Banjarmsin, Koranpelita.com
Tanah seluas 16 x125 meter sebelah barat menuju jalur Hauling KM 101 yang ditutup oleh PT Tapin Coal Terminal (TCT), bukanlah satu-satunya “alasan” yang berbuntut sengketa, hingga armada pengangkut hasil tambang PT Antang Gunung Meratus (AGM) terhenti selama beberapa bulan hingga kini. Tetapi, lebih dari itu, faktor “bisnislah” yang kuat melatari agar ada kerjasama.
Kondisi itu diungkapkan detil oleh Kuasa Hukum PT TCT, Tri H, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel), Selasa 4 Januari 2022, di gedung DPRD Kalsel Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin.
RDP, dipimpin Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK, dan dihadiri Sekdaprov Kalsel, Ketua dan anggota Komisi III, Dirkrimum Polda Kalsel, Kasi Sospol Kejati Kalsel, Kadishub, Kadis ESDM Provinsi Kalsel dan lainya.
Selebihnya, hadir lengkap jajaran Direksi dan Komisaris PT AGM, dan salahsatu direksi PT TCT, serta perwakilan Asosiasi Angkutan batubara dan tongkang disertai kuasa hukum masing-masing, serta komunitas LSM Kalsel.
Didampingi direksi PT TCT Markus Wibisono, dipertengahan RDP yang berlangsung sekitar empat jam lebih petang itu, Tri yang diminta pimpinan rapat, saat itu mengungkapkan bahwa pihaknya berinvestasi di Kalsel dengan tujuan untuk hidup.
“Jadi kami datang kesini untuk hidup pa. Ya kami juga punya terminal disana. Artinya mungkin nanti bentuk-bentuk kerjasamanya. Mohon maaf bukan mengkomersialkan tanah 16×125 meter yang memang itu hak kami. Tapi kami juga punya pelabuhan yang harus hidup,” ujar Tri.
Kemudian, Tri juga menyatakan bahwa tanah 6×125 meter itu tanah kecil, dan bukan disitu persoalannya. Kendati begitu, yang pertama pihaknya teguhkan adalah tanah itu sebagai hak milik mereka. Namun lanjut dia, jika bicara bisnis maka bisa kerjasama.
Kerjasama ini mungkin bisa disampaikan bukan hanya di level direksi to direksi, mungkin juga sampai dilevel pemegang saham masing-masing perusahaan.
“Artinya kami punya pelabuhan disana. Mereka (AGM, red) juga tau kondisi kami. Artinya, ini sesuatu yang bisa didiskusikan untuk mencari jalan keluarnya” jelas Tri.
Sebab lanjut dia, pihaknya punya investasi besar di situ dan juga tak mau investasinya terancam dan mati. Jadi sesama pebisnis dibutuhkan saling kerjasama dan tak menginginkan prekonomian masyarakat Kalsel terganggu.
“Artinya pembicaran kearah itu sudah ada, dan kita saling mengerti posisi masing-masing yang ada. Jadi bukan saja masalah tanah 16×125 meter yang memang itu milik kami. Tapi kalo mau mengerti, itukan kunci untuk bisa saling kerjasama, Itu poin kami seperi yang sudah disampaikan kedua belak pihak, namun bagaimana mencari titik temunya,” ujar Tri.
Lebih jauh dia membeberkan bahwa TCT punya pelabuhan besar lengkap dengan maintenance, karyawan yang cukup, dan juga bayar bunga bank yang kesemuanya harus dihidupkan.
Karenanya diapun meminta pemahaman dari rekan-rekan sopir angkutan dan tongkang bahwa kondisi perusahaanya yang juga tengah kritis dan payah, sehingga sangat berterima kasih dalam kesempatan hari ini semua bisa memahami.
“Tolong ini juga bisa dipahami oleh AGM dan BSM, bahwa ini bukan hanya persoalan tanah 16x 125 meter saja,” beber Tri H.
Terkait tanah 16×125 meter yang dipolice line dan menjadi objek sengketa, Tri mengklain pihaknya membeli kembali objek tanah tersebut, yangmana saat membeli dari BMT yang beli dari ATP pailit ternyata banyak yang bermasalah dan dokumen pembayaranya banyak yang belum selesai. Sehingga pihaknya membeli kembali.
Sebelumnya pada kesempatan awal Direktur Utama PT AGM, Widada mewakili jajarannya juga mengungkapkan, bahwa lebih 10 tahun lamanya menggunakan tanah tukar pakai dan berkerjasama dengan asosiasi angkutan tanpa ada hambatan karena sama-sama saling menghormati, sesuai perjanjian awal.
Namun diportal nya objek tersebut, maka tentunya sangat membuat menderita para kontraktor, sopir angkutan dan tongkang.
Dia juga mengakui jika perundingan bersama TCT masih berjalan, namun belum membuahkan hasil.
Poin yang diinginkan PT AGM, dalam RDP hari itu yaitu, adanya solusi diluar jalur hukum agar portal dan police line bisa dibuka sementara agar para perkerja bisa beraktivitas kembali.
Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK yang memimoin rapat menyatakan sangat mendukung kedua belah pihak. Sebab itu DPRD menfasilitasi mediasi agar solusi di luar jalur hukum bisa dihasilkan tanpa merugikan kedua belah pihak dan masyarakat.
Sayangnya, pertemuan hari belum menghasilkan solusi yang diharapkan. Namun DPRD menyampaikan 5 poin kesimpulan yang dibacakan oleh Ketua Komisi II DPRD Kalsel, H Sahrujani.
Lima poin tersebut, 1. Saat ini belum ditemukan kesepakatan solusi keduabelah pihak. 2. Proses hukum tetap berjalan, baik pidana maupun perdata, namun dari keduabelah pihak, yakni TCT dan AGM agar mengurus semua perizinan terkait. 3. Selama proses perizinan baik TCT maupun AGM yang ada kontrak kerja dengan perusahaan untuk menjamin biaya hidup dan kesejahteraan masyarakat, baik berupa kompensasi maupun jalur lainnya. 4. DPRD berharap kedua perusahaan ini untuk segera mencari solusi terbaik untuk penyelesaian permasalahan ini. 5. pemerintah daerah akan membawa permasalahan ini ke pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti mencari solusi yang terbaik. (pik)