Banjarmasin, Koranpelita.com
Kabar Kota Banjarbaru yang ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam UU UU Provinsi Kalsel dalam Bab II Pasal ke-4 yang baru disahkan DPR RI, belum lama ini, terus menuai pro- kontra dan rasa terkejut diberbagai lapisan masyarakat di Kalsel.
Pasalnya, jangankan masyarakat biasa, kalangan wakil rakyat di tingkat provinsi pun mengaku, selama ini tak pernah tau tentang adanya informasi maupun pembahasan terkait adanya rencana pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalsel dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru.
Hal itu diungkapkan salah satu Anggota DPRD Kalsel M Yani Helmi.
Diapun mengaku masih tak percaya adanya penetapan pemindahan ibu kota yang terkesan mendadak, tak transparan informasi maupun sosialisasinya, termasuk kajiannya.
“Selama ini saya samasekali tak pernah dengar ada informasi atau pembahasan perpindahan ibukota,” ujarnya. M Yani Helmi.
Anggota Fraksi Golkar yang duduk di komisi II ini menegaskan, bahwa Provinsi Kalsel terdapat 13 kabupaten/kota, tentunya bukan hanya milik provinsi semata. Tetapi juga 13 kabupaten/kota seharusnya turut dilibatkan dalam pembahasan bersama DPRD Kalsel, hingga pada kesepakatan akhirnya, lebih dulu harus diparipurnakan di tingkat daerah.
Atas hal diatas, bisa saja dievaluasi kembali jika masyarakat Kalsel. menginginkan. Sebab aspirasi masyarakat harus diutamakan dan diakomodir, seperti kerap banyaknya masyarakat yang menyampaikan aspirasi ke DPRD, maka dewan pun mengakomodirnya.
“Jika mayoritas masyarakat tidak menyetujui perpindahan ibu kota ini dan inginkan adanya revisi melalui judicial review maka saya siap bersama rakyat. Karena kita sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan aspirasi mereka,” tandasnya.
Senada kokeganya dari PPP, H Asbullah, juga mengaku tak mengetahui ada informasi dan pembahasan tentang perpindahan ibukota provinsi. ” tidak tau dan tidak pernah ada pembahasan,” kata Asbullah yang mantan Wakil Ketua DPRD dan kini duduk di Komisi IV DPRD setempat.
Begitu pula H Agus Mawardi dari Fraksi PKB yang duduk di Komisi III membidangi pembangunan infrastruktur dan ESDM, juga mengaku heran.
Diapun mempertanyakan, apakah tatacara dan mekanisme untuk pemindahan sebuah ibukota, seperti yang terjadi ini. Menurutnya, banyak tahapan yang harus dilalui secara transparan.
Rasa terkejut juga datang Anggota Fraksi PDI-P, Fahrani Spd, yang pernah duduk di Komisi I membidangi hukum dan pemerintahan sekitar tahun 2020 dan 2021.
Menurut Fahrani pekan tadi, selama tahun 2021, tak pernah ada pembahasan tentang pemindahan ibu kota provinsi.
Yang ada lanjut dia, yaitu pembahasan bersama oleh staf ahli Komisi II DPR RI saat itu yaitu, menyangkut tataruang Kalsel, keunggulan, potensi, SDM, kearipan lokal, dan tak ada membahas terkait pemindahan ibu kota.
Sebenarnya kata anggota dewan yang kini duduk di Komisi II ini, pemindahan ibu kita provinsi sudah beberapa kali diwacanakan oleh beberapa kepala daerah terdahulu.
Semasa gubernur Rudy Ariffin-Rudy Resnawan, saat itu yang berhasil dipindah adalah pusat perkantoran, namun saat itu belum sampai memindah tataran ibu kota.
“Nah ini tanpa usulan. Inisiasi DPR RI dalam artian terjadi. Ya Sepengetahuan kami di komisi I kala itu saat pembahasan bersama stap ahli Komisi II DPR RI, tidak ada membahas pemindahan ibu kota,” jelasnya.
Berbeda, Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Hj Rahmah Norlias, mengaku tak masalah pemindahan ibu kota provinsi ini.
Disinggung mekanisme dan kajian karena terkesan mendadak ditetapkanya? Politisi PAN ini mengaku sebelumnya sudah ada beberapa kali pihak staf Komisi II DPR RI yang beraudiensi. “Ada beberapa kali pembahasan langsung, dan juga melalui zoom virtual karena kondisi Covid-19” kata dia.
Rahmah Norlias juga menyarankan agar lebih detail, awak media bisa menanyakanya ke tim ahli ULM yang mungki merupakan tim ahli kajian kelayakan.
Selain itu dia juga menyarankan bisa menanyakanya kepada anggota DPR RI, Rifkynizami Karsayudha. (pik)