Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
*Penulis, Sekretaris Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN)
Sebentar lagi, Ramadhan 1442H akan berakhir, namun justru umat Islam jangan sampai lalai, ibadah harus lebih diperketat, misalnya dengan melakukan i`tikaf. I`tikaf di sepuluh terakhir di bulan Ramadhan adalah ibadah sunnah yang selalu dijalankan oleh Rasulullah saw. seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadits dari Siti Aisyah ra:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: “Dari ‘Aisyah ra. dia berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw. biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Rasulullah saw. sangat memperhatikan ibadah `itikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dapat kita simak dari hadits Aisyah ra. ini:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ أِذَادَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَالَيْلَهُ وَاَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: “Apabila memasuki hari sepuluh terakhir bulan Ramadan, Rasulullah saw mengencangkan pakaian bawahnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya,” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, pengertian i’tikaf secara bahasa adalah berdiam dan bertaut pada sesuatu, baik maupun buruk secara terus menerus. Sedangkan secara istilah, `itikaf adalah berdiam diri dan menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat Jadi, dalam kondisi normal. `itikaf harus dilakukan di masjid sesuai denan firman Allah Swt.:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Artinya: “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187).
Namun, jika di dalam kondisi yang tidak normal, seperti di masa pandemi Covid-19 ini yang ulil amri atau pemerintah mengharuskan kaum Muslimin beraktivitas di dalam rumah untuk mencegah terkena Covid-19 dan memperkecil penyebarannya, maka `itikaf dapat dilakukan di dalam rumah, tidak di masjid dengan alasan kedaruratan. Dalam yang dapat menjadi sandaran adalah sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, disebutkan Rasulullah saw. bersabda, “Seluruh bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan tempat pemandian”. Di sisi lain, dalam HR Imam Muslim, Rasulullah bersabda, “Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid)”.
Dalilnya juga berpegang kepada pendapat Muhammad bin Umar bin Lubabah, seorang imam dalam madzhab Maliki. Ulama tersebut berpendapat membolehkan itikaf selain di masjid, dengan tetap memperhatikan ketentuan seperti itikaf di masjid.
Adapun beberapa ketentuan iktikaf, yaitu, harus dilakukan di rumah yang memiliki masjid (tempat khusus salat) di rumahnya, orang yang beritikaf harus multazim, tetap berdiam selama itikaf di tempat bagian rumahnya yang dijadikan masjid, serta menerapkan adab dan tata cara itikaf sebagaimana lazimnya `itikaf di masjid.***