Banjarmasin, Koranpelita.com
Sebagai warga negara yang taat hukum Mardani H Maming, hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan atas kasus dugaan korupsi mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4/2022).
Diapun menepis banyak pemberitaan yang beredar selama ini yang menyebut dirinya “mangkir” karena tak bisa hadir bersaksi pada sidang-sidang sebelumnya.
Padahal, tegas Mardani, dirinya menyampaikan keterangan-keterangan. Pada sidang pertama dan kedua tak bisa hadir, kemudian sidang ketiga sudah ada saksi dibawah sumpah yang dia anggap seharusnya dirinya tak perlu hadir dan mau dibacakan pada sidang ketiga ternyata majelis hakim tak membolehkan, karena paling tidak dirinya hadir secara online.
“Nah disidang ke empat JPU meminta saya hadir secara online dan saya hadir, tapi Hakim berpendapat lain dan meminta saya hadir langsung. Makanya dengan mengikuti perintah majelis hakim dan sebagai warga negara yang baik hari ini saya hadir,” ujar Mardani H Maming kepada awak media usai bersaksi hari itu.
Disinggung keterkaitan dengan kasus diatas? Ketua DPP HIPMI ini membeberkan, sesuai dengan keterangan yang disampaikan dalam sidang tadi, menurut dia, proses pembuatan IUP yang lebih paham aturanya karena pendelegasianya oleh Kadis Pertambangan Tanah Bumbu.
Kemudian baru disampaikan kepada dirinya selaku bupati saat itu, berupa SK dan surat rekomendasi proses bahwa semua itu sudah memenuhi aturan yang berlaku, dan diparaf oleh kabag hukum, bisa asisten, bisa juga sekda. Sehingga dirinya menyatakan proses itu sudah berjalan sesuai dengan aturan.
“Makanya saya bertandatangan. Kalau seandainya proses itu tidak sesuai dengan aturan harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya karena belum memenuhi aturan,” tegas Mardani H Maming.
Mantan Bupati Tanah Bumbu ini juga menegaskan, terbitnya SK Bupati saat itu berdasarkan permohonan perusahaan dan diproses oleh kepala dinas. Jika oleh dinas sudah sesuai aturan dan bagi dirinya jika sudah ada paraf dinas teknis, maka dirinya juga menilai sudah sesuai aturan.
Untuk memperkuat, berkas dokumen dibawa ke provinsi dan diverifikasi dan provinsi menyatakan juga tak ada masalah. Tak hanya itu, dokumen juga diteruskan dan dibawa lagi ke Kementerian ESDM pusat, dan diverifikasi, sesuai aturan maka terbitlah CnC (clear and clear).
“Berarti saya anggap ini sudah tidak ada masalah lagi, dan itu terjadi ditahun 2011”, sebut Mardani yang kini juga menjabat sebagai Bendahara Umun (Bendum) PB NU.
Anehnya lanjut dia, permasalah dan perbedaan pendapat ini mencuat setelah tahun 2021, yaitu adanya laporan gratifikasi kepala dinas dengan permasalah peralihan IUP dan dirinya baru memahami itu.
“Jadi ini sesuatu yang lucu bagi saya. Karena 2012 baru ributnya di 2021. Kenapa perusahaannya saat waktu perubahannya tidak memprotes bahwa ini tidak benar. Nah perusahaanya juga tidak memprotes.
Saya merasakan saya hadir dan tidak hadir dalam sidang, ditagline bahwa Bendum NU, Ketua HIPMI tidak hadir, saya merasa ini ada satu setingan dan framing yang mau menjatuhkan saya secara publik, dan semua itu tidak benar. Insya Allah dalam proses ini nanti akan ketahuan siapa semua dibelakang ini,” tegas Mardani Maming.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan menghadirkan saksi Mardani pagi itu, Mejelis Hakim yang diketuai Yusriansyah, Tim Jaksa Penuntut Umum dan Tim Penasehat Hukum melontrkan sejumlah pertanyaan kepada Mardani terkait teknis terbitnya surat keputusan (SK) Bupati Tanbu, tentang pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT PCN tahun 2011 lalu.
Tim Penasihat Hukum Terdakwa juga menanyakan, hubungan antara Mantan Dirut PT PCN, Almarhum Henry Soetio dengan saksi Mardani, dan diakui Mardani mengenal Alm Henry sebagai seorang pengusaha pertambangan antara Tahun 2011 atau 2012 setelah Ia menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, saat ditanya kuasa hukumnya mengatakan, saksi Mardani juga pernah memerintahkannya untuk berkomunikasi dengan Alm Henry terkait pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN.
“Coba itu Pak Dwi temui Henry, Inya handak (dia mau) mengalihkan IUP dari BKPL ke PCN, pian (kamu) bantu”, sebutnya dalam bahasa Banjar.
Majelis Hakim selanjutnya memeriksa kesaksian dari saksi lainnya termasuk salah satunya saksi ahli, Sihol Junior.
Namun suasa sidang kali ini nampak berbeda dari sidang sebelumnya. Karena terlihat ratusan massa dari GP Ansor, LBH GP Ansor dan Banser NU turut mengawal sidang tersebut, karena saksi juga merupakan kader NU.
Penjagaan oleh aparat Kepolisian pun jadi cukup ketat. bahkan demi menjaga ketertiban, semua yang masuk dalam ruangan persidangan dilakukan pemeriksaan melalui X-Ray. (pik)