Semarang, KORANPELITA – Ketua Komisi II DPR-RI Dr Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan, meskipun tingkat partisipasi pemilih pemilu 2024 secara kuantitatif cukup tinggi yaitu 81,7 – 82 persen ( Pilpres 81,78 persen, Pileg 81,42 Persen dan Pilkada 71 persen), namun kualitas partisipasi politik masih rendah.
” Inilah yang menjadi tantangan demokrasi kita dalam pemilu mendatang,” ungkapnya dalam Seminar Nasional ” Penguatan Tata Kelola Kelembagaan Pengawas Pemilu melalui Sistem Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemilu yang Berkeadilan dalam Revisi Undang Undang Pemilu kerjasama dengan PC AIPI Semarang di Semarang, Sabtu (20/12/2025).
Menurutnya, ada beberapa partisipasi politik masih rendah.
Hal ini disebabkan pertama, politik uang dan jual beli suara yang menurunkan kesadaran rasional pemilih. Kedua, penegakan hukum pemilu belum mencari jalannya yang benar. Ketiga, minimnya pendidikan politik pemilih dan lemahnya pengawasan partisipatif. Keempat, kurangnya akses dan transparansi dalam tahapan pemilu, utamanya dalam tahapan penyusunan data pemilih. Kelima, permasalahan kaderisasi parpol, keuangan parpol sehingga mempengaruhi proses pencalonan (oligarki politik ).
Selain itu, ada permasalahan kele mbagaan Bawaslu saat ini, pertama, penegakan hukum pemilu yang belum optimal dan faktur utamanya karena SDM penegak hukum pemilu, baik sisi kualitas maupun kuantitas.
” Ada juga faktor regulasi masih menjadi permasalahan dalam penegakan hukum pemilu.”
Kedua, regulasi dan pengaturan penanganan pelanggaran dalam UU pemilu dan UU pilkada tidak seragam. Ke depan dengan hukum acara pemilu penyelesaian permasalahan penegakan hukum pemilu dalam satu kerangka hukum.
Jumlah Komisioner Bawaslu Tidak Sebanding dengan KPUD
Ketiga, jumlah komisioner Bawaslu di kabupaten/ kota tidak sebanding dengan KPUD, masih ada yang tiga komisioner. Termasuk permasalahan kualitas SDM Badan Ad Hoc Bawaslu yang masih berbeda dengan Badan Ad Hoc KPU.
Keempat, fungsi Gakkumdu yang bermasalah diperlukan reformulasi dengan memisahkan Bawaslu, Polri dan Kejaksaan di masing masing Tupoksi dan kewenangan sehingga diharapkan ke depan Kinerja Bawaslu terukur dan optimal.
Kelima, tidak diberikannya data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) kepada Bawaslu, menjadikan fungsi pengawasan Bawaslu tumpul kedepan. Padahal Bawaslu juga merupakan penyelenggara pemilu seharusnya diberikan kewenangan untuk mendapatkan dan mengakses DP4 dan KPU dapat terbantu sehingga pemilu lebih berkualitas.
Keenam, penggunaan anggaran Bawaslu ke depan lebih berbasis pada tugas pokok fungsi dan kewenangan mencakup penguatan kelembagaan dan penguatan kapasitas komisioner, staf dan Badan Ad Hoc.
Ketujuh, pengawasan digitalisasi pemilu kedepan sudah harus tetalisasi dan berjalan sehingga Bawaslu data mengawasi sistem informasi pemilu KPU pada setiap tahapannya.
Kedelapan, metamorfosis kewenangan Bawaslu sebuah keniscayaan dan rekomendasi Bawaslu akan ditingkatkan menjadi sebuah putusan sebagaimana semangat yang terjadi pada putusan MK Nomor 104/ PUU XXII/2025. Kedepan Bawaslu kewenangan untuk memutus pelanggaran administrasi.(*)
www.koranpelita.com Jernih, Mencintai Indonesia