Mungkinkah ASN Netral Dalam Pemilu 2024 ?

Oleh : Pudjo Rahayu Risan

Mungkinkah ASN Netral Dalam Pemilu 2024 ? Sebuah pertanyaan klasik, yang sering kali ditanggapi dengan dingin dan bahkan tidak jarang, sinis. Mengapa ? Setiap ada perhelatan baik Pemilihan Umum (Pemilu) untuk DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, DPD RI dan Presiden maupun Pilkada Gubernur, Bupati dan Walikota, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu dipertanyakan netralitasnya walaupun regulasi yang mengatur sudah ada dengan jelas.

Pertanyaan selanjutnya, efektivkah regulasi untuk kalangan ASN agar profesinya netral ketika pelaksanaan Pemilu termasuk didalamnya Pilkada ?

Mari dalam tulisan ini kita bahas.

ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5/2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut termaktub bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

SK Bersama.

Berdasarkan UU No. 5/2014 tentang ASN, untuk menjawab, memperkuat dan menjamin terjaganya netralitas aparatur sipil negara (ASN), pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Ke[ala Daerah.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas bersama dengan Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menandatangani SKB tersebut di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (22/09).

Tujuan SK Bersama tersebut, secara kontekstual amat sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan birokrasi yang netral serta SDM ASN yang bisa men-support agenda pemerintah yaitu salah satunya pemilihan umum yang nanti akan digelar secara serentak, baik pemilihan legislatit, ekesekutif maupun kepala daerah.

Harapan kita semua, tidak sekadar konsep regulasi tentang netralitas ASN, tetapi benar – benar efektif mengingat persoalan ASN netral selalu dipertanyakan. Memang pada tataran pelaksanaan dilapangan ASN netral sulit terwujud walaupun regulasi sudah tersedia. Hal ini akan muncul simbiosis mutualisme antara pihak ASN dengan pihak yang berkerpentingan dengan perolehan suara. Dimama simbiosis mutualisme merupakan salah satu bentuk hubungan atau interaksi yang dilakukan oleh dua makhluk hidup di mana keduanya memberikan dan mendapatkan keuntungan satu sama lain lewat interaksi tersebut. Sedangkan sebaliknya, jika interaksi tersebut tidak terjadi, maka keduanya juga akan sama-sama dirugikan.

Tahapan selanjutnya tidak menutup kemungkinan terjadi kolaborasi, antara ASN dengan pihak yang berkepentingan dengan proses pemilu – pilkada. Kolaborasi adalah suatu bentuk interaksi, diskusi, kompromi, kerjasama yang berhubungan dengan individu, kelompok atau beberapa pihak lainnya, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, kolaborasi artinya memiliki nilai-nilai yang sama dan kuat sebagai komponen kolaborasi efektif.

Apa dampak ASN tidak netral.

ASN tidak netral tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat. Apabila ASN tidak netral maka dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik.

Dalam politik, ada konsep yang penting atau yang diutamakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Artinya, apabila ada hal – hal yang memang benar sesuai aturan tetapi tidak tidak menguntungkan cenderung tidak diambil atau dilaksanakan. Namun sebaliknya, apabila menguntungkan walau secara regulasi menyimpang ada kecenderungan dilaksanakan atau diambil. Kalau sudah demikian ASN bisa menjadi tidak obyektif, tidak transparan dan sulit dipertanggung jawabkan.

Ini yang meruguikan dimana ASN menjadi pelayan masyarakat, menjadi abdi Negara dimana netralitasnya harus demi masyarakat yang dilayani. Bukan sebaliknya tidak kenetralan hanya untuk memenui ambisi ASN memperoleh keuntungan secara pribadi.

Seperti kosep simbiosis mutualisme, dimana oknum yang berkenptingan dengan perolehan suara, butuh bantuan ASN dimana memiliki potensi atas posisi dan keluarga serta kerabat untuk mendulang suara dan memperi peluang ketika memiliki otoritas men-support proses pemilu – pilkada. Pada saat yang sama, ASN juga memanfaatkan momentum pemilu – pilkada untuk memperoleh jabatan yangh strategias atau naik esselon.

Hal ini bisa terjadi karena ASN juga butuh posisi tawar untuk memperoleh jalan menju ke karier yang diharapkan. Apalagi jumlah jabatan sangat terbatas, sementara yang berminat jumlahnya berkali – kali lipat. Justru momentum pemilu – pilkada adalah momentum yang sangat strategis bisa muncul simbiosis mutualisme dan kolaborasi.

Sama – sama butuh, kalau dilakukan sama – sama menguntungkan, tetapi kalau tidak dilakukan bisa sama – sama merasa dirugikan. Sebagai contoh, ASN yang netral sesuai regulasi, terlasip oleh ASN yang justru tidak netral. Ini tantangan yang harus dijawab oleh SK Bersama, dimana kerja kolaboratif terdiri dari Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, KASN dan Bawaslu. Unsur dan komponen ini perlu berkolaborasi dimana terjadi interaksi, diskusi, kompromi, kerjasama bila perlu menurunkan tensi ego masing – masing. Karena kolaborasi artinya memiliki nilai-nilai yang sama dan kuat sebagai komponen kolaborasi efektif.

Potensi gangguan netralitas.

Semua pihak, termasuk ASN yang potensi disorot, perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pilkada. Potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah, tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih.

Kolaborasi benar – benar diterapkan sampai tingkat bahwa sengan pengawasan dan contoh dari atas. Dengan demikian diharapkan akan terbangun sinergitas dan efektivitas dalam pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai ASN. Hadirnya SKB netralitas juga tentunya akan mempermudah ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etik ataupun disiplin pegawai.

Untuk itu perlu digelorakan agar nanti akan berdampak luas tidak hanya di pemerintah pusat, tetapi juga di pemerintah kabupaten, kota, provinsi di seluruh Indonesia. Konsekuensi sebagai ASN menjadi komponen penting pemerintahan untuk menjamin berlangsungnya Pemilu dan Pilkada tahun 2024 baik di tingkat nasional maupun daerah. Dimana kita semua sudah paham tahu undang-undang yang menyangkut ASN tidak boleh berpolitik praktis. ASN adalah tenaga profesional yang menjadi motor pemerintahan dan bersifat permanen sementara hasil pemilu – pilkada adalah ad hoc yang memiliki siklus lima tahunan. (Pudjo Rahayu Risan, Pengamat Kebijakan Publik)

About suparman

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca