- Oleh Man Suparman
KARANG Taruna (KT) gaduh. Ada apa ? Banyak pertanyaan yang dilontarkan warga masyarakat tentang terjadinya kegaduhan pada tubuh KT yang tengah terjadi di tempat tinggal penulis.
Soal kegaduhan KT ini, sebetulnya banyak terjadi pula di daerah lain dengan kasus yang sama atau mirip, yaitu adanya dualisme kepengurusan pada organisasi sosial kemasyarakatan ini.
Fenomena kegaduhan pada KT, nampaknya terjadi dibeberapa daerah paska dilaksanakannya era otonomi daerah, terutama terkait dilaksanakannya pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Sebab jauh sebelum era reformasi paling tidak sekitar tahun 80-an yang saya tahu di tempat tinggal penulis atau mungkin di daerah lain rasanya tidak pernah terdengar adanya kegaduhan. Apalagi sampai terjadi dualisme kepengurusan.
Untuk melawan lupa, boleh jadi pada masa itu, organisasi KT berjalan sesuai dengan relnya, yaitu KT adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa atau kelurahan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. KT adalah Lembaga Kemasyarakatan yang merupakan wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
Tugas pokok KT, yaitu secara bersama-sama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat lainnya menyelenggarakan pembinaan generasi muda dan kesejahteraan sosial.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dan berwenang dalam penyelenggaraan program karang taruna adalah pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, yang mana tanggung jawab dan wewenang tersebut dilaksanakan oleh Menteri Sosial, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
Nah,nampaknya sekarang ini KT sudah melenceng atau keluar dari orbitnya jauh meninggalkan ruhnya, karena apa ? Boleh jadi KT keberadaannya sudah ditunggangi kepentingan politik. Itu nampak dalam setiap menjelang dilaksanakan pilkada. Sehingga terjadinya kegaduhan pada organisasi ini berlatar belakang diduga ditunggangi kepentingan politik penguasa kepala daerah atau orang-orang disekeliling penguasa untuk menjadikan atau menunggangi organisasi ini untuk kepentingan politik demi melanggengkan kekuasaan.
Di tempat tinggal penulis kondisi seperti ini, nampak dari pilkada ke pilkada. Konon dalam kegaduhan ditubuh KT yang tengah bergulir diantara dua kubu, dibalik satu kubu diantaranya menyelinap anggota keluarga penguasa. Jika ini benar membuktikan adanya kepentingan politik di sana sehingga menjadi preseden buruk bagi keberadaan KT. Mudah-mudahan ini tidak benar.
Pertanyaannya perseteruan dua kubu ini, kapan akan berakhir ? Kuncinya ada pada bupati dan gubernur yang memiliki kewenangan menerbitkan surat keputusan (SK) terkait legalitas kepengurusannya. Dan yang lebih penting adanya kesadaran kedua kubu untuk melakukan islah demi menyelamatkan organisasi ini.
Demi kebaikan. Semua pihak dan siapapun yang bermain (jika memang ada yang bermain) memanfatkan organisasi sosial kemasyarakatan ini untuk kepentingan politik harus sepakat mengembalikan organisasi ini kepada tugas dan fungsinya. Untuk apa tujuan organisasi ini didirikan. Wallohu’alam. (Penulis wartawan Harian Umum Pelita 1980 – 2018/www.koranpelita.com)