 51/Pdt.G/2022/PN Sgn.
Menurut Prof. Pujiyono, apa yang dilakukan dalam hal ini tindakan Perhutani tidak termasuk kategori menghambat atau tindakan melawan hukum.
Seperti dikemukakan oleh Subiyanto, Tim Kuasa Hukum Perhutani, Perum Perhutani digugat oleh pihak yang merasa proses permintaan balik nama sertifikat lahan, yang semula atas nama ibunya untuk diubah menjadi atas namanya tidak dikabulkan oleh pihak otoritas penerbitan sertifikat lahan, dalam hal ini BPN, karena terganjal adanya sepucuk surat dari Perhutani.
“Surat dimaksud barangkali adalah surat dari Perhutani pada tahun 2010, yang mempertanyakan keberadaan warkah dokumen sah atas sebidang lahan pekarangan yang kemudian menjadi obyek sengketa ini,” ucap Subiyanto.
Ia menerangkan, alasan mengapa Perhutani berkirim surat kepada BPN karena lahan yang kemudian dipersengketakan itu, sejauh ini masih tercantum dalam daftar aset negara yang dimiliki Perhutani.
Majelis Hakim PN Sragen yang dipimpin Iwan Harrry Winarto, SH MH dengan anggotanya Vivi Meike Tampi SH MH dan Dyah Nursanti SH, pada sidang yang menghadirkan pakar hukum ini adalah persidangan yang ke 16 sejak pertama kali digelar pada tanggal 16 Agustus lalu.
Obyek Sengketa Bagian Aset KPH Gemolong
Sementara lahan pekarangan obyek sengketa yang menurut data administrasi Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, Divisi Regional Jawa Tengah adalah bagian dari aset perusahaan negara kehutanan di daerah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jurang Gandul, Bagian KPH Gemolong.
Aset negara yang dalam otoritas kewenangan BUMN itu, sekonyong-konyong mendapat gugatan hukum dari seseorang yang mengaku anak dari seorang wanita yang namanya tertera pada sertifikat lahan tersebut.
“Perkara gugatannya adalah karena Perum Perhutani dituduh sebagai penghambat proses balik nama sertifikat kepemilikan lahan atas nama Sri Nyukupi kepada salah satu putranya,” tutur Tim Kuasa Hukum Perum Perhutani yang terdiri Muhammad Fadlun, Subiyanto dan Farady Hasibuan.
Menurut keterangan sumber di Perum Perhutani, petugas Perum Perhutani yang membidangi pekerjaan pengamanan aset negara dalam perusahaan kehutanan, secara periodik melakukan pemeriksaan berkala atas seluruh aset Perhutani berupa dokumen kepemilikan lahan. Salah satunya adalah ketika bersurat kepada pihak BPN Kabupaten Sragen atas keabsahan dokumen aset perusahaan yang berada di daerah tersebut.
“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, ihwal permintaan balik nama sertifikat kepemilikan itu sudah ditolak oleh pihak BPN pada tahun 2019. Tapi mengapa kemudian pihak kami yang digugat,” kata Subiyanto.
Dikatakan, sebagai salah satu bukti tentang status lahan yang dipersengketakan itu merupakan milik Perhutani adalah adanya Surat Peringatan dari Administratur Perhutani Telawa pada tahun 1983 kepada salah satu oknum pegawai Perhutani Surakarta yang terindikasi akan menjual sebidang lahan Perhutani di desa Ngandul itu dengan tembusan kepada Kepala Desa Ngandul, Kecamatan Sumberlawang, agar membatalkan niatnya.
Dalam tahun yang sama pula, Kepala Perum Perhutani KPH Telawa menerima sepucuk Surat dari Camat Sumberlawang dengan tembusan kepada Kepala Desa Ngandul untuk mengamankan aset milik negara/Perhutani tersebut dari kemungkinan dijual.
Namun di kemudian hari ternyata Kepala Desa Ngandul, waktu itu atas nama N. Poernomo justru yang membeli sebidang tanah aset negara tersebut, dari oknum pegawai Perhutani dan selanjutnya disertifikatkan atas nama istri Kepala Desa Ngandul, Sri Nyukupi. (sup)