Kemahiran Membaca Kelemahan “Iron Dome”, Sebabkan Israel Ditembus Roket

Oleh : Dede Farhan Aulawi

Penulis, Pemerhati Teknologi dan Strategi Pertahanan.

Saat ini sebagian besar mata dunia mungkin tertuju pada pertempuran yang terjadi antara Palestina dan Israel. Apalagi dunia medsos juga banyak dipenuhi oleh berita – berita seputar pertempuran yang dimulai pada akhir Ramadhan tahun ini. Pertempuran kali ini dimulai dari aksi pengusiran paksa warga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, dan penggunaan kekerasan militer Israel terhadap warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa. Akhirnya sudah bisa diprediksi terjadilah serangan balasan satu sama lainnya. Palestina melawan dengan perlengkapan alakadarnya seperti lemparan batu, balon api atau layang – layang api, dan terakhir yang di luar dugaan Palestina mampu menembakan ratusan bahkan ribuan roket – roket ke wilayah Israel. Begitupun dengan Israel melancarkan serangan udara dengan rudal – rudal-nya dan artileri darat ke Gaza. Ratusan korban meninggal dunia dari masyarakat Palestina pun berjatuhan, termasuk wanita dan anak – anak.

Melihat fakta dan realita seperti itu, banyak negara – negara yang mengecam perlakuan biadab dan barbar dari negara Israel, bahkan di kota – kota besar dunia banyak terjadi demonstrasi yang mengecam Israel. Termasuk beberapa negara di Eropa dan AS yang selama ini dikenal sebagai sohib yang dipandang selalu memanjakan Israel. Dalam konteks ini, sesuai dengan amanat konstitusi Pemerintah Indonesia juga mengutuk keras serangan Israel tersebut dan mengajak semua pemimpin negara untuk menghentikan agresi Israel. Oleh karenanya Indonesia turut mendesak agar Dewan Keamanan PBB segera mengambil tindakan atas pelanggaran yang kerap dilakukan Israel, serta menegaskan kembali bahwa bangsa Indonesia akan terus berpihak kepada rakyat Palestina.

Palestina adalah satu-satunya negara di dunia yang sampai detik ini masih mengalami penjajahan. Berbagai pertemuan organisasi tingkat dunia sudah sering dilakukan untuk membahas masalah ini, termasuk pertemuan – pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Namun situasi keamanan dan kemerdekaan Palestina belum banyak mengalami perubahan. Bahkan Menlu RI menyatakan, bahwa semua penderitaan Palestina disebabkan oleh Israel sebagai “occupying power”. Palestina sampai saat ini masih mengalami persoalan pokok yang sama, yaitu adanya gangguan terhadap pelaksanaan ibadah di Masjid Al-Aqsa, illegal settlement (permukiman ilegal) semakin merajalela, pergerakan orang-orang Palestina dibatasi di tanah mereka sendiri, dan hak-hak Palestina dihilangkan.

Untuk itu sangat wajar sekali jika Indonesia mengecam keras semua tindakan yang dilakukan oleh Israel, terlebih tindakan biadab tersebut dilakukan di bulan suci Ramadhan dan di hari Raya Iedul Fitri. Selanjutnya mengenai hasil pertemuan luar biasa OKI atau Extraordinary Open-Ended Ministerial Meeting of The OIC Executive Committee membuahkan pemikiran dan tindakan konkrit untuk menghentikan agresi militer Israel ke Palestina, khususnya yang berada di wilayah Gaza dan terutama Al-Quds Al-Shareef atau Yerusalem. Di samping itu, seluruh negara – negara OKI juga seyogiayanya serempak mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera bertindak, agar eskalasi pertempuran tidak berkembang dan melibatkan negara – negara lainnya. Termasuk mendesak Israel untuk segera menghentikan pembangunan permukiman baru Yahudi di Yerusalem Timur, yang memang ilegal menurut hukum internasional.

Israel juga dalam pertempuran kali ini tidak bisa lagi terlalu jumawa, karena sistem pertahanan rudal Israel, Iron Dome yang selama ini dibangga – banggakan ternyata tidak mampu menyergap seluruh roket-roket yang telah ditembakkan oleh kelompok Hamas. Propaganda kecanggihan sistem pertahanan dan advokasi opini alutsista-nya di banyak media dunia bahkan telah menghabiskan anggaran miliaran USD, ternyata tidak mampu menangkal roket – roket sederhana dari Gaza. Hal ini tentu membuka mata masyarakat dunia bahkan kecanggihan persenjataan Israel adalah nol besar. Jika untuk menangkis serangan roket sederhana saja tidak bisa, apalagi jika musuh – musuhnya menggunakan rudal – rudal balistik. Akhirnya semua bisa dilihat bagaimana sebagian kota Tel Aviv, Ashkelon dan Haifa hangus terbakar, dan jatuhnya korban pun tak bisa lagi dihindarkan.

Perlu diketahui juga bahwa sistem pertahanan udara Israel yang disebut Iron Dome ini diciptakan oleh perusahaan Israel, Rafael Advanced Defense Systems dan Israel Aerospace Industries, dengan dukungan Amerika Serikat dan mulai dioperasikan pada 2011. Secara teoritis, dengan menggunakan sistem pertahanan ini setiap ancaman yang muncul bisa dideteksi dengan radar dan dihancurkan di udara sehingga bisa menghindari kemungkinan jatuhnya korban. Bahkan dirancang agar bisa berfungsi dalam semua kondisi cuaca untuk menangkal tembakan jarak pendek seperti roket-roket, serta didesain mampu beroperasi secara efisien karena mampu memisahkan antara rudal yang mengarah ke wilayah berpenghuni dan yang tidak. Dengan demikian jika roket yang ditembakan oleh musuh – musuh Israel diperkirakan akan jatuh di wilayah yang tidak berpenduduk, maka unit-unit peluncur statis maupun mobile tidak akan melepaskan rudal penyergapnya.

Namun apalah daya, antara desain teori dan kemampuan objektifnya berbeda sehingga beberapa roket yang diluncurkan dari Gaza faktanya mendarat juga di wilayah yang berpenghuni, dan tentu menimbulkan korban. Untuk menutupi rasa malu atas gembar gembor kecanggihan sistem pertahannya selama ini, jubir militer Israel mengatakan bahwa jumlah warga Israel yang terbunuh dan terluka akan jauh lebih tinggi jika tidak ada sistem Iron Dome. Sebuah pernyataan normatif ketika sistem kebangaannya ternyata sangat lemah di mata rakyatnya, maka wajar saja banyak warga Israel yang dilanda ketidakpercayaan terhadap sistem pertahanan yang dimilikinya, timbul rasa kekhawatiran bahkan ketakutan jika tembakan roket – roket dari Gaza mendarat di atas kepalanya. Bahkan sirene yang meraung – raung saat ada peluncuran roket sudah bisa menimbulkan trauma psikologis yang bisa berdampak pada depresi akut warganya.

Iron Dome merupakan sistem pertahanan yang memiliki tiga elemen utama yakni ELM 2084 Multmission Radar (MMR), battle management and weapon control system (BMC), dan unit penembakan yang dilengkapi senjata roket pencegat Tamir. Saat ini, Israel memiliki 10 unit Iron Dome yang ditempatkan di beberapa kota, dimana tiap unitnya terdiri dari tiga hingga empat peluncur stasioner, 20 rudal Tamir, dan radar medan perang. Jadi secara teoritis ketika ada roket yang meluncur, maka sistem radar yang dimiliki bisa mendeteksinya. Kemudian sistem pengendali akan membaca kemungkinan titik jatuh roket tersebut. Jika titik jatuhnya di wilayah yang berpenghuni, maka otomatis akan meluncurkan rudal pencegat Tamir sehingga mampu menghancurkan roket di udara.

Dari sistem yang dimiliki ini sebenarnya siapapun mudah membaca kelemahannya, yaitu satu kota dijaga oleh 1 unit Iron Dome dengan maksimal 4 peluncur stasioner ataupun mobile, artinya ada 80 rudal Tamir, maka jika “musuh Israel” ingin menembus kota tersebut maka mereka harus meluncurkan roket lebih dari 80 buah dalam satuan detik – menit, sehingga pasti ada yang lolos, karena untuk pengisian ulang rudal pencegatpun pasti memerlukan waktu. Ini salah satu kelemahan yang mudah untuk dibaca. Kelemahan yang lainnya adalah sebagaimana senjata – senjata modern pada umumnya selalu mengandalkan sistem pengendali yang memiliki algortma pemprograman. Jika sistem pengendali ini bisa di-hack dan merubah algoritma “if” dan “then”, maka otomatis sistem tidak akan berfungsi bahkan kalau sebaliknya, maka “rudal pencegat” bisa menjadi “rudal penghancur” diri sendiri atau “titik target”. Atau bisa juga nge-hack untuk mengacaukan sistem radarnya yang dikembangkan oleh Elta.

Iron Dome memiliki varian I-DOME yang memuat seluruh komponen pada satu truk dan C-DOME yang bisa dipasang di kapal perang. Iron Dome dirancang untuk ancaman khusus roket jarak pendek seperti roket – roket yang diluncurkan dari Gaza, Libanon atau wilayah sekitar lainnya. Iron Dome tidak bisa mengantisipasi rudal balistik. Itulah sebabnya saat ini Israel sedang mengembangkan sistem pertahanan bernama Katapel Daud yang mampu mengantispiasi kemungkinan adanya serangan rudal.

Jadi Katapel Daud ini merupakan pengembangan Iron Dome yang bisa menghancurkan peluru kendali, termasuk rudal balistik jarak menengah dan jarak jauh. Tetapi ini semua baru keinginan, dan sampai saat ini belum memilikinya. Apalagi Israel juga sebenarnya memiliki keterbatasan anggaran sistem pertahanannya, sehingga Iron Dome dan sistem pertahanan lain menjadi bagian dari kerjasama Israel-Amerika Serikat. ***

About redaksi

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca