Jakarta,koranpelita.com
Ribuan karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan Perhutani kembali berunjuk rasa menolak SK Menteri LHK nomor 287, tentang KHDPK yang digelar di Jakarta, Rabu (20/7/2022), setelah aktivitas unjukrasa serupa di dua bulan sebelumnya (Rabu/18/5/2022) di lokasi yang sama.
Aksi damai yang berlangsung di sekitar area Patung Arjuna Wijaya dan persilangan jalan ke arah Monumen Nasional Jakarta, berlangsung tertib dan mengungkapan pendapat di muka umum.
Unjuk rasa yang dilakukan 5000 an orang kali ini, tidak hanya diikuti karyawan Perhutani yang tergabung dalam organisasi Serikat Karyawan (Sekar) sebagaimana gelaran serupa dua bulan yang lalu. Namun juga melibatkan elemen masyarakat yang peduli kelestarian hutan. Di antaranya dari organisasi Serimba PHT, Serimba PPHT, Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHT), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan LSM peduli keselamatan hutan.
Menurut Mochamad Ikhsan, koordinator aksi, Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 287 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), justru sangat berpotensi merusak kelestarian kawasan hutan Jawa yang saat ini, tinggal sejumlah 16 % saja dari ketentuan ideal seluas 30 % standar kawasan hutan bagi keberlangsungan ekosistem dalam satu pulau.
” Unjuk rasa bertajuk Aksi Damai Penyelamatan Hutan Jawa ini, untuk membatalkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 287 tentang KHDPK,” ungkapnya.
Selain itu, DPP Sekar Perhutani, menyatakan, dengan SK menteri LHK 287 itu, hutan seluas kurang lebih 1,1 juta hektare yang selama ini dikelola Perhutani yang berkolaborasi dengan Masyarakat Desa Hutan akan dikelola Kementerian LHK dan diberikan ijin pemanfaatan hutan baru.
Kebijakan Berpotensi Timbulkan Konflik Horizontal
“Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara pengelola yang sudah existing dengan pemegang ijin baru. Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi terjadi kerusakan hutan karena hutan dikelola secara kelompok dan individu hanya untuk usaha produktif,”ujar Koordinator Aksi Damai Tolak KHDPK, Mochamad Iksan dalam orasinya di atas mobil panggung unjuk rasa.
Ungkapan kekhawatiran seperti dalam uraian tersebut, lanjutnya, ternyata secara faktual sudah terjadi di lapangan. Sebagaimana terungkap dalam orasi unjukrasa yang di kemukakan oleh sejumlah perwakilan anggota organisasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan, yang selama ini bekerjasama dengan Perhutani di daerah hutan Jateng, Jatim dan Jabar.
Dengan demikian telah terjadi disorientasi tujuan pengelolaan hutan dari tujuan utama bagi kelestarian lingkungan hidup, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat direduksi menjadi hanya untuk tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat semata.
“Untuk itu, kami meminta kepada Menteri LHK untuk membatalkan Permen P39/2017 dan SK Menteri LHK nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2A/4/2022 NO.287/2022,” desaknya.
Sementara itu, dalam.pantauan di lapangan hingga kini peserta dari unsur organisasi Sekar Perhutani berdatangan dari segenap pelosok daerah kerja Perum Perhutani di Pulau Jawa dan Madura.
“Kami berangkat dari daerah kerja kami masing – masing ini dengan menyewa bus atas biaya sendiri, “ungkap sejumlah peserta.(sup)