Burung Suit Cungcuing

Oleh Man Suparman

BAGI sementara orang yang mempercayainya, jika mendengar  suara nyanyian burung Suit Cungcuing, ada rasa khawatir dan sedih, takut ajal akan menimpa jika ada anggota keluarganya tengah sakit.  Mitos atau fakta. Entahlah.

Lain lagi ceritanya bagi sebagian warga di kampung tempat tinggal penulis, sejak lima bulan yang lalu, jika terdengar nyanyian suara burung Suit Cungcuing dijadikan guyonan dan nama burung Suit Cungcuing   pun diganti dengan sebutan Manuk Sari Mie atau Burung Sari Mei.

Begitu juga bagi Pak Kades di kampungku, konon degdegan  juga saat mendengar suara nyanyian burung Suit Cungcuing, jika benar-benar ada warganya yang akan mati, karena ada lebihnya, mau tidak mau, suka tidak suka harus menyediakan 15 dus Sari Mie.

Lantas apa hubungannya nyanyian burung Suit Cungcuing alias Burung Sari Mie dengan Pak Kades. Ya, pada kampanye pemilihan kepala desa awal tahun 2020, para calon kepala desa melakukan kampanye dengan janji-janji manis agar warga memilih sang calon untuk menjadi kepala desa.

Ceritanya calon kades petahana, ketika kampanye menjanjikan kepada warga, jika dirinya menang dan jika ada warga yang mati akan memberikan 10 dus Sari Mie untuk kegitan tahlilan. Tak mau kalah calon Kades pesaingnya juga menjanjikan, jika menang menjadi Kades setiap ada yang mati akan memberi 15 dus Sari Mie.

Pilkades pun dimenangkan oleh calon yang menjanjikan 15 dus Sari Mie, mengalahkan calon Kades petahana yang hanya menjanjikan 10 dus Sari Mie. Warga memang cerdas memilih calon Kades yang menjanjikan Sari Mie  lebih banyak, tentunya manusiawi dan wajar.

Sekarang ini setelah terpilih menjadi Kades, sang pemenang mau tidak mau, suka tidak suka, harus memenuhi
janjinya itu. Jika warganya banyak yang mati misalnya dalam seminggu ada tiga warga yang mati harus menyiapkan 45 dus Sari Mie atau senilai Rp4.500.000.

Dilain pihak anggaran intuk membeli Sari Mie tidak masuk dalam RAPB Desa dan Dana Desa (DD). Setiap ada warga yang mati paling tidak satu orang warga mati dalam seminggu harus merogoh saku sendiri untuk membeli 15 dus Sari Mie atau sekitar Rp1.500. 000 dan jika dalam seminggu ada tiga warga yang mati ? Babak belurlah untuk menepati janji-janji kampanye harus ngutang sana – sini (Konon kini janjinya 15 dus Sari Mie untuk setiap warga yang menimggal dunia dihentikan karena sudah tidak sanggup lagi, tidak ada dananya).

Itulah resiko untuk menepati janji kampanye, kecuali nekad tidak menempati janji kampanye seperti banyak dilakukan  calon anggota legislatif, calon bupati atau calon pemimpin lainnya.

Janji itu, memang enak diucapkan, sehingga banyak  perang janji seperti dalam menjelang Pilkada calon yang satu janji 1.000 km jalan beton. Calon yang lain tak mau kalah janji 1.500 km jalan beton.

Persoalannya bisa tidak menepati janji-janji kampanye. Jangan sampai berkelit dengan alasan janji politik. Lalu diingkari atau termakan janji sendiri dan kedodoran seperti cerita Burung Sari Mie.(Penulis wartawan Harian Umum Pelita 1980 – 2018/www.koranpelita.com).

About redaksi

Check Also

Inovasi Ketahanan Pangan Kota Semarang Kembali Raih Penghargaan Tingkat Nasional

Semarang,KORANPELITA com – Inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang di bidang ketahanan pangan kembali mendapatkan apresiasi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca