Palangka Raya, Koran Pelita
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar ngobol pintar cara orang Indonesia (Ngopi Coi). Kegiatan berlangsung secara online serta offline yang dipandu artis dan akademisi Annisa Putri Ayudia berlangsung Jumat (13/8).
Kegiatan menghadirkan dua orang narasumber Kasubdit Kerjasama Asia Pasifik, dan Afrika BNPT, Letkol Harianto S.Pd, M.Pd, serta Ketua PWI yang juga Ketua Bidang Media Massa, Humas, dan Hukum FKPT Provinsi Kalimantan Tengah, M Harris Sadikin. Obrolan santai mengambil tema saring sebelum posting.
Kasubdit Kerjasama Asia Pasifik, dan Afrika BNPT, Letkol Harianto S.Pd, M.Pd menjelaskan, paham radikalisme dengan mudahnya ditemukan di media sosial. Tentunya dibutuhkan ilmu yang cukup, agar masyarakat bisa membentengi diri, sehingga terhindar dari masuknya paham radikalisme.
“Media sosial sarana yang paling banyak digunakan untuk menebar paham radikalisme. Dibutuhkan ilmu yang memadai, sebelum kita menafsirkan sebuah informasi. Jangan buru-buru memposting informasi, sebelum disaring dengan benar,” ungkap Harianto.
Ia meminta, masyarakat tidak buru-buru dalam memposting sebuah informasi. Pikirkan dengan matang asas kemanfaatannya, sehingga informasi yang diposting mempunyai nilai positif. Masyarakat perlu bijak dalam bermedia sosial, agar tidak dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangah dalam penyebaran paham radikalisme.
Dalam mendapatkan informasi di media sosial, jelas Harianto, dibutuhkan ilmu. Jangan mudah percaya terhadap paham-paham yang disebarkan. Ilmu yang memadai membuat masyarakat semakin pandai dalam mencerna setiap informasi yang didapatkan.
Paling penting, dengan ilmu masyarakat bisa memilah mana informasi yang mempunyai asas kemanfaatan.
“Kita harus ingat, media sosial dengan mudah bisa diakses semua orang. Tidak heran, banyak oknum memanfaatkannya untuk menyebarkan paham radikalisme. Ketika orang mudah terpengaruh, dan langsung memposting tanpa menyaring, tentu sangat berbahaya,” tegas Harianto.
Sementara, Ketua PWI Provinsi Kalimantan Tengah M Harris Sadikin meminta, masyarakat lebih jeli ketika mendapatkan informasi. Ada baiknya setiap informasi dipastikan kebenarannya. Jangan mudah terhasut, sehingga memudahkan masuknya paham radikal kedalam pemikiran. Bijak bermedia sosial menjadi bagian penting, agar terhindar dari paham radikal.
Membiasakan diri untuk mengkonfirmasi ulang informasi yang didapatkan, jelas Harris, menjadi sebuah langkah penting. Hal itu bisa dimulai dari diri sendiri, agar informasi yang menyesatkan tidak mudah tersebar. Memilah informasi yang bermanfaat sebagai bahan postingan di media sosial, sangat penting dilakukan.
“Biarkan diri kita menjadi tempat persinggahan terakhir informasi yang tidak mempunyai kemanfaatan. Tetapi ketika informasi itu dirasakan bermanfaat, tidak ada salahnya kita berbagi,” tegas Harris.
Diri sendiri, jelasnya, menjadi benteng terakhir untuk menghindari keluarga, atau lingkungan terdekat dari paparan radikalisme. Tidak mudah mempercayai sebuah informasi, dan selalu mengujinya, menjadi bagian penting dalam melawan hoaks, maupun paham radikal yang disebar melalui media sosial.
Ketua FKPT Kalteng DR Khairil Anwar mengungkapkan, kebiasaan masyarakat bermedia sosial hendaknya diimbangi dengan wawasan dan ilmu. Hal itu berguna untuk lebih mengkaji kembali informasi yang didapatkan, apakah bermanfaat atau tidak. Jika dirasakan tidak mendatangkan manfaat, sebaiknya tidak perlu diposting atau disebarluaskan.
“Penting rasanya bermedia sosial dengan memiliki wawasan dan ilmu. Dengan wawasan dan ilmu, kita mampu memilah informasi yang nermanfaat,” tegas Khairil.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalteng itu mengingatkan, bahaya bermedia sosial tanpa memiliki wawasan dan ilmu. Karena akan rentan terpapar paham radikalisme yang mengancam keutuhan bangsa. Pengetahuan, dan wawasan menjadi benteng dalam menyaring setiap informasi yang didapatkan.
Ia mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah percaya setiap informasi yang didapatkan melalui media sosial. Setiap informasi hendaknya ditelusuri kebenarannya. Jangan sampai, akibat keteledoran pengguna media sosial, justru menjadi corong dari gerakan radikalisme.
“Kita harus mewaspadai setiap informasi yang disebarkan. Bisa jadi informasi tersebut, justru menjerumuskan kita dalam gerakan radikalisme,” tegas Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya itu.(RAG).