Banjarmasin, Koranpelita.com.
Dikurun tiga tahun terakhir, kasus pernikahan usia dini atau masih dalam usia anak-anak di Kabupaten Barito Kuala (Batola) dalam kurun menempati posisi tertinggi di Kalsel, hingga dari tahun ke tahun menunjukkan trend meningkat.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Batola, Hj.Harliani, SIP, Msi, dalam paparanya selaku naras sumber pada kegiatan Sosialisasi/Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang diimplemantasikan ke Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalsel Nomor 11 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang dilaksanakan oleh anggota DPD Provinsi Kalsel, DR.H.Karl Hanafi Kalianda, SH.MH di Desa Semangat Dalam, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, akhir pekan ini.
Dihadapan 50 peserta yang hadir, Harliani menyebutkan. Tahun 2019 lalu, kasus pernikahan dini mencapai 45 kasus, tahun 2020 naik drastis 215 persen, yaitu menjadi 145 kasus, dan pada tahun 2021 lalu sampai dengan bulan Desember mencapai 118 kasus.
Menurut dia yang menjadi penyebab tingginya angka pernikahan dini di daerah tersebut bermacam-macam. Diantaranya akibat budaya. Kemudian orang tua yang ingin lepas tanggung jawab, juga dampak dari pandemi Covid yang menghendaki anak-anak banyak di rumah dan tidak sekolah.
“Dan yang terutama sekali adalah akibat ketidaktahuan para orang tua tentang usia perkawinan diaturan terbaru yaitu 19 untuk laki-laki dan 19 tahun juga untuk perempuan. Sedangkan di aturan terdahulu sebelum mengalami perubahan yaitu UU no 1 tahun 1974 adalah 16 tahun untuk perempuan,” jelasnya.
Solusi atau langkah yang diambil untuk menekan tingginya angka pernikahan dini tersebut lanjut Harliani, adalah syarat adanya rekomendasi dari DPPKBP3A Kabupaten Batola yang diajukan oleh Pengadilan Agama setempat.
“Jadi pasangan yang akan menikah di KUA/Pengadilan Agama terlebih dahulu harus ada rekomendasi dari kami. Bila memenuhi syarat, rekomendasi diberikan, tetapi bila tidak memenuhi syarat rekomendasi tidak diberikan, seperti tahun 2021 lalu, ada 118 yang kami tolak karena tidak memenuhi syarat khususnya dari segi usia,” kata dia.
Dia juga menjelaskan banyak dampak negatif atau permasalahan yang timbul akibat kawin muda, seperti masalah reproduksi, stunting, pemenuhan ASI ekslusif serta kemiskinan.
Sementara, anggota DPRD Kalsel H.Karli Hanafi Kalianda, pada kesempatan itu antara lain menyampaikan, bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang merupakan salah satu unsur penyelenggara pemerintah daerah, salah satunya ditugasi untuk menjalankan fungsi legislasi.
“Pelaksanaan fungsi tersebut dilakukan dengan menjalankan tugas dan kewenangan dalam menjalankan tugas dan kewenangan dalam pembentukan peraturan daerah termasuk mensosialisasikan peraturan daerah yang sudah diundangkan.
Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan turunan dari Undang-undang dimaksud, yakni di Pasal 163 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 120 tahun 2018 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
“Amanat untuk menyebarluaskan peraturan daerah yang telah diundangkan menjadi tugas dari DPRD bersama pemerntah daerah,” pungkas Karli Hanafi. (pik).