Palangka Raya, Koranpelita.com
Sebagian dari masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) masih bercocok tanam dengan cara membakar areal lahan sebelum proses penanaman. Padahal, ada cara yang lebih ramah lingkungan, praktis, dan hemat dalam proses pertanian.
Cara yang disebut “Pertanian Udara Bersih” itu diperkenalkan Yayasan Farmer’s Initiatives for Ecological Livelihoods, and Democracy (FIELD) Indonesia melalui kegiatan Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan Kader Udara Bersih Indonesia, di Asrama Haji Palangka Raya, Rabu (21/9/2022).
Pada kegiatan yang diikuti puluhan peserta masyarakat petani Provinsi Kalteng ini instruktur FIELD mengajarkan cara penyiapan lahan, teknis penanaman, perawatan, hingga masa panen secara alami.
Direktur Yayasan FIELD Indonesia Heru Setyoko menjelaskan, salah satu elemen penting dari teknis cocok tanam dalam pertanian udara bersih ini adalah “mulsa”. Mulsa tersebut bisa berupa rumput, ranting, ilalang, bekas batang padi, atau sejenisnya yang mudah didapat di lahan sekitar.
“Lahan yang mau ditanam dibiarkan saja alami. Jika ada gulma (rumput lia), batang kayu tinggal ditumpuk mulsa secara merata dengan ketebalan tertentu (10-15 Cm). Ini akan menambah unsur hara yang jadi pupuk tanaman. Jadi tidak perlu dibakar,” paparnya.
Heru melanjutkan, untuk penambahan media tanam bisa digunakan beberapa alternatif bahan alami. Salah satunya cangkang telur yang telah diarangkan.
Dikatakannya, pola ini telah berhasil diujicobakan di negara luar seperti China dan Meksiko. Di Indonesia, teknis serupa juga telah berhasil diterapkan di delapan provinsi, termasuk di areal lahan gambut di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Dari hasil ujicoba itu, teknik ini efektif dalam budidaya tanaman jagung, aneka, sayur, bahkan padi. “Sekarang kurang lebih 800 petani sudah terlibat dalam pelatihan ini dan memenuhi target,” ujarnya.
Ditambahkannya, pola tanam ini merupakan salah satu upaya pihaknya menekan teknis pembakaran lahan dalam bercocok tanam. Sebab, pembakaran lahan berdampak buruk bagi lingkungan, terutama karena menimbulkan asap.
Pelatihan ini sendiri berlangsung selama 2 hari, di mana peserta tidak hanya dilatih secara teori tentang cara bercocok tanam yang ramah lingkungan.
Pada sesi lapangan, mereka juga ditunjukkan secara langsung bagaimana menyiapkan lahan, proses penanaman, hingga perawatan secara alami, tanpa penggunaan bahan kimia maupun pupuk non organik.
Heru juga menyebut pola ini tak hanya cocok untuk kalangan petani, namun juga masyarakat yang gemar aktivitas menanam, terutama yang memiliki lahan kosong dan belum dimanfaatkan.(Sut).