Jakarta, Koranpelita.com
Pandemi Covid-19 telah mempercepat proses adopsi layanan digital dalam kehidupan sehari- hari terutama pada Generasi Z (Gen Z). Gen Z adalah kohort yang lahir pada akhir 1990-an hingga awal 2010-an. Sejumlah ahli demografi, pemasaran, dan budaya merumuskan generasi dibentuk oleh mereka yang lahir pada 1997-2012.
Generasi ini adalah “adik” dari generasi Milenial yang menjadi buah bibir dalam wacana sosial dan budaya selama ini. Dibanding kakaknya, generasi “digital native” ini dinilai lebih menahan diri, berperilaku baik, dan menghindari risiko.
Karakteristik generasi yang khas ini menarik banyak kalangan untuk menelitinya, termasuk di Indonesia. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS), Generasi Z merupakan segmen terbesar di Indonesia yang mencakup 27,94% dari total penduduk. Yang terbaru, lembaga penelitian Katadata Insight Center (KIC) mengeksplorasi preferensi mereka dalam layanan digital yang mencakup belanja online, layanan pesan-antar makanan (food delivery), dan layanan pengantaran sembako (online grocery) dalam survei yang dilakukan di Jabodetabek dan tujuh kota besar lainnya.
Survei tersebut mengungkapkan 50 persen Generasi Z memilih GrabFood sebagai penyedia layanan pesan-antar makanan yang paling sering mereka gunakan dalam 3 bulan terakhir saa, disusul GoFood (46 persen), ShopeeFood (3 persen), dan Maximfood (kurang dari1 persen).
Sebanyak 50 persen responden mengatakan mereka telah menggunakan layanan pengiriman makanan online. Alasan mereka menggunakan layanan ini antara lain praktis, tidak sempat memasak, dan bosan dengan makanan rumahan.
“Menariknya, survei menemukan bahwa 44 persen pengguna pengantaran makanan Gen Z adalah pengguna baru yang baru mulai menggunakan layanan ini selama pandemi, dan 90 persen dari mereka menyatakan bahwa mereka ingin untuk terus menggunakan layanan pengiriman makanan setelah pandemi,” kata Stevanny Limuria, head of research KIC, saat peluncuran hasil riset ini beberapa waktu lalu.
Responden yang memilih GrabFood sebagai penyedia layanan pesan-antar pilihan mereka menyatakan bahwa kemudahan penggunaan aplikasi sebagai salah satu alasan utama. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah metode pembayaran dan jenis pilihan makanan.
“Survei ini menyorot pola konsumsi layanan digital di kalangan Generasi Z. Kami fokus pada mereka karena mereka lahir dan besar di tengah era teknologi yang berkembang pesat, dengan lahirnya media sosial dan internet. Selain mewakili sebagian besar penduduk Indonesia, mereka juga memiliki daya beli yang cukup tinggi,” lanjut Stevanny menjelaskan latar belakang penelitian ini.
Geni seorang profesional yang bekerja di sebuah perusahaan konsultan media yang sempat diwawancarai mengaku sudah sangat terbiasa menggunakan layanan transportasi dan pengantaran makanan online seperti GrabFood. Namun, sejak pandemi ia juga mulai menggunakan layanan belanja harian (grocery) dan e-commerce untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena alasan praktis.
Survei ini dilakukan secara online terhadap 1.146 responden antara 13-18 April 2021 dan melibatkan responden berusia 18-29 tahun dari Jabodetabek, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar, Semarang, Denpasar, dan Yogyakarta. Sebanyak 82 persen responden berusia 18-26 tahun.
Nilai pasar atau Gross Merchandise Value (GMV) layanan pesan-antar makanan di Indonesia diprediksi mencapai 3,7 miliar dolar AS pada 2020 dan tertinggi dibanding tetangganya, yakni Thailand (2,8 miliar dolar AS), Singapura (2,4 miliar dolar AS), Filipina (1,2 miliar dolar AS), dan Malaysia (1,1 miliar dolar AS). Angka-angka ini didapat dari penelitian ventura asal Singapura, Momentum Works, yang meluncurkan hasil riset pada awal tahun ini. Dari riset ini, Grab menjadi pemimpin pangsa pasar dengan 53 persen di Indonesia.
“Selain kenaikan pengguna baru online shopping, food delivery, dan online grocery, survei ini menangkap keinginan para pengguna baru layanan digital untuk melanjutkannya setelah pandemi berlalu,” tutur Stevanny. (Vin)